Minggu, 17 Juni 2018

[Review] Aroma Karsa - Dee Lestari

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Selamat hari raya! Tahun ini rasanya biasa-biasa aja bagi saya lebarannya. Kayak nggak ada sesuatu hal pun yang mengena gitu lho. Adakah yang merasakan hal sama? Tapi yaudahlah ya. Ini masih musim liburan, dan jadi nggak terasa ya kalau sekarang hari Minggu. Soalnya sedang suasana libur. Meskipun kalau buat saya sih sama aja mau hari apapun juga. Nah di hari yang selo setelah lebaran ini, saya sedang mengembalikan lagi rutinitas hidup semula seperti sebelum puasa. Yaa balikin kebiasaan tidur, pola makan, dan sebagainya yang berubah selama kemarin puasa. Tapi belom berhasil nih. Tidur saya masih berantakan, makan juga. Bahkan hidup saya juga masih berantakan. Masih untung muka enggak ikutan. Oke, jadi di hari yang saya sedang kurang tidur dan bete abis karena udah ngetik draft segunung tapi nggak ke-save dan harus ngulang ini, saya tetap mau menulis. Kali ini temanya resensi buku. Ini bukunya udah saya beli sejak bulan lalu, dan sudah habis dibaca sejak beberapa hari setelah beli, tapi belum masuk di fully loaded karena saya memang belum bikin posnya bulan ini. Aroma Karsa, ditulis oleh Dewi Lestari.


Sebenernya, saya udah lihat buku ini sejak awal rilisnya sekitar beberapa bulan yang lalu. Jadi waktu itu saya biasa lagi main ke Gramedia - my favourite place untuk menghabiskan waktu - trus lihat buku ini dipajang di bagian depan book store itu. Yaa biasalah semacam pameran untuk buku baru terbit. Nah waktu itu saya sempat pegang-pegang bukunya yang disediakan untuk dibaca di tempat, buka lembar-lembarnya, dan baca-baca dikit. Tapi nggak tertarik ngelanjutin. Soalnya saat itu saya lagi habis baca Supernova yang sungguh menarik dan pas sekilas skrining Aroma Karsa tuh kayak beda jalur bukunya. Yang baru ini bernuansa ada cerita kunonya gitu semacam kayak mengangkat tema budaya tapi nggak dalam - itu kesan pas saya cuma buka sekilas. Maka saya berpikir stereotipe, ah ini pasti nggak menarik bukunya, bakalan membosankan, cetek dan udah ketebak cerita maupun ending-nya dari lembar pertama. Begitulah, makanya saya nggak beli. Ya memang saat itu saya tahu Dee penulisnya bukanlah nama enteng di kancah perbukuan tanah air, dan bahkan saya sudah mengakui kalau karya sebelumnya bagus, tapi tetep aja itu nggak cukup untuk memaksa saya beli buku barunya. Ngomong-ngomong buku ini sebenarnya nggak baru juga karena udah ada serial digitalnya yang tidak saya ikuti karena saya kudet. Jadi tidak heranlah kalau di awal saya nggak tertarik, sebab sepertinya saya kurang wawasan. Nah saya tuh tipe orang yang menganggap kalau tidak semua pengarang tenar pasti karyanya bagus, dan tidak semua penulis yang satu bukunya bagus maka semua akan bagus. Itu bisa jadi pembelaan kenapa saya nggak tertarik di atas. Maka masa itu saya pulang deh ngeluyur tanpa ngeborong buku baru setelah window shopping aja di Gramedia.

Tapi kemudian, selang beberapa waktu saya mulai melihat banyak orang ngeresensi buku ini di berbagai media. Huhuhu kesan pertama aing ternyata salah. Buku ini ternyata menarique di mata banyak pembaca. Ya belum tentu menarik di mata saya tapi alangkah baiknya membeli juga supaya bisa membaca dan memberi pendapat secara objektif mengenai buku tersebut. Maka saya segera berangkat membelinya, mudah sekali kan, yippi! Untung buku itu belum sold out pas saya datang lagi ke Gramedia untuk membeli. Tapi memang udah nggak dipajang di depan pas bagian new arrival sih, saya nemunya di rak belakang dan tinggal dikit stoknya. Beli, pulang, baca, dan ternyata ceritanya sungguh-sungguh mengagumkan sobat-sobatqu. Penasaran? Baiknya kalian beli sendiri. Eit tapi tunggu dulu, baca sedikit ulasannya di sini akan lebih baik sebelum baca lengkapnya sendiri. Jadi, simak terus ke bawah yua!

Pas habis dibeli, bukunya dikemas dalam plastik bening selayaknya buku baru lah yaw. Lalu di dalamnya barulah ada sebentuk Aroma Karsa dalam cetakan lembar-lembar kertas kotak yang dijalin rapi. Ukuran bukunya tidak terlalu besar, tapi cukup tebal, 724 halaman. Ini penerbitnya adalah Bentang. Sampulnya cantik gais. Kalau cuma sekilas dilihat memang kesannya biasa, tapi setelah diperhatikan sungguh keren. Ada lukisan jalinan tanaman gitu beserta rangkaian bebungaan dan makhluk hidup kupu-kupu dan burung yang mengitari judul buku yang font-nya juga dibentuk cantik kayak ukiran. Warna sampulnya juga bagus, kalem sehingga nggak ngebanting fokus dari judul dan ilustrasi. Di dalam buku ada pembatasnya juga, dengan warna dan ilustrasi yang kurang lebih sama meskipun skalanya berlainan. Itu sampul depan dan pembatas buku, yang dijelaskan adalah judul dan nama pengarang - ada di atas. Nah kalau sampul belakang, isinya sedikit sinopsis ringkas. Tentunya masih dikitari gambar jalinan bunga dan tawon atau apalah itu. Ini saya kutipkan sinopsisnya supaya kalean tyda capek nge-zoom foto untuk membacanya.


Dari sebuah lontar kuno,  Raras Prayagung mengetahui bahwa Puspa Karsa yang dikenalnya sebagai dongeng ternyata tanaman sungguhan yang tersembunyi di tempat rahasia. Obsesi Raras memburu Puspa Karsa, bunga sakti yang konon mampu mengendalikan kehendak dan cuma bisa diidentifikasi melalui aroma,  mempertemukannya dengan Jati Wesi. Jati memiliki penciuman luar biasa. Di TPA Bantar Gebang, tempatnya tumbuh besar, ia dijuluki si Hidung Tikus. Dari berbagai pekerjaan yang dilakoninya untuk bertahan hidup, satu yang paling Jati banggakan, yakni meracik parfum. Kemampuan Jati memikat Raras. Bukan hanya mempekerjakan Jati di perusahaannya, Raras ikut mengundang Jati masuk ke dalam kehidupan pribadinya. Bertemulah Jati dengan Tanaya Suma, anak tunggal Raras, yang memiliki kemampuan serupa dengannya. Semakin jauh Jati terlibat dengan keluarga Prayagung dan Puspa Karsa, semakin banyak misteri yang ia temukan, tentang dirinya dan masa lalu yang tak pernah ia tahu.

Buku ini terdiri dari banyak bab dengan judul-judul unik pada tiap sub. Trus alurnya maju mundur sebentar berpandangan retrospektif lalu berada di masa kini, gitu lah bolak balik. Tapi bagusnya nggak bikin bingung kok saat kita dibawa ke setting waktu yang lain. Ada banyak tokoh dalam buku ini, dan nyaris semua megang peranan penting, tapi yang benar-benar sentral sih beberapa aja. Maksud saya tuh, banyak tokoh yang muncul di bab-bab tertentu dan penting untuk keperluan membangun cerita di situ, tapi mereka nggak ada di bab-bab lain. Cuma ada segelintir nama yang muncul terus-terusan sejak awal sampai akhir buku, begitu. Pertama saya baca buku ini, di bab satunya ada nama pada judul yang semula saya kira bakal jadi tokoh utama - walau di sinopsis belakang sampul nggak disebut-sebut ya. Tapi ternyata bukan. Lalu ada nama lain muncul di bab satu, ini yang akan nongol terus-terusan juga sampai ke nyaris akhir buku, tapi sebenarnya bukanlah tokoh yang utama banget menurut saya. Soalnya dari pemahaman saya, yang jadi sentral cerita ini tuh dua karakter yang nanti perlahan dikenalkan setelah lewat bab satu. Jadi bab satu ini tuh semacam prolog atau pembukaan cerita. Mulai ngenalin nanti ini konflik utamanya dibawa ke mana dari prolog - ya sebuah cerita tidak bermaksa bukan kalau tanpa konflik? Bab pertama dalam Aroma Karsa ini berlatar waktu di masa lampau dari sekarang, tapi nggak bisa saya sebut retro sih karena ini masih awal, belum ada yang dibalikin ke mana-mana. Baru nanti di bab berikutnya ber-setting di masa kini yang jauh dari jaman dahulu. Selanjutnya banyak flashback antara masa kini dan masa lalu.

Perburuan tiga generasi Prayagung demi menemukan bunga ajaib Puspa Karsa. Cerita awal dimulai dari perkenalan Janirah Prayagung sang anak abdi dalem keraton dan Raras cucunya. Tokoh Janirah ini digambarkan begitu curious terhadap segala sesuatu saat ia kanak-kanak, makanya ia dapat menemukan harta karun yang kelak diwariskan ke cucunya di masa tua beserta sebuah misi. Raras di awal digambarkan polos-polos aja, dan dalam beberapa bab selanjutnya saya menganggap ia seorang professional wanita sukses, terutama dalam karir dan kehidupan sosialnya. Lalu dimunculkanlah tokoh Jati Wesi sesudahnya, yang pertama-tama saya anggap pemuda Bumi biasa tapi dialah sang tokoh utama sesungguhnya. Perkenalan Jati dikemas beserta hiruk pikuk kehidupannya di TPA - bukan taman pengajian anak tapi tempat pembuangan akhir tentu saja - dan multi pekerjaan yang ia jalani. Bersama Jati, nanti akan pelan-pelan dimunculkan Nurdin Suroso dan Khalis Batarfi, juga Anung yang ketiganya boleh disebut punya peran bapak dalam hidup Jati. Kelak dengan timbulnya konflik, baru ada tokoh baru Tanaya Suma yang arti namanya adalah anak bunga, putri tunggal Raras tapi padahal bukan. Yha pokoknya rahasia hidup Suma akan terbongkar nanti di bab belakang-belakang. Suma ini tokoh sentral juga untuk mendampingi Jati kelak.

Ceritanya luas nggak cuma berkisar mereka, banyak tokoh pendukung yang terlalu memenuhi pos kalo saya sebut satu-satu. Awal sampai pertengahan buku dengan bagian tengah ke belakang memberikan kejutan berbeda. Tokoh yang semula di awal saya anggap protagonis tahunya di akhir justru jadi perancang semua skenario jahat dan tokoh yang nggak disangka-sangka justru jadi kunci penentu kisah. Nyaris di akhir-akhir buku, ada beberapa karakter baru yang baru ditampilkan. Mereka sungguh-sungguh penting walau porsinya tidak banyak, sebagian berasal dari lokasi tak terduga dengan kisah mencengangkan pula. Di saat-saat klimaks penemuan Puspa Karsa, ada tokoh-tokoh yang dimatikan, tapi di sini lah misteri mulai terkuak. Ending cerita ini agak ngambang, semacam tidak benar-benar selesai gitu, kayak masih bisa bersambung dan membuat penasaran karena pembaca dapat merangkai sendiri kelak bagaimana hidup Jati dan Suma seterusnya.

Indra penciuman dan kaitannya dengan perfumery menjadi benang merah Aroma Karsa. Saya dari dulu tahu kalau parfum memounyai tiga not aroma tapi nggak pernah benar-benar paham sampai baca buku ini. Banyak pengetahuan baru yang termuat, mulai dari perbendaharaan aroma, isi dan cara kerja sebuah olfaktorium, jenis anggrek, sampai medan mendaki gunung. Dengan banyaknya riset yang dilakukan Dee sebelum menulis Aroma Karsa ini, menjadikan bukunya begitu berbobot walau fiksi dan super epik. Saya mulai baca buku Dee dari Perahu Kertas. Pada waktu itu saya anggap bukunya menarik tapi nggak wow, kayak novel remaja biasa aja. Setelah mengenal Supernova - walau telat - saya baru mulai membuka mata dan salut sepenuhnya sama penulisnya yang cerdas dan berani mengangkat tema di luar jalur umum pada masa itu. Rectoverso juga saya jadi tertarik bacanya setelah ada Supernova - dan terutama karena udah dengar lagu untuk satu cerpen di dalamnya. Tapi dari semua itu, pas baca Aroma Karsa saya baru beneran jatuh cinta sama bukunya Dee. Padahal sebelum baca saya pesimis kan dan nggak langsung beli. Aliran Aroma Karsa ini mirip Supernova tapi beda di pemilihan tema dan latar belakangnya. Kalo Supernova mengarah ke scientific, Aroma Karsa lebih ke perpaduan kisah kuno dan modern dengan sentuhan gaib yang kolosal. Fiksi yang agak ngawang fantasinya dari kedua judul di atas menurut saya agak mengingatkan pada Harry Potter atau LOTR versi lokal, meskipun yaa masih agak jauh. Meskipun begitu, tetap keren ya karena baru kali ini saya nemu penulis lokal yang bisa bikin karya begitu. Haibat sekali Mbak Dee!

Oh ya, waktu pertama saya tahu soal tokoh Jati dan dunia penciumannya dengan parfum-parfum itu, sekilas membawa saya ke ingatan jaman awal masuk kuliah. Saat itu lagi jam kosong dan saya beserta beberapa temen lain lagi nongkrong di kos salah satu kawan baru, nonton film dari laptop. Filmnya serem, apa sih genre-nya Perfume: The Story of a Murderer? Pokoknya itu film berkisah tentang pembuat parfum luar biasa dengan kekuatan penciuman supernya sejak bayi yang kelak menjadikan dia pada masa dewasa menjadi pembunuh manusia untuk diekstraksi menjadi parfum, hii sungguh dark. Tapi Jati berbeda. Jati ini sosok pemuda sweet kok bukan murderer, dan kemampuan penciumannya bukan untuk merenggut jiwa orang. Dee bikin tokohnya lovable sekali sih. Bicara soal Dee, selain suka bukunya sekarang saya juga ngefans sama orangnya. Padahal sebelum ini saya follow Instagram Dee juga enggak lho, tapi semua berubah sejak suatu hal. Saya udah nulis sedikit review soal Aroma Karsa di Instagram dan di-like sama Dee! Wow mengherankan sekali mengingat baru kali itu saya posting resensi buku dan disukai sama penulisnya langsung. Soalnya sebelum itu saya juga udah sering nulis resensi dari pengarang lain tapi beliau-beliau pada tidak aktif di Instagram - utamanya. Senang sekali Dee ternyata dekat dengan pembaca. Satu lagi yang bikin saya makin ngefans. Dewi Lestari awalnya kan penyanyi ya anggota grup vokal, tapi nyatanya sekarng bisa jadi penulis yang diperhitungkan. Jadi, ini mengajarkan pada saya bahwa orang bisa menjadi apa saja yang diinginkan selama dia mengerjakannya dengan sungguh-sunguh tanpa peduli latar belakang sebelumya ia adalah apa dan berasal dari bidang mana.

Aroma Karsa sungguh bagus, dan setelah saya baca saya senang sekali bisa merekomendasikannya ke kalian semua. Baca juga ya, habis itu kalian bisa ikutan menulis pendapat soal bukunya dan share supaya makin banyak yang tertarik ikutan baca. Oke sekian dulu tulisan saya hari ini, mohon maaf lahir dan batin bila selama aktif di Blog saya ada salah-salah yang disengaja maupun tidak. Sampai jumpa di pos berikutnya, see you love!

2 komentar:

  1. Buku ini juga ada di wishlist ku beberapa bulan terakhir ini, tapi belum kesampaian. Kalah mulu sama kebutuhan yang lain. Padahal aku sudah penasaran bingit sama ceritanya. makin penasaran lagi sekarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sini main ke rumahku nanti aku pinjemin bukunya hohoho :P.

      Hapus