[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]
Beberapa waktu yang lalu, saya tertarik beli lulur kocok karena penasaran. Saya belum pernah nyobain sebelumnya soalnya. Biasanya saya pakai lulur model yang tidak dikocok. (?) Maksudnya ya lulur yang berbentuk bubur (?) dengan butiran yang langsung dioles dan gosok ke kulit. Lulur kocok ini bukan produk baru, kayaknya sudah ada dari dulu, tapi buat saya baru soalnya baru pertama ini beli. Harganya? Lupaa, hehehe. Kayaknya sekitar 17 ribuan untuk 200 ml.
Dikemas dalam botol bertutup bulat gemuk. Warna botolnya terlihat kuning, mungkin efek dari warna lulur di dalamnya. Tutupnya ulir berwarna biru tua, sama seperti warna tempelan tulisan pada badan botolnya. Kemasannya terlihat biasa saja sih, terkesan agak murahan malah. Ehm. Mungkin karena produk klasik kali ya dan nggak dirubah desain kemasannya dari dulu. Biarpun kemasannya jadul, tapi saya suka tutupnya :D.
Di badan botolnya, tertempel plastik bertuliskan penjelasan produk. Plis bacalah sendiri ya, saya hawanya malas nulis nih. Kemudian tertera juga tulisan pabrik pembuatnya. Eh, saya baru tahu lho kalau ini produksi Mustika Ratu. Agak beda soalnya dengan varian-varian body scrub Mustika Ratu yang saya kenal selama ini.
Begitu tutup botol lulur ini dibuka, kita akan mendapati segel plastik dan aluminium foil pelindung lubang mulut botolnya. Tapi sorry ya, punya saya segelnya udah saya lepas. Lubangnya kecil, tapi karena tekstur si lulur ini encer maka tetap saja mudah tumpah kalau kita balik botolnya dalam kondisi terbuka.
Lulur ini beraroma segar rempah-rempah. Menurut saya agak mirip aroma jamu beras kencur, hehe. Warnanya juga mirip jamu beras kencur, agak kuning agak putih. Duh, gimana mendeskripsikannya ya? Seperti pada foto di bawah ini deh...
Saat dioles ke kulit, walaupun terlihat encer namun terasa agak kasar juga. Memang sih kalau diperhatikan secara teliti, cairan lulur ini terlihat mengandung serbuk-serbuk kasar. Saya pakai lulur ini dengan cara dioles lalu diratakan ke permukaan kulit setelah itu digosok deh. Waktu diratakan seolah meresap ke kulit - aslinya menurut saya nggak meresap sih cuma karena cair jadi meratanya luas jadi tidak terlihat menumpuk di permukaan kulit - dan mudah mengering. Kalau sudah kering susah digosoknya, jadi berasa kasap gitu. Lulur ini kalau digosok akan menjadi residu serupa daki setelah mengangkat kotoran dan sel kulit mati di permukaan kulit. *sepertinya sih begitu ya :D*
Untuk pemilik kulit sensitif, pelan saja menggosoknya ya. Soalnya kalau terlalu bersemangat, kulit akan jadi kemerahan. Saya sebenarnya tipe orang yang kalau menggosok itu penuh semangat, tapi panas juga lama-lama rasanya kulit yang digosok. Mungkin kulit tubuh saya jenisnya sensitif, padahal dulu saya pikir tidak lho.
Setelah menggosok lulur sampai puas, waktunya dibilas. Efek sehabis pemakaian kurang lebih sama seperti body scrub-body scrub lain pada umumnya. Cuma, yang ini aroma rempahnya enaak. Saya suka :). Tapi, aromanya hanya akan awet kalau habis pakai lulur cukup dibilas air saja. Kalau habis luluran trus mandi pakai sabun beraroma lain ya tetap aroma rempah si lulur hilang sih. Saya tipe yang selalu mandi habis luluran karena berasa lebih bersih gitu. Oh iya, lulur ini soap free.
Secara keseluruhan sih saya oke-oke saja pakai lulur kocok ini. Tapi kalau untuk repurchase kayaknya enggak deh. Soalnya saya lebih nyaman pakai lulur versi yang tidak kocok. Lulur varian Srigading Ratu Mas ini ada juga kan versi yang dikemas dalam jar? Yang bukan lulur kocok? Kayaknya pernah lihat deh. Mungkin saya akan beli itu nanti kalau lulur kocok ini sudah habis. Nah, sekian dulu ya review lulur kocok ini. Selamat mencoba :)!
Notes :
+ harganya terjangkau
+ aroma rempahnya enak - meskipun ini soal selera sih
- terlalu mudah mengering
Tidak ada komentar:
Posting Komentar