Sabtu, 20 April 2019

[Review] Supernova - Dee Lestari

Assalamualaikum semua! Saya barusan tengok tampilan Blog dan ngerasa kalo makin tahun tuh jumlah tulisan saya makin berkurang, hahaha! Nggak apa-apa deh, bagi saya sekarang kualitas lebih penting dibanding kuantitas. Ini tahun keempat saya punya Blog Dessy Journal, yippie! Ulang tahun Blog saya bulan Maret kemarin, tanggalnya cek aja di tulisan pertama saya waktu mulai blogging. Bulan lalu kayaknya saya sama sekali belum menyinggung soal ini ya? Ingat sih sebenernya, tapi momennya lagi pas sedih bat jadi nggak mood gitu ngebahas ulang tahun. Nah hari ini saya mau nulis review buku. Buku apakah itu? Ini random aja sih ngambilnya dari rak lemari buku saya, urutan dari bawah biar nanti teratur kalau mau review lagi tinggal ambil atasnya terus gitu. Sebuah seri terdiri atas enam buku. Fenomenal menurut para pembaca yang sudah lebih dulu menyelesaikannya dibanding saya. Supernova!


Ini dia tamapilan keenam bukunya dilihat dari samping. Karena ada enam dan ini serial yang bersambung sangkut paut antar satu buku pendahulu dengan lanjutannya, maka proses pembuatannya sudah pasti makan waktu. Jadi jarak terbitnya juga tidak seketika, melainkan bertahun-tahun. Buku pertama terbit sudah lama, sejak saya belum tahu Supernova dan mungkin kalau dulu udah baca nggak ngeh juga sama isinya. Saya baru mulai beli dan baca setelah buku terakhir sudah dicetak. Pertamanya sih, udah sering lihat bukunya dipajang di rak toko buku. Berderet-deret gitu seri satu sampai urutan selanjutnya dengan sampul yang tidak menimbulkkan pemahaman bagi awam, dan judul yang aneh bagi saya kala itu. Lalu saya kita itu buku puisi. Karena saya bukan penyair dan tidak berjiwa puitis, lantas tidak punya minat beli. Tapi lalu saya lihat nama penulisnya Dee Lestari. Saya udah pernah baca karya Dee sebelumnya dan termasuk dalam jenis bacaan yang akan saya selesaikan. Jadi mulailah saya penasaran lalu beli. Lupa waktu itu sebelum beli googling dulu enggak mengenai sinopsisnya, tapi kemudian saya sempat googling juga pas udah baca. Lupa juga pertama beli berapa buku dulu tapi seingat saya nggak langsung semua melainkan nyicil. Terakhir beli yang seri pamungkasnya itu, beli satu buku doang.

Saya amatiran dalam menulis resensi buku. Rasanya masih sulit begitu. Kalau skincare atau makeup sih mudah dikulik bagi saya karena toh tinggal dilihat dan dirasakan. Kalau buku saya musti baca sampai paham isinya baru nulis apa yang saya dapat darinya. Tapi saya akan berusaha menulis dengan baik dari hati. Nah saya akan me-review buku ini berdasar ingatan yang nempel dan kesan atau apapun yang saya dapat setelah membaca ya. Nggak akan panjang lebar bertele-tele, bukan mau ngetikin ulang detail isi ceritanya kayak ngeringkasin. Oh iya sebenernya untuk sinopsis, kalian bisa baca secuplik dari sampul belakang pas jalan-jalan di toko buku. Malah kadang ada buku yang bisa dibaca gratis juga kalau beruntung. Kalau males ke toko buku? Ayolah gengs jalan-jalanlah ke tempat yang bermanfaat bernama toko buku itu. Toh nggak wajib beli. Kalau malas terus bagaimana bisa mencalonkan diri jadi presiden kelak?

Hmm, baique saya sudah nulis tiga paragraf. Saya kalo nulis bisa selancar bis antar kota, tapi kalo ngomong kenapa jadi mati gaya. Emang bakatnya bicara lewat tulisan ya. Bentar break ngelamun dulu. Maap ya. Oke, sekarang langsung ke buku pertama saja.

Ksatria, Putri, & Bintang Jatuh


Dibuka dengan hubungan Dimas dan Reuben sebagai sesama jenis yang tinggal serumah dan saling mencintai dengan cara mereka. Berdua, nulis sebuah cerita untuk merayakan hari jadi. Ya entah bagaimana ini nulis di dalam karya tulis. Mereka sebut itu roman, kisah cinta segitiga lah pokoknya. Nah kisah yang mereka tulis ini ternyata paralel sama kehidupan nyata, ada yang mengalami hal persis sama isi tulisan mereka. Tapi tentu saja nama tokohnya berbeda. Ada Ferre yang mencintai Rana seorang wanita bersuami, dan sebuah platform website atau apalah itu jaringan milis mungkin yang sempat ngetren di zamannya dulu - atau malah newsletter sih saya lupa - bernama Supernova yang merupakan Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh dalam roman Dimas dan Reuben. Lalu muncul tokoh Diva, pelacur kelas atas pengelola Supernova katakanlah begitu. Diva ini ketemu sama Ferre yang patah hati karena Rana memilih tetap bersama suaminya trus mereka berteman sampai nantinya Diva di akhir buku akan pergi traveling.

Buku pertama sarat akan teori fisika yang mendasari roman kedua gay. Yha memang berat gais cerita perselingkuhan saja kok pakai teori fisika. Bukan sekedar pesawat sederhana fisikanya anak SD pula, tapi pokoknya isi fisika yang saya nggak nyampai otaknya karena waktu ujian nasional SMA saja nilai fisika saya cuma tujuh. Saking buanyaknya teori fisika yang dikemukakan Dee lewat tokoh Reuben - seingat saya Reuben sih yang maniak fisika dalam roman sementara Dimas menulis sisi dramanya - saya banyak skip halaman dari buku ini. Soalnya baca juga lewat di mata saya doang, meres otak pahamnya nggak plong. Saya sempet searching juga biar lebih paham tapi malah pusing. Jadi ya lewatin aja. Saya sampai heran waktu melihat teosri fisika yang hampir memenuhi halaman buku, dengan kecerdasan pemahaman fisika semacam itu kenapa Dee tidak memilih jadi astronot saja alih-alih penulis fiksi? Selain fisika, banyak juga puisi romantis sampai sehalaman penuh atau bahkan lebih kayaknya dari Ferre untuk Rana. Saya skip juga. Soalnya saya itu sama sekali nggak romatis dan nggak suka puisi apalagi yang cinta-cintaan. Oh Tuhan sudah terlalu lamakah aku sendiri sampai membaca puisi cinta saja aku alergi? KPBJ, buku pertama kurang saya nikmati. Sudah pernah difilmkan, tapi saya sendiri nggak nonton.

Akar


Dibuka dengan kabar hilangnya Diva saat traveling ke hutan di luar negeri yang diterima oleh Gio. Saya lupa Gio ini sudah muncul belum di buku pertama, tapi dia ini temannya Diva. Trus pindah cerita. Jadi begini, Supernova ini akan merangkum banyak tokoh dengan perjalanan kisah masing-masing jadi jangan heran kalau dalam satu buku bisa ada keping-keping cerita berbeda.

Dulu, saya naksir sama satu seniman tato. Huahahaha! Terus seneng banget baca buku kedua karena isi pokoknya menceritakan perjalanan tukang tato. Bodhi, meskipun dari fisik digambarkan Dee tidak proporsional sebagai manusia untuk bisa dibilang ganteng, tapi saya cinta. Termasuk saya cinta alur ceritanya walau sekarang nggak ingat banget urutannya. Bodhi yang dibesarkan oleh biksu di Vihara karena ia yatim piatu saat ditemukan. Bodhi yang punya penglihatan khusus, lalu pengembaraannya ke Bangkok hingga nomaden di sana. Kerja apa saja, yang pasti makan dan tinggal seadanya. Ketemu banyak kawan backpacker yang pada dalam proses berkelana keliling dunia, sampai jadi pekerja di ladang ganja - marijuana juga apa ya. Trus ada part ketemu Star yang cantik tapi Bodhi sulit tergoda dan Kell yang mengajari Bodhi cara menjadi tattoist. Suka banget, saya sampai baca juga Dasar Pokok dalam Tato Modern sampai menjelajah ke Wikipedia baca-baca semua hal yang bisa saya temukan soal tato. Bukannya saya ingin jadi seniman tato, tapi ya mendadak tertarik aja sampai taraf yang bisa menggerakkan kemalasan jadi rajin mencari infomasi mengenai hal terkait. Nanti di akhir Kell akan meninggal kena ranjau di daerah konflik. Trus Bodhi pulang kampung ke Indonesia sampai ketemu Bong dan ikut komunitas punk sebagai mentor lah istilahnya.

Pernah baca, Bodhi ini karakternya dibangun dari sosok nyata Budi Dalton yang seniman juga. Lebih jelasnya saya kurang tahu karena cari-cari informasi sampai kepo social media-nya beliau juga nggak banyak penjelasan lebih lanjut tentang hal ini.

Petir


Balik ke Dimas dan Reuben lagi yang dapat email dari Gio dan memberi awal pengetahuan bagi mereka tentang Supernova. Di keping lain ada kisah berbeda. Lucu buku ketiga ini, komedi lah isinya. Tentang si konyol Elektra mojang Bandung yang bisa nyetrum tinggal bersama Watti kakaknya dan ayah Dedi. Sampai suatu ketika Dedi meninggal dunia, kakaknya ikut sang suami, dan Elektra tinggal sendiri di rumah besar bergaya kolonial. Jadi pengangguran setelah lulus kuliah, Elektra mencoba berbagai peruntungan untuk menyambung hidup. Bertemu Ibu Sati penjaga toko barang supranatural sekaligus pegiat yoga yang kemudian jadi gurunya, trus pergaulan Elektra dengan teman-temannya sampai kenal Toni alias Mpret, menjadikan Elektra tumbuh menjadi pengusaha warnet dan praktisi terapi listrik. Lalu nanti di ending, muncul Bong saudara Toni.

Partikel


Kalau buku pertama sampai tiga lumayan tipis, seri keempat ini mulai tebel nih. Bercerita tentang Zarah dan hubungannya dengan sang ayah Firaz yang mendidik secara tidak konvensional. Disinggung sedikit soal biologi di sini, namun tidak serumit fisika kuantum jadi saya masih nyambung. Firaz hilang setelah banyak kejadian aneh, termasuk hubungannya dengan sebuah tempat misterius bernama Bukit Jambul. Lalu Zarah memulai perjalanan panjang, semacam pelarian kehilangan sosok orang tercinta dan pencarian karena tak percaya ayahnya pergi tanpa ada tempatnya. Dari masuk sekolah karena semula semacam home schooling saja dengan ayahnya. Punya teman Koso yang akhirnya pindah. Suka fotografi sampai menang lomba foto satwa dan dapat hadiah mengunjungi pusat konservasi orangutan di Tanjung Puting, Kalimantan. Lalu Zarah mendadak tak ingin pulang ke Bogor. Tinggal di pusat konservasi, menjadi ibu asuh bagi Sarah bayi orangutan. Part nangis saya ada di saat Zarah pamit meninggalkan Sarah karena akan meneruskan perjalanannya dengan berkembang ke London, ikut tim National Geographic gitu kalau nggak salah sama Paul. Di sana beberapa lama, ketemu Koso lagi yang kini jadi dancer pemenang kontes pencarian bakat. Menjalin asmara yang kemudian kandas dengan Storm yang ditemui saat pameran foto. Lalu Zarah ketemu petunjuk penting mengenai pencariannya, juga hidupnya, dari Simon yang pemercaya UFO, alien, crop circle dan segala macam anomali semesta.

Gelombang


From zero to hero, tepat menggambarkan perjalanan hidup Alfa yang insomnia akut karena takut tidur panjang. Alfa, dari kampung halaman Bataknya dihantui mimpi aneh berulang sejak upacara adat. Kemudian banyak orang pintar berebut Alfa menjadi muridnya sampai ada yang mencelakakan Alfa. Lalu sekeluarga pindah ke Jakarta hingga Alfa terbawa perantauan jauh hingga Amerika untuk menyambung ekonomi keluarga. Jadi imigran gelap, untuk sekolah sambil bekerja, Alfa tinggal di semacam rumah susun lintas negara. Sampai Alfa bisa kuliah bersama dua sahabatnya, masuk jaringan bisnis bergengsi - Wall Street saya nggak ngerti amat - yang merubah statusnya menjelma jadi eksekutif muda kaya raya. Tapi Alfa jomblo, jadi kawan-kawannya beinisiatif mencarikan pasangan sampai ketemu situs kencan buta. Di situ muncul Ishtar, kita mengenalnya sebagai Star yang ketemu Bodhi di buku kedua. Lalu Alfa menempuh perjalanan demi kesembuhan untuk sulit tidurnya. Ke klinik gangguan tidur, hingga ditemukan mekanisme pertahanan Alfa menghadapi mimpi buruknya. Sampai perjalanan ke Tibet, dan mulai menemukan rahasia besar yang tak pernah terbayang olehnya sebelumnya. Pulang ke Indonesia naik pesawat, Alfa jejeran sama Kell yang ternyata masih hidup.

Sementara itu, Gio mencari hilangnya Diva di Amazon. Amerika kan ya. Trus pencariannya buntu di Tambopata entah mana itu kayaknya Amerika juga. Gio tinggal di luar negeri tuh sambil usaha travel kalo nggak salah bareng temennya. Lalu muncul seorang pria yang mengarahkan Gio ke sebuah misi pencarian baru. Saya lupa Gio ini nyari Diva sejak buku ke berapa, dan ketemu pria misterius kapan urutannya tapi pokoknya ada part itu. Pria ini ngasih Gio sekantung batu sebagai semacam petunjuk.

Mulai Gelombang, Supernova yang pas awal saya rasa semacam buku fisika psikologi, trus jadi komedi lalu biografi, menunjukkan jati diri sebagai buku fiksi ilmiah semacam Harry Potter atau The Lord of the Rings. Tapi kalau dua itu, konsisten dalam aliran sejak buku pertama sampai tamat. Kalau Supernova enggak. Bikin saya agak heran, kenapa terasa berubah dari kesan yang saya dapat pas membuka buku pertama. Dari semacam fisika psikologi jadi cerita fiksi ilmiah kan jauh ya. Mungkin pas awal nulis Dee belum merencanakan kelanjutannya mau seperti apa atau berubah pikiran di tengah jalan, entahlah.

Inteligensi Embun Pagi


Buku terakhir, paling beda dan paling tebal dengan warna cover putih sementara lainnya hitam semua. Seri pamungkas, penutup yang mempertemukan seluruh tokoh utama dari buku satu sampai lima. Bemula dari Gio dulu yang ikut upacara Ayahuasca - saya nangkapnya sih ini kayak efek meditasi gitu - trus dapat pencerahan untuk pulang ke Indonesia. Ketemu Dimas dan Reuben, mereka menelusuri Supernova sampai ke identitas di baliknya dan segala hal mengenainya. Terus di Bandung, Elektra ketemu Bodhi - mungkin berobat terapi listrik - lalu mereka barengan mendapat penglihatan tentang sebuah tempat bernama Asko. Zarah juga pulang balik ke Bogor. Alfa sama Kell tadi udah saya sebut kan barengan satu pesawat ke Indonesia. Lalu mereka semua bertemu. Terkuaklah soal Gugus Asko, Peretas, Infiltran, Sarvara, dan ketersinambungan antar mereka semua. Asko adalah tempat dimana Peretas dengan kode masing-masing punya semacam bangunan berisi program mereka atau apalah semacam itu susah saya menjelaskannya. Sekilas saya teringat perkemahan blasteran Percy Jackson waktu membayangkan Asko. Peretas dibantu Ilfiltran, dan ada Umbra punya misi melawan Sarvara. Identitas Peretas ini dipegang Bodhi dengan unsur penglihatan istimewanya mampu memandang aura dalam garis dan warna - anggaplah begitu. Lalu Elektra si Petir, Zarah Partikel, Alfa Gelombang, dan Gio yang tidak cukup istimewa untuk dibuatkan buku sendiri. Selain mereka diceritakan juga Peretas dari gugus lain pada eranya sendiri, bahkan Firas dulunya Peretas. Bong juga, Ferre dan Rana, serta Diva. Trus Toni juga kayaknya, Tapi lalu Toni diceritakan sebagai Umbra trus jadi Peretas. Puanjang penjelasannya jadi lebih paham soal semua istilah ini dan cerita masing-masing dengan baca langsung bukunya.

Buku terakhir sarat akan ajaran Buddha, teori reinkarnasi atau samsara dengan lingkaran pemutus jika manusia yang meninggal sudah selesai semua urusannya - saya rasa begitu - tapi akan kembali lahir lagi jiwanya dalam tubuh lain jika masih berdosa atau punya urusan yang belum selesai. Nah konsep fiksi ilmiah di sini juga begitu. Peretas adalah manusia yang punya misi dalam hidup, mereka dibantu Infiltran untuk membebaskan diri - maksudnya mungkin menjalani hidup sesuai jati diri - untuk nanti menyelesaikan misi membantu sesama membebaskan diri juga. Contohnya Diva di balik identitas Supernova membantu orang untuk curhat online guna membebaskan beban psikis dan mencerahkan jiwa. Orang yang sudah terbebaskan tidak akan berreinkarnasi lagi. Tapi ada Sarvara yang misinya menggagalkan misi Peretas bersama Infiltran. Sarvara ini jadi kayak godaan untuk penghalang terhentinya jerat samsara. Jadi lalu mereka bertiga perang begitu. Umbra adalah manusia perantara untuk membantu Ilfiltran menghubungi Peretas. Peretas terdapat dalam diri manusia pilihan, yang semula lupa ingatan lalu menjalani hidup sebagaimana layaknya orang biasa, sampai bangun dari amnesianya untuk menjalankan misi. Dalam proses kembalinya ingatan ini, diikutin oleh Infiltran dan Sarvara. Jika Peretas mati, maka akan dilahirkan kembali. Saya lupa ini berlaku kalau misinya gagal, atau termasuk saat berhasil juga. Seingat saya cuma dibilang akan lahir lagi tapi nggak ada penjelasan lebih lanjut - atau saya kurang cermat aja. Nah kalau berlaku total lalu reinkarnasi ke tubuh lain, mungkin dengan nama dan kode lain juga saya nggak tahu. Tapi bingung deh kalau mereka reinkarnasi terus berarti nggak ada hubungan sama berhentinya samsara saat urusan selesai dong? Atau memang khusus begitu untuk Peretas selalu kena samsara karena punya tugas tersendiri. Infiltran dan Sarvara tidak pernah amnesia dan tidak pernah mati.

Pokoknya lalu perang antar tim Peretas kita melawan Sarvara. Ibu Sati dan Simon ternyata Sarvara, tetua di kampung Alfa yang saya lupa namanya juga, dan nanti dia muncul lagi meski dalam sosok lebih muda. Dan Ishtar, ternyata Sarvara juga! Siapa laginya, saya lupa apa cuma itu atau masih ada yang perlu disebut namanya. Barisan Infiltran ada Kell, Pak Kas yang sempat muncul di Partikel sebagai guru fotografinya Zarah tapi nggak saya singgung di atas, trus ah lupa ada satu lagi siapa dan entah mungkin berapa lagi juga. Lalu Firaz ternyata sudah meninggal di Bukit Jambul yang ternyata portal sama kayak bukit di kampung Alfa menuju Asko apa ya. Tapi Firaz ini dibangkitkan kembali sama Simon dengan nama Bumi, sebagai anaknya dan dikonversi menjadi Sarvara. Ya bisa konversi-konversian gais. Nantinya di ending Alfa meninggal pas perang. Meninggalnya kesambar kekuatan listrik petir, mengingatkan saya akan Aang si Avatar kena kekuatan petir pas berantem sama Azula dan Zuko. Ishtar dan Alfa punya hubungan cinta yang rumit, dengan salah satu harus mengejar, menemukan, mengingatkan, dan kehilangan satunya lagi saat terbunuh untuk dilahirkan kembali kelak. Alfa ternyata dalam diri Peretasnya, telah menyusun skenario untuk keberhasilan Gugus Asko tim mereka dengan merelakan nyawanya sendiri. Saya sedih, marah, dan kecewa saat part Alfa meninggal. Soalnya setelah Bodhi, saya suka Alfa juga dalam seri ini. Rasanya kayak kehilangan pacar yang tak pernah dimiliki. Kalau kamu pernah merasakan kehilangan seperti saya, pasti tahu kadar sakitnya. Dulunya ada gugus lain yang gagal, ya gugusnya para Peretas lain yang saya sebut di atas tadi. Anggotanya sudah amnesia lagi yaitu Bong yang diceritakan, walau ada juga yang enggak. Trus Toni di sini jadi Peretas begitu, walau dulu kayaknya udah Peretas, lalu Umbra. Ah si Mpret ini kebanyakan peran bikin bingung saya.

Pokoknya lalu akhir buku, malah ditutup sama recehan asmara Gio sama Zarah yang dikatakan kelak akan melahirkan Peretas Puncak berkode Permata. Jadi ending-nya tidak benar-benar tamat, ada cerita lanjutan yang nggak diteruskan lagi tapi ada. Jujur saja saya nggak suka ending percintaan gini, retjeh bosque. Lalu para Peretas melanjutkan hidup dengan identitasnya yang sudah terkuak. Begitulah selesai keenam buku. Saya lupa Sarvara dan Infiltran bagaimana, ya mereka walau dikalahkan dalam satu perang akan tetap ada. Terlalu panjang, rumit dan berbelit-belit kalau saya lebih banyak nulis lagi jadi segini saja. Kalau penasaran, silahkan baca sendiri aja yaa. Sudah dulu ah review buku saya hari ini, semoga kalian menikmati. Terimakasih sudah baca dan semoga bermanfaat!

Senin, 15 April 2019

[Review] Focallure 18 Shade Eyeshadow Palette Twillight Collection

Assalamualaikum semua! Hari ini saya mau nulis review tentang makeup. Bukan produk baru sih, ini saya punya udah lama. Udah sering pakai juga produknya. Merupakan salah satu produk decorative yang cukup esensial dalam ber-makeup, yang mau saya review kali ini adalah eyeshadow palette! Dulu pas masih awal-awal belajar makeup saya nggak langsung beli eyeshadow palette, belinya yang compact kecil-kecil dulu. Trus lama-lama kepingin juga punya satu palette yang beragam warnanya, jadi bisa puas mix and match eyeshadow look. Setelah beli satu palette, saya tertarik beli-beli lagi. Termasuk ini nih yang mau di-review sekarang. Eyeshadow palette-nya Focallure Twillight!


Focallure merupakan merek dagang asal China yang terkenal dengan harga terjangkau tapi kualitas bisa dibilang bagus. Brand ini mengeluarkan produk-produk makeup, tapi sejauh yang saya kenal paling terkenal lini eyeshadow palette-nya. Focallure memang punya beragam variasi eyeshadow palette, dikit-dikit keluar yang baru sampai saya nggak tahu sebenernya mereka sudah punya berapa jumlah produk eyeshadow palette. Saya beli varian Twillight. Alasan belinya karena waktu itu kepingin punya eyeshadow palette dari Focallure, trus searching di Google yang paling sering muncul tuh Twillight jadi dapat pandangannya milih ini. Beli online waktu itu dengan harga Rp.166.000 belum termasuk ongkos kirim. Lupa saya nama seller atau online shop-nya, tapi produk ini mudah sekali kok ditemukan penjualnya karena bertaburan di dunia maya. Harga produk sangat bervariasi tergantung tempat pembelian, saya nggak tahu sebetulnya harga asli dari pabrik berapa tapi yang beredar tuh kisaran harganya di bawah dua ratus ribuan. Ini termasuk murah kalau menurut saya untuk ukuran eyeshadow palette impor.


Focallure mengemas eyeshadow Twillight-nya dalam box karton doff berwarna seperti senja waktu matahari mau terbenam. Nuansanya tuh elegan mysterious dengan perpaduan warna coklat sebagai dasar dan digradasi pakai warna merah menuju orange kekuningan. Pandangan pertama, saya suka warna box ini. Di tengah box ada persegi berisikan nama produk yaitu 18 Shades Full Function Palette Twillight The Limited Edition Focallure. Wuih panjang sekali ya namanya dan ternyata ini tuh nggak disebut eyeshadow melainkan full function palette. Oke jadi saya ralat pernyataan di atas yang mengatakan bahwa ini adalah eyeshadow palette. Tapi nggak salah-salah amat juga sih saya katakan begitu, karena toh palette ini kebanyakan saya pakai untuk eyeshadow.


Box ini dalamnya berisi satu palette persegi panjang dengan bahan cardboard di luarnya. Desain dan warnanya sama persis seperti box, cuma ini glossy mantul gitu lapisannya. Pada sisi belakang paduan warnanya masih sama, tapi dengan lebih banyak tulisan yang tertera dalam persegi hitam di tengah kemasan. Ada tulisan nama produk lagi tapi beda sama yang ditulis di depan. Di belakang ini nulisnya sama kayak yang saya ketik di judul. Gimana sih ini Focallure? Sekarang baru disebut kalau ini tuh eyeshadow palette. Ah bikin pusing aing. Yaudah ralat lagi pokoknya ini mah eyeshadow palette, saya nggak salah sebut.

Keterangannya ditulis dalam bahasa Inggris, kira-kira begini terjemahan saya. Ini merupakan eyeshadow koleksi penting dengan delapan belas shade termasuk warna netral dan tema warna berry, mungkin maksudnya antara pink ke merah ke ungu ya. Formulanya tahan hingga berjam-jam dengan ukuran yang mudah dibawa sehingga praktis untuk pemakaian saat bepergian. Trus ada ingredients yang silahkan baca sendiri di foto. Lalu lambang PAO atau period after opening yang mencapai 24 bulan dan lambang daur ulang, juga lambang kelinci cruelty free yang artinya produk tidak melakukan percobaan pada binatang dalam proses pembuatannya. Ini agak meragukan sih bagi saya karena produknya dibuat di China yang notabene dikatakan melakukan animal testing pada produk kosmetik buatan negaranya. Saya udah searching dan nemu artikel tentang penghapusan animal testing di China tapi artikel tersebut bertahun 2019 yang artinya baru tahun ini sementara saya beli Focallure Twillight udah tahun lalu. Tapi ya semoga saja beneran cruelty free karena saya penyayang binatang yang nggak suka mereka dijadikan subject uji coba demi kepuasan manusia. Oh iya lalu di belakang nama produk ini tadi ada tulisan FA-40 yang saya rasa adalah kode varian Twillight. Karena ini produk eyeshadow fungsinya tentu untuk makeup area mata, tapi pernah juga saya pakai untuk blush on karena warnanya kebetulan sesuai.


Kemasan cardboard Focallure Twillight ini ringan, kalo diketok berasa rapuh seperti saya. Nggak kokoh gitu rasanya, tipis juga bagian tutupnya yang waktu dibuka sisi dalamnya berwarna hitam lagi-lagi dengan nama produk tertera yang beda lagi penulisannya. Nah di balik tutup terdapat susunan delapan belas eyeshadow dalam jajaran tiga kali enam kotak-kotak warna. Kotaknya tuh ditanam dalam kemasan cardboard jadi nggak menonjol ke atas. Mereka dipisahkan oleh bagian sekat-sekat warna keemasan yang sekaligus jadi warna latar. Sisi dalam ini lapisannya masih glossy, dengan bagian yang warna emas agak holographic dan licin gitu jadi nggak gampang ketempel serbuk eyeshadow.


Kedelapan belas warna eyeshadow ini terdiri atas jenis matteshimmer, dan glitter. Warna matte-nya ada delapan sementara shimmer enam dan glitter empat. Tekstur masing-masing warna berbeda. Ada yang menurut saya keras chalky kayak megang kapur, ada yang sedang halus, ada yang empuk banget creamy kayak pigmen warna di-press. Belum lama ini kan Focallure baru saja mengeluarkan kolaborasi face palette-nya dengan salah satu beauty influencer ternama yang katanya itu produk udah dibuat prototype sejak lama walau baru diluncurkan sekarang. Trus setelah produk itu mulai dibuat dulu akhirnya palette-palette eyeshadow Focallure yang diproduksi berikutnya ngikutin formula eyeshadow dalam face palette tersebut. Saya nggak tahu Twillight ini dibuat kapan dan saya juga nggak beli palette kolaborasi Focallure, tapi menurut saya memang ada kemiripan sih antara palette ini sama yang disebut dalam review face palette mereka.

Sempet ragu mau ngasih lihat swatch eyeshadow palette ini atau tidak karena bingung naruhnya di mana. Di lengan takut nunjukin aurat, di kertas warnanya nggak kelihatan perbandingan sama kulit. Tapi setelah saya pikir dan pertimbangkan akhirnya saya putuskan nge-swatch juga di lengan. Mungkin kelak akan dihapus fotonya atau mungkin saya perlu pinjam lengan orang lain gitu buat swatch. Nah inilah swatch seluruh shade-nya, karena ada delapan belas warna jadi saya bagi dua. Kalau sekali langsung semua nggak muat tempatnya. Ini untuk dapat warna yang jelas semua warna matte-nya saya swatch berulang, ada yang cukup dua kali ada juga yang lebih dari empat kali seingat saya tergantung pigmentasi mereka. Kalau yang shimmer maupun glitter semua sekali aja intens. Mari kita mulai ya! Urutannya dari kiri atas lalu menyamping ke kanan trus ulangi bawahnya kalo dilihat dari posisi palette horizontal. Saya sekalian akan kasih deskripsi semua warna satu persatu dalam perbendaharaan kata-kata saya.



Naked
Ini yang saya bilang teksturnya keras chalky dan warnanya susah keluar. Untuk bikin swatch sampai keintensan warna di foto saya perlu ngambil produknya berulang-ulang. Agak powdery dan nggak mau nempel. Pas udah saya swatch dia menyerbuk gitu sampai bisa ditiup. Warnanya putih undertone pink samar. Di kelopak mata warnanya sama sekali nggak mau keluar. Malah kayak pakai bedak translucent gitu hasilnya.

Camel
Sama keras kayak Naked cuma ini sedikiit banget lebih nggak chalky. Warnanya krem terang kekuningan, di kelopak mata mau keluar tapi samar.

Tangerine
Teksturnya halus nggak sekeras yang dua pertama tadi dan ini warnanya langsung keluar sekali colek dan ulas. Sesuai dengan namanya shade ini berwarna orange. Segar banget, bisa saya pakai sebagai eyeshadow maupun digunakan untuk blush on. Semua warna matte setelah ini teksturnya sama kayak Tangerine kecuali yang saya sebut tidak jadi nggak saya jelaskan satu persatu.

Amber
Warna bata, antara orange atau kemerahan. Bagus kalau saya saya gradasi sama Tangerine karena senada.

Needfire
Shade shimmer pertama, teksturnya empuk creamy buttery bisa dilihat kan bekas jari saya nyoleknya. Ini yang saya bilang press pigment dengan warna coklat keemasan. Semua warna shimmer setelah ini teksturnya sama kayak Needfire, kecuali yang saya bahas tidak nanti.

Tiramisu
Warna maroon, antara merah dan warm brown.

The Palace
Warna mewah kecintaan saya, kuning emas shimmery! Bagus banget ini warnanya buat inner corner bahkan untuk topper bagian depan atau tengah kelopak mata. Kalau lagi iseng saya bisa gunakan ini untuk highlighter juga. Mancap!

Sun Ray
Nggak se-creamy Needfire teksturnya, ini biasa aja bukan press pigment. Warnanya krem shimmer.

Summon
Yang ini glitter. Warnanya unik, antara coklat kopi agak abu-abu tapi dual chrome ada hijaunya juga.


Byzantine
Warna glitter dual chrome lagi, biru dengan ungu.

Twillight Lavender
Cuma warna ini yang ada embel-embel nama palette-nya. Warnanya ungu plum.

Magic
Cool brown gelap.

Copper Rose
Warna mauve glitter.

Sunrise
Warna coklat karamel, ini teksturnya juga nggak terlalu creamy.

Party
Warna burgundy glitter.

Ruby
Pink gelap shimmer aja, teksturnya nggak creamy juga.

Rose Vale
Warnanya sama kayak Ruby, tapi ini versi matte.

Chili
Warna hitam keabu-abuan, ini chalky juga walau nggak sekeras Naked. Warnanya susah keluar juga padahal gelap.

Dari seluruh shade hampir semuanya kepakai sih oleh saya. Tapi tetep ada warna yang gagal menurut saya, yaitu dua warna matte teratas dan satu warna terakhir. Padahal ketiganya termasuk warna yang penting untuk eyeshadow loh, warna muda biasanya untuk transisi sementara gelap untuk outer cuma malah warna seesensial itu jelek kualitasnya. Kalau warna shimmer dan glitter semuanya kepakai, cuman paling sering saya gunakan tuh yang warna-warna netral. Cara pakai saya untuk eyeshadow dalam palette ini untuk warna matte-nya lebih baik pakai kuas, tapi yang shimmer atau glitter pakai jari apalagi dibasahin lebih mantap pigmentasinya. Pas dipakai untuk soal ada tidaknya warna yang rontok, itu tergantung keahlian si pemakai. Agar tidak rontok sih bisa dengan menepuk kuas eyeshadow-nya sebelum diaplikasikan ke kelopak mata, tapi kalau pakai jari sih nggak usah. Bisa juga dengan baking under eye biar nanti selesai pakai eyeshadow bedak yang kerontokan warna bisa disapu.

Warna matte dari eyeshadow palette ini daya tahannya cukup bagus, saya biasanya pakai seharian dan masih berwarna. Tapi warna shimmer dan glitter-nya cuma nyala di awal. Lama-lama akan redup gitu walau warnanya tetap nempel. Kesimpulannya sih saya suka produk ini, murah dengan warna yang banyak dan dipakai cukup bagus walau tidak sempurna. Saya cukup sering pakai palette ini untuk eyeshadow, dan masih suka bereksperimen dengannya. Nah cukup sekian dulu ya review saya hari ini. Terimakasih sudah baca dan semoga bermanfaat!

Jumat, 12 April 2019

[Review] Garnier Skin Naturals Serum Mask

Assalamualaikum semua! Kemarin saya buka Instagram trus lihat story Garnier ngeluarin varian baru sheet mask-nya. Astaga, padahal varian lamanya aja saya baru nyoba! Beli sudah lama sih, sejak tahun lalu. Trus kemudian saya sayang mau buka dan pakai produknya. Soalnya bagi saya sheet mask tuh tergolong skincare mahal. Mana nggak bisa digunakan berkali-kali pula. Tapi apalah gunanya beli kalau nggak digunakan ya. Jadi ya saya pakai juga akhirnya sekarang, sekalian nulis review juga.

Ada empat varian serum mask Garnier yang saya miliki dengan berat masing-masing 32 gram. Harga satuannya adalah Rp.22.500 tapi saya rasa bisa berbeda tergantung tempat pembelian. Semuanya dikemas dalam sachet persegi berbahan plastik lapis aluminium foil yang mantul kalau difoto bikin susah. Tapi aman bagi produk sih kemasan begini. Sachet ini ukurannya gede-gede bener, kira-kira selebar buku tulis. Saya udah pernah cobain sheet mask lain dan lihat beberapa kemasan sheet mask berbagai merek, dari kesemuanya itu paling gede kemasan ini. Bagian atas kemasan ada lubang yang bisa dibuat tempat cantelan. Trus di bawahnya tertera nama produk dengan klaim singkatnya serta ilustrasi dalam latar warna sesuai masing-masing varian.


Keterangan yang lebih lengkap terdapat pada sisi belakang kemasan. Serum mask ini merupakan tissue mask generasi baru dari Garnier yang tiap lembarnya menutrisi wajah dengan satu minggu kadar konsentrasi serum dihitung dari kandungan pelembap milik Garnier sendiri. Sangat inovatif lembar masker yang ekstra tipis ini memanjakan dengan perawatan efisien. Didesain khusus untuk bentuk wajah orang Asia. Sheet mask ini dikatakan cukup dipakai selama lima belas menit. Produknya sudah teruji secara dermatologis dan aman untuk kulit sensitif. Setiap sheet mask memang punya fungsi sendiri sesuai variannya masing-masing dan ditujukan untuk beragam jenis kulit dengan permasalahannya sendiri-sendiri. Tapi menurut saya seluruh varian bisa dipakai semua jenis kulit kok karena material sheet mask-nya buat sensitive skin aja aman. Cara penggunaannya ditulis dengan tambahan gambar jadi super jelas deh. Trus ada daftar ingredients tapi nggak saya tuliskan ulang karena toh nggak paham satu-satu semua bahannya. Nulisin juga ntar nggak bisa jelasin jadi mending nggak usah sekalian aja.


Kemasan sheet mask ini udah ada awalan untuk membukanya, mudah disobek bisa juga digunting saja agar rapi. Di dalamnya ada lipatan selembar sheet mask yang melekat pada lapisan pelindung biru berbahan kayak kasa. Tiap varian punya aroma tapi saya nggak bakat jelasin wewangian jadi skip aja. Materialnya lembut banget, dikatakan super tipis tapi menurut saya ini cukup tebal sih. Basahnya sampai banjir karena essence atau serum dalam kemasannya banyak. Kulit saya jenisnya kombinasi dengan masalah komedo. Saya pakai sheet mask waktu malam setelah tonereye cream, dan essence product. Btw filter birunya saya pakai juga buat mask, hahaha. Soalnya bentuknya sama kayak sheet mask juga kayak lembar kedua dan bisa ditempel ke wajah. Cara pakai sheet mask ini adalah dengan membuka lipatan masker dulu lalu gunakan pada wajah yang sudah dibersihkan dengan lapisan pelindung berwarna biru menghadap keluar. Lepas lapisan pelindung dan sesuaikan masker dengan bentuk wajah. Biarkan masker menutrisi kulit selama lima belas menit. Lepaskan masker, pijat perlahan cairan serum yang tersisa, atau bersihkan dengan kapas wajah.

Ukuran sheet mask-nya beda-beda setiap varian. Ada yang pas di wajah saya, ada yang nggak fit juga. Oh iya sheet mask ini ada lubang buat telinga jadi bisa dicantelin. Sebenernya nggak dicantelin aja tetep stay tapi nyaman juga kalo terpasang dengan saksama. Saya pakai lima belas menit sesuai anjuran agar fungsi sheet mask-nya maksimal. Setelah lima belas menit dilepas, serum-nya masih basah tersisa jadi bisa saya gunakan ke seluruh tubuh. Sekarang ke pembahasan sheet mask-nya satu persatu ya!

Garnier Skin Naturals Serum Mask Light Complete


Berwarna kemasan kuning ditujukan bagi kulit kusam dengan bintik hitam. Diperkaya dengan Ekstrak Lemon yang mencerahkan, Vitamin C, serta Hyaluronic Acid Serum yang efektif melembapkan. Berfungsi brightening karena menutrisi intensif untuk kulit yang tampak cerah, bintik hitam tampak samar, menyegarkan kulit, dan mengurangi kusam. Ini ukuran sheet mask-nya kesempitan di wajah saya, kurang lebar terutama. Bagian cantelan telinganya malah sobek pas saya tarik mau dipasang. Waktu saya pakai ada efek perih di kulit, terutama pas bagian kering. Saat pakai emang kondisi kulit saya lagi kering abis sih. Setelah dilepas efeknya melembapkan aja, dan segar iya. Nggak terlihat efek cerahnya seketika.

Garnier Skin Naturals Serum Mask Sakura White


Berwarna kemasan pink ditujukan bagi kulit kusam tak bercahaya. Diperkaya dengan Japanese Sakura yang mencerahkan dan Hyaluronic Acid Serum. Berfungsi radiance karena menutrisi intensif untuk kulit terasa lembut, tampak cerah merona, dan segar. Ukurannya pas sama wajah saya. Rasanya perih juga tapi di awal pemasangan doang, selang beberapa menit udah ilang perihnya. Habis dipakai bikin lembap juga, dan memang ada efek cerah langsung tapi dikiit banget.

Garnier Skin Naturals Serum Mask Hydra Bomb


Berwarna kemasan hijau ditujukan bagi kulit berminyak dan kombinasi. Diperkaya dengan Green Tea Extract yang kaya akan antioksidan dan Hyaluronic Acid Serum. Berfungsi purifying karena menutrisi intensif untuk kulit bebas kilap, mengencangkan pori, segarkan, dan seimbangkan kadar minyak. Ukurannya pas juga. Nggak menimbulkan efek perih. Habis dipakai memberi efek mattifying ke kulit tapi nggak jadi kering, rasanya kadar minyak jadi ditekan tapi nggak hilang gitu loh.

Garnier Skin Naturals Serum Mask Hydra Bomb


Berwarna kemasan biru ditujukan bagi kulit kering. Diperkaya dengan Antioxidant Pomegranate dan Hyaluronic Acid Serum. Berfungsi hydrating tentunya, ditulis ini bouncy mask menutrisi intensif untuk kulit yang terasa elastis, lembap, dan segar. Ukurannya sama pas. Rasanya segar pas dipakai, hasilnya bikin kulit super lembap usai sheet mask dilepas. Pas pakai varian ini, kulit saya ada bagian kering di cuping hidung sampai ngelupas perih gitu. Ngelupasnya itu karena lecet sih akibat komedonya saya pencet. Trus habis pakai langsung instant lembap seketika sampai area ngelupasnya lembut lagi nggak kering perih. Efeknya tahan sampai besoknya dan kondisi kulit saya jadi lebih bagus di area kering jadi supel terhidrasi terlembapkan.

Kedua sheet mask yang terbawah saya tulis tuh emang sama namanya tapi beda kandungan dan fungsi. Kalau habis lepas sheet mask tuh masih ada basah sisa serum-nya yang nempel di kulit wajah. Saya tunggu aja sampai sisa serum meresap baru dilanjut pakai night cream dan produk skincare malam lainnya. Keempat sheet mask ini saya pakai dengan urutan sesuai kebutuhan kulit saya pribadi. Pertama saya pakai yang hydrating dulu, lalu brightening, radiance, baru purifying. Kesimpulannya, saya suka sama sheet mask ini. Semua variannya saya bisa bilang suka, walau nggak super istimewa sih hasilnya. Mungkin akan lebih baik jika digunakan rutin. Jadi segini saja saya nulisnya. Sekian dulu review hari ini. Terimakasih sudah baca dan semoga bermanfaat!

Rabu, 10 April 2019

[New Product & First Impression] April 2019

Assalamualaikum semua! Whoaa senang sekali akhirnya saya aktif nulis di Blog lagi hari ini. Setelah bulan kemarin banyak menyelami diri sendiri atas semua hal yang telah terjadi, sekarang saya serasa memulai hidup yang baru lagi. Semoga aura baru yang positif ini ikut kebawa feel-nya ke dalam tulisan. Untuk memulai kembali post yang semoga akan rutin berlanjut nggak vakum-vakum lagi kayak kemarin-kemarin, saya akan nulis tentang belanjaan baru aja. Nggak banyak sih, tapi ada jadi pos ini nggak sepi-sepi amat.


Mitu Baby Fresh & Clean Wipes @50 sheets Rp.11.675
Tisu basah biasa yang sebetulnya diperuntukkan bagi bayi padahal kan bayi belum bisa belanja sendiri ya. Saya pilih varian yang kemasan warna pink dengan chamomile ini. Gunanya kalau bagi saya adalah untuk membersihkan makeup. Iya kalau lagi full makeup gitu ngangkat eye makeup-nya lebih praktis dan hemat pakai tisu basah. Nggak perlu boros kapas dan produk pembersih. Baru setelah eye makeup bersih sisanya saya lanjut bersihin pakai micellar water dan milk cleanser. Cuci muka berikutnya. Tisu basah ini lembarnya tipis tapi kuat, dan permukaannya lembut. Cukup wangi dan saya suka aromanya walau sebenernya nggak penting sih karena yang utama adalah kemampuan membersihkannya. Saya udah sering bersihin makeup pakai tisu basah dan bersih, cuma kali ini kurang. Soalnya saya dapat tisu basah stok lama kayaknya yang udah agak kering dalamnya jadi kurang efektif buat bersihin apapun. Yah sayang ya. Tetep saya pakai sih, walau jadi tetep boros basahin ini pakai micellar water dulu sebelum digunakan.

Viva Milk Cleanser @100 ml Rp.4.775
Susu pembersih andalan ketika sedang menjelma jadi sobat misqueen. Jadi ingat beberapa hari lalu nonton beauty influencer nge-review skincare puluhan juta. Ya ampun kasihan jiwa kemiskinan saya yang pakai Viva aja masih pilih toko yang jual produknya termurah. Saya udah sering juga pakai milk cleanser Viva, kali ini pilih varian basic-nya yang mengandung emollient. Diperuntukkan bagi kulit normal kering. Kulit wajah saya kombinasi tapi saat ini lagi terasa banyak keringnya jadi okelah pakai ini. Teksturnya creamy dan beraroma melati kalau kata saya. Dipakai sebelum cuci muka untuk mengangkat sisa makeup atau sekedar debu bandel saja. Nggak lengket dan lembut banget saat digunakan. Bagi saya ini efektif kok, apalagi setelahnya masih cuci muka pakai face wash atau semacamnya.
Pixy Aqua Beauty Protecting Mist @60 ml Rp.23.800
Setting spray pertama dan satu-satunya yang saya coba dan pakai hingga saat ini. Soalnya mudah ditemukan, harga terjangkau, dan kualitas cukup bagus ini. Saya udah beli berkali-kali sampai lupa habis berapa botol. Isinya cair dan sprayer-nya halus. Di dalamnya mengandung skincare juga di samping berfungsi sebagai pelindung makeup.

Baca juga: [Review] PIXY Aqua Beauty Protecting Mist


Purbasari Lulur Putih @235 gram Rp.13.650
Percayalah, saya jarang mandi. Pagi bangun cuci muka aja, skincare-an, lanjut makeup kalau pas mau bikin konten. Mandi sekali sehari sore jelang malam. Sehari-hari sih pakai body wash aja pas mandi. Tapi tentu saja saya merasa tidak cukup jadi beli deh lulur ini untuk eksfoliasi kulit tubuh saat mandi. Saya udah sering banget pakai berbagai varian lulur mandi Purbasari, ini yang terbaru. Sebelumnya udah pernah beli produk yang sama varian ini juga cuma nggak teratur pakainya. Sekarang mudah-mudahan bisa teratur paling nggak seminggu sekali atau dua lah ya. Teksturnya nggak terlalu padat, berbutir halus. Saya pakai pas tubuh masih kering belum kena air, nanti dibilas selesai lulur digosok dan dipijat. Hasilnya bikin kulit terasa bersih dan lembut usai mandi.

Baca juga: REVIEW : Purbasari Spa Lulur Mandi Aromatherapy Energizing
Review : Purbasari Lulur Mandi Rempah (Herbal Body Scrub)
Review : Purbasari Zaitun Series [Sabun Zaitun, Hand & Body Zaitun, Lulur Mandi Zaitun]

Marina UV White Hydro Cool Gel Lotion @500 ml Rp.15.850
Body lotion segede termos dengan harga terjangkau. Kualitas produk lokal ini cukup bagus kok menurut saya. Brand-nya sudah mengeluarkan berbagai macam produk skincare maupun makeup, dan untuk body lotion punya banyak varian. Saya udah pernah cobain beberapa, termasuk dulu pernah pakai yang gel lotion ini. Sekarang beli lagi karena kemasan tergede yang ada di tempat saya belanja adanya cuma ini. Sengaja beli yang gede sekalian biar nggak dikit-dikit nyampah. Aromanya segar dan nempel di kulit cukup lama, menyenangkan! Teksturnya gel warna biru segar. Adem di kulit dan langsung meresap seusai diratakan. Tidak lengket dan tanpa meninggalkan bekas. Daya lembapnya sih biasa aja di kulit kering saya, tapi yaa tinggal re-apply. Ada UV protector-nya juga walau tidak disebut SPF berapa. Lumayan lah untuk perlindungan sehari-hari, apalagi untung sekarang saya kalau bepergian sudah pakai baju panjang-panjang.

Baca juga: REVIEW : Marina UV White Healthy & Glow Hand & Body Lotion
REVIEW : Marina UV White Bright & Fresh Hand & Body Lotion


Enid Blyton - Lima Sekawan @4 book Rp.172.000
Yeayeayeay akhirnya melengkapi seluruh koleksi Lima Sekawan yang jumlah seluruhnya ada dua puluh satu buku ini! Saya tadinya udah punya enam belas dan bulan ini Alhamdulillah bisa beli empat sisanya. Langsung baca semua begitu dibeli yang empat baru ini. Selalu suka dengan petualangan mereka. Hiburan banget, so happy! Belinya kemarin tanpa member card Gramedia, jadi nggak dapat diskon. Tapi nggak apa-apa, untung saya walau masih misqueen kadang-kadang tidak pelit untuk hal tertentu.

Sudah itu saja isi belanjaan saya bulan ini yang bisa di-share sekarang. Terimakasih sudah baca dan semoga bermanfaat!