Sabtu, 15 Juli 2017

[Review] PIXY Lip Cream All Shade

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Saya tadinya nggak punya niat bakal ngoleksi seluruh warna dari lip cream, merk apapun itu. Sebabnya karena rata-rata shade-nya banyak dan harganya di atas lipstik, juga kadang warnanya sudah ada di lip cream atau lipstik lain yang saya miliki. Tapi semua berubah saat negara api menyerang Pixy Lip Cream melanda. Saya yang awalnya cuma beli satu buat sekedar punya jadi ketagihan beli lagi. Nambah satu kok rasanya nanggung, akhirnya dibelilah semua shade-nya. Untung cuma enam dan harga satuannya tergolong murah. Under 40 ribu rupiah meen! Ini bahkan lebih murah dari beli lip cream lokal dan ini adalah harga termurah dari seluruh lip cream yang pernah saya beli. Emejing kan?

Saya udah pernah nulis review tentang dua warna dari Pixy Lip Cream. Kesan dan deskripsi soal produk ini udah saya bahas juga di sana, jadi di postingan kali ini saya cuma mau nge-share swatch shade-nya aja. Nggak bahas lengkap, tapi bakal saya ceritain dikit kok. Untuk informasi lain, cuzz ke link yang saya cantumin di bawah ya!



Ini dia keenam shade Pixy Lip Cream! Pas beli ada box-nya yang berwarna hitam dengan perpaduan warna lip cream di dalamnya pada sisi bawah. Seru sih box-nya, hitamnya nggak polos gitu aja melainkan pakek ilustrasi bintang-bintang yang bikin desainnya keliatan bling-bling - walau enggak berkilauan. Box yang masih saya simpen cuma empat box dari lip cream yang terakhir saya beli. Yang terdahulu udah saya buang. Menuhin tempat soalnya kalau nyimpenin kotak-kotak segala. Isinya sendiri tube lip cream dari kaca yang diwarna hitam juga dengan tutup pink. Bagusnya, di bagian bawah tube ada bagian transparent-nya yang bikin kita bisa ngintip isi di dalamnya. Warna yang keliatan di sini sama dengan warna yang ditampilkan di box-nya tadi. Dari semua lip cream yang saya punya, saya paling suka tube Pixy Lip Cream.

Nah, kalo warna-warnanya, nih saya udah punya swatch-nya! Dari bawah ke atas urutan namanya adalah Chic Rose - Party Red - Classic Red - Fun Fuschia - Edgy Plum - Bold Maroon. Saya sampe hafal nama seluruh warna plus nomor urutnya loh! Yang pertama saya beli dulu Fun Fuschia, kemudian disusul Chic Rose dan dilanjutin sama warna-warna lainnya. Dari keenam warna ini, nyaris semua warnanya bold. Kecuali Chic Rose, dia satu-satunya warna yang bisa dibilang nude.

Teksturnya creamy, engga liquid. Ada aroma sweet sedikit saat dioles, tapi segera ilang begitu udah matte. Cepet kok nge-set-nya. Karena creamy, lesannya jadi lebih cepet abis sih memang karena biasanya kalau creamy butuh lebih banyak nyoleknya buat diratain, tapi ini enggak. Soalnya warnanya pigmented, sekali ulas aja udah keluar banget. Sekarang, kita lanjut aja ke hasil pakai lip cream ini di bibir saya plus deskripsi warnanye menurut saya, hahaha. Mohon maaf sebelumnya ya kalau nanti deskripsi warnanya kurang tepat, abis saya belum ahli soal deskripsi warna-warna sihh ;).

01 Chic Rose

Yang ini jadi warna favorit saya sekarang dan paling sering saya pakai buat sehari-hari. Soalnya warnanya paling soft di antara teman-temannya. Di bibir saya, Chic Rose hasilnya jadi nude mauve pink, tapi ada based warna coklatnya. Jadi dia kalo diliat sekilas kayak soft pink, tapi nggak tajem pink-nya, justru lebih banyak unsur coklat pucat. Tapi keren kok warnanya, dan tipe nude seperti ini nggak bikin muka saya keliatan pale kayak orang sekarat, beda sama nude yang nyaris warna kulit. Biarpun warnanya soft, tapi dia nutup warna bibir kok. Di saya yang suka pake lipstick/lip cream dengan teknik overdraw melebihi bibir *terobsesi sok seksi* bahkan dia keliatan baguss, ngga ngeliatin batas antara garis tepi bibir saya dengan kulit.

02 Party Red

Yang ini merah dengan hint pink. Merahnya bikin saya serasa ingin berangkat disko, hahaha. Seru soalnya, kalau biasanya merah pakek hint oranye dan jadi kayak cabe, yang ini justru pink. Hasilnya jadi nggak terlalu 'pedes' tapi jadi lebih manis. Merahnya nggak norak kok walau terang, saya masih cukup pede pakai warna ini buat jalan-jalan.

03 Classic Red

Yang ini tipikal warna merah seperti yang saya singgung di atas tadi, merah pake hint oranye. Merah cabee! Warna kayak gini kayaknya selalu ada di range warna lipstik manapun sejak jaman dahulu, makanya namanya classic. Di lipstik lawas punya ibuk saya yang sering saya liat beliau pakai - waktu itu saya masih TK - warna ini udah ada, jadi memang dia ngehitz banget dan tak lekang oleh waktu. Di Pixy Lip Cream, shade ketiga ini engga terlalu dominan merahnya, lebih membaur sama orange-nya makanya warnanya nggak terlalu terang benderang. Saya aslinya jarang cocok pakai lipstik yang ada unsur oranyenya, malah bikin wajah keliatan 'maksa', tapi pas pake lip cream ini enggak. Classic Red justru bikin muka saya keliatan seger. Tapi saya engga terlalu berani pakai warna ini sendiri sih, lebih sering saya pakai buat bikin gradient lips dipadu dengan koleksi nude lipstik yang terlalu pucat. Cakep banget kalau dibikin gradient lips! Atau memang dasarnya saya aja yang tzakeps, hikhikhik.

04 Fun Fuschia

Karena saya pecinta barbie sejati, maka warna ini langsung saya sukai sebegitu melihatnya. Seperti namanya, ini pink fuschia, alias pink jreng yang rada ungu sedikit atau rada biru sedikit *ini cuma penjelasan sok tahu*. Warna kayak gini tuh barbie look banget, cuma nggak terlalu cocok di semua warna kulit. Kalo di saya sih better keliatannya, mungkin karena - menurut saya - warna ini cool, sesuai sama undertone kulit saya. Kalau dipakai di warna kulit yang lebih hangat, saya engga tau gimana. Warna ini lumayan sering saya pakai juga, soalnya yang pertama dipunya. Butuh pede lumayan sih untuk pakai warna ini karena warnanya ngejreng. Tapi saya suka kok karena bikin wajah jadi cerah dan stunning.

05 Edgy Plum

Pas liat warna ini di counter, saya pikir dia mirip sama Fun Fuschia, tapi ternyata beda. Edgy Plum lebih kenceng unsur warna ungunya. Pakai warna ini butuh kombinasi makeup yang pas, soalnya salah-salah malah bikin wajah keliatan lebih tua - itu kalau saya sih. Ngakalinnya, padukan sama makeup yang soft, kalau perlu jangan pakai blush on dan jangan over dandanin mata. Simpel aja, pakai bedak doang, maskara plus maskarain alis, dan bibir pakai lip cream ini, udah keliatan dandan! Pakainya tipis-tipis aja juga, jangan di-layer-layer, soalnya kalau di saya jika dipakai terlalu tebel hasilnya bibir jadi ungu terong kaya abis ditonjokin. Ngga mau begitu kan?

06 Bold Maroon

Ini warna paling dark sekaligus paling berani di antara warna-warna lain. Rasanya, hanya orang-orang yang terbiasa ditolak cintanya yang bernyali pakai warna ini. Butuh kepedean tingkat tembok soalnya untuk keluar rumah dengan warna maroon kecoklatan yang gelap. Saya aja belum berani pakai warna ini single use untuk bepergian, pasti saya gradasi pakai warna nude biar lebih manusiawi. Mungkin warna ini cocok untuk dipakai di special occasion aja kali ya, yang memang tema makeup-nya vampir-vampir chantik. Sebelum beli, tadinya warna Bold Maroon saya pikir akan mirip sama Copenhagen-nya NYX SMLC, tapi ternyata beda. Kalau Copenhagen lebih berunsur ungu, Bold Maroon lebih tajam coklatnya.

Dari keenam warna, semuanya longlasting. Hasil akhirnya dead matte, tapi yang saya suka adalah dia nggak cracking, jadi nggak melukai bibir dalam jangka waktu lama. Biarpun begitu, tetap selalu apply lip balm sebelum lip cream ya! Kalau mau touch up, aslinya mereka nggak menggumpal, tapi bakal lebih baik kalau dihapus dulu. Btw, lip cream ini dibersihinnya susaaah banget, sebagian warnanya juga stain karena intens banget. Saran saya sih, bersihin pake lip makeup remover dan dilanjutkan dengan lip scrub agar bersihnya maksimal dan nggak nyisa stain-nya. Soalnya stain kalau ninggal di garis bibir bakal bikin bibir item nantinya.

Sampai sejauh ini, saya masih suka banget sama Pixy Lip Cream. Warna favorit tentu Chic Rose sepeti yang saya sebut di awal tadi. Masih nunggu mereka abis semua sih, dan kalau repurchase, mungkin yang Chic Rose aja. Nah, sekian dulu tulisan saya hari ini. Ini nulisnya sambil nunggu kereta di stasiun. Terimakasih ya udah baca, see u girls!

Price: Rp. 39.600
Rate: 4,5/5
Repurchase? No, ini kayaknya nunggu abis semua lama :P
Notes:
+ longlasting
+ no cracking
- stain

Jumat, 14 Juli 2017

BAB 1

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]


Pagi itu - seperti rutinitasku selalu - aku bangun tidur, selesai dimandikan dan berpakaian setelan warna hijau tua, lalu bermain-main di rumah Mbok Tuo atau menyelinap ke sisi timur rumah – mengajak bermain anak tetangga. Priska seumuran denganku, sama tahun lahirnya, hanya beda tujuh bulan saja jaraknya aku lebih muda. Sepanjang aku bisa mengingat, dia sahabat pertama yang kumiliki dalam hidup. Orang tuaku berasal dari sebuah wilayah paling selatan dari Yogyakarta, lalu nasib mengadu mereka mencari nafkah di pelosok nun di atas bukit; Gunungkidul. Itu nama sebuah kabupaten, tahu. Nah, orang tuaku tinggal di sana setelah menikah, dan aku juga lahir di sana. Lahirku diperkirakan jatuh pada awal Januari 1994, tapi lalu meleset mendahului jadi ke tahun 1993 akhir. Sehari sebelum natal dirayakan, setiap itulah aku selalu merayakan pergantian umur. Kabupaten Gunungkidul itu luas, aku menempati salah satu sudut kecil nyaris tertinggal pembangunannya di bagian utara sana. Kampungku yang berkelok-kelok punya nama unik; Ngrandu, walau aslinya tak banyak pohon randu tumbuh di situ. Atau dulu mungkin ada tapi sudah berkurang sangat banyak jumlahnya hingga tak dapat dikatakan ciri khas lagi. Walau tinggal di sana, tapi orang tuaku – yang sebagai pegawai negeri sipil golongan awal dulu – belum mampu membeli atau membangun sebuah rumah. Maka anggota keluarga kami yang dulu berwarga tiga orang dengan aku, tinggal menyewa di salah satu rumah penduduk yang kosong, atau disewakan bersama induk semang, di sana. Tempat pertama yang kukenal sebagai rumah adalah rumah Mbok Tuo.

Mbok Tuo – nama sebenarnya Warti – berkulit coklat legam, berambut keriting, suka tertawa renyah, dan setiap kata-katanya mencerminkan kasih sayang padaku. Usianya sudah lebih setengah abad. Kupanggil mbok tuo karena itulah panggilan untuk nenek di kampungku. Ia pengasuhku dulu. Jadi, sudah lama sebenarnya Ibu bekerja di sebuah SD negeri seberang kampungku, lalu setelah memutuskan menikah dengan bapakku, mereka menyewa tempat tinggal yang bergandengan dengan tempat Mbok Tuo. Karena kedua orang tuaku bekerja, maka aku sekalian dititipkan pada Mbok Tuo itu setiap pagi hingga jam pulang kerja, sejak aku bayi hingga mulai bisa membaca. Rutinitas kegiatan yang kulalui yang bisa kuingat akan kuceritakan, semua mulai dari aku balita, karena cuma pengalaman sejak usia itu yang bisa kuingat. Pada masa aku bayi, dan tentu sudah ikut diasuh Mbok Tuo juga, tentu otakku belum mampu menyimpannya. Ada sih kisah yang kudengar dari cerita Ibu atau Mbok Tuo sendiri, tapi aku tak merasa mengalaminya secara pribadi sehingga kisah itu tak terlalu kusimpan juga dalam memori.

Waktu itu umurku empat tahun. Berambut potongan pendek lurus, belah tengah yang legendaris, dan syukurlah rambutku bagus semasa kecil. Hitam – tidak merah sebagaimana anak lain yang suka main di panasan – lurus, dan tidak banyak tingkah macam bercabang, ketombe, atau kutuan, juga mudah sekali disisir. Aku tak ingat apa sampoku waktu itu hingga rambutku bisa sebagus itu. Seperti anak balita pada umumnya, tinggiku belum sampai meja, berat badanku juga sedang-sedang saja, artinya tidak obesitas tidak pula kwashiorkor. Pagi-pagi aku rewel karena ngompol di celana, ini agak memalukan sebenarnya tapi kuceritakan saja. Jadi Mbok Tuo yang mengganti pakaianku dan aku siap bermain lagi. Aku sangat suka main jual-jualan, dan tertarik sekali akan cara membuka plastik buat wadah dagangan makanan, seperti yang dilakukan bakul-bakul jajanan di pasar. Mak Lastri yang baik hati, masih cukup muda usianya, gempal badannya, berkulit putih dan berambut ikal sebahu, memberiku lima lembar plastik klip yang biasa dipakai untuk bungkus kacang bawang, lalu kumainkan dengan sukacita. Sungguh, kebahagiaan paling hakiki memang ada di masa kecil, dimana hal-hal sederhana saja bisa menjadi menyenangkan, karena aku sebagai anak kecil waktu itu hanya berpikir semata pada permainanku yang mengungkap rasa ingin tahu akan plastik-plastik itu, tanpa berpikir adakah kegembiraan lain di luar sana yang dapat kutemui.

Priska anak yang baik, dia anak Mak Lastri yang memberiku plastik tadi. Selalu sopan terhadapku, memanggiku ‘Dik’ karena aku lebih muda, dan kalau ngobrol sesekali memakai Bahasa Jawa krama untuk menganggapiku yang berbicara ngoko. Hal itu dilakukannya karena ibuku adalah guru di sekolahnya, dan bapakku yang berseragam adalah seorang pegawai negeri. Di masa sebelum reformasi itu, jabatan guru adalah hal terhormat nyaris sejajar dengan kepala desa, apalagi dengan seragam PNS-nya. Kedua orang tuaku mempunyai hal itu jadi syukurlah, kehidupan kami agak terpandang walau rumah masih numpang. Priska sering sakit gigi, gusi bengkak, atau apalah aku tak tahu, yang kulihat dia lalu diantar bapaknya ke Puskesmas di kecamatan buat menemui perawat gigi di sana. Bapaknya Priska, Pak Darman namanya, punya bengkel yang menjadi satu-satunya bengkel di kampung kami. Sepanjang masa awal kehidupan sosialku, nyaris setiap hari kulalui dengan bermain bersama Priska di rumahnya yang sekaligus menjadi bengkel bapaknya pada bagian depan, di rumah Mbok Tuo, atau berkelana ikut ke sawah setiap musim menanam, menyiangi, atau panen.

Waktu aku masuk TK, Priska juga satu kelas denganku. Di kampungku tak ada TK, sekolah apapun tak ada juga. Maka kami menyeberang keluar kampung untuk memperoleh sarana pendidikan perdana. Taman kanak-kanak tempat orang tuaku mendaftarkan namaku sebagai murid itu adalah TK ABA. Letaknya di Katongan. Kelurahan yang membawahi kampungku dan beberapa kampung lain. Jaraknya dekat saja, hanya satu kilometer atau sekitar lima menit ditempuh dengan berjalan kaki dari rumah Mbok Tuo, aku sudah bisa menjumpai sekolah baruku di Katongan itu. Tiap pagi aku berangkat, kadang diantar orang tua karena sekolah SD tempat ibukku mengajar tak jauh dari TK, kadang diantar Mbok Tuo, kadang ikut bersama dengan Priska dan mamaknya. Mamak itu panggilan untuk ibu di daerahku saat masa kecil itu. ABA adalah singkatan dari Aisyiyah Bustanul Athfal, sebuah majelis pendidikan yang kiprahnya tak lepas dari peran Ki Ahmad Dahlan selaku pendiri gerakan Muhammadiyah, karena TK-ku itu juga salah satu sekolah milik organisasi Islam terbesar di Indonesia itu. Walau sekolah berbasis keagamaan, seragamku waktu TK dulu sama sekali tak berjilbab. Kemeja kuning terang sewarna cahaya mentari pagi yang menerobos rumpun-rumpun bambu, rok rempel hijau tua yang segar seperti daun pohon mangga, itupun masih ada dasinya, hijau tua juga, dan ada topi berwarna senada. Seingatku pada topi ada lambangnya, tapi aku lupa seperti apa bentuknya. Seragam nan cerah ceria itu kugunakan setiap hari senin sampai kamis, jadi aku punya dua setel pakaian yang bisa digunakan bergantian. Untuk hari jumat sabtu, seragamku lain lagi, yaitu pakaian olahraga berwarna merah muda, dengan nama TK dicap pada punggungnya, dan pasangannya, oh bukan main manis, celana training merah hati yang bergaris pada sisi jahitannya. Seragam itu dikenakan pada hari jumat sabtu, karena pada sabtunya kami ada jadwal pelajaran olahraga. Kedua seragam itu, pas sekali di tubuhku, dan aku merasa seolah kelak akan menjadi wakil presiden wanita dengan seragam itu. Sebagai anak kecil yang ibunya berlatar belakang pendidikan dasar, tentu aku senang sekali mulai bersekolah, dan waktu itu punya tekad yang kuat untuk melanjutkan pendidikanku kelak hingga tinggi.

Siang itu, belum terlalu siang sebenarnya, sekitar pukul sepuluh aku dan Priska baru pulang sekolah setelah masuk dari pukul setengah delapan tadi. Taman kanak-kanak sebetulnya bukanlah sekolah melainkan sebuah kelompok bermain, tapi supaya mudah disebut maka kukatakan sekolah saja. Di sekolah tadi ada acara makan bersama setelah kegiatan belajar mengajar dirampungkan lebih awal. Ini kegiatan rutin setiap hari jumat di sekolahku yang digagas oleh Bu Larmi dan Bu Yayuk, dua guru resmi pertamaku. Bu Larmi berpembawaan angker, tubuhnya yang gemuk dipadu raut wajah yang jarang tersenyum membuatku ingin terkencing-kencing karena takut padanya di hari pertama masuk sekolah. Bayangkan Cik Gu Besar di serial animasi Upin & Ipin, nah seperti itulah ibu guruku. Konon menurut cerita kawan-kawan baruku di TK, Bu Larmi terkenal galaknya. Syukurlah, sampai lulus setahun kemudian, aku belum pernah sekalipun terkena semburan kemarahannya. Bu Yayuk kebalikannya, tubuhnya kurus tinggi agak melengkung, dan pembawaannya suka tersenyum sambil kadang terkekeh-kekeh walau tak ada suatu hal pun yang lucu. Melihatnya seperti melihat daun kelapa ditiup-tiup angin, ramah tetapi agak membosankan. Dua ibu guruku selalu datang mengajar setiap hari, kadang merajai satu kelas berduaan. Tak jelas kenapa tidak satu-persatu bergantian saja, ataukah memang seperti itu tata cara mengajar anak taman kanak-kanak? Keduanya tinggal tak terlalu jauh dari TK-ku, masih dalam lingkup satu kecamatan. Dari kedua guru TK-ku ini aku menaruh respek yang sama, tak ada salah satu yang kufavoritkan lebih dari yang lain. Beliau berdua sudah lama mengajar di TK tempatku sekolah itu, dan masih mengajar lagi terus hingga angkatan-angkatan jauh setelahku. Guru TK di tempatku sekolah tak pernah berganti, orangnya selalu itu-itu saja, dan tak pernah ada guru lelaki. Entahlah mengapa.

Makan bersama rangkaian acaranya selalu sama. Kami para murid TK membawa makanan dari rumah masing-masing, lalu nanti di kelas akan ditukar-tukarkan dengan teman yang lain. Semacam kado silang begitu, tapi semua isinya adalah makanan. Makan bersama itu, tak jelas bagiku maknanya apa karena jam diadakannya tanggung. Dikatakan sarapan sudah terlambat, mau disebut makan siang belum masuk tengah hari. Karena kami anak kampung, makanan yang dibawa tentulah nasi dengan lauknya saja. Itu menu yang standar dan bisa disajikan baik pagi, siang, maupun petang. Tak ada yang kepikiran membawa appetizer semacam sup-supan atau salad buah, apalagi kerasukan ide membawa puding buat pencuci mulut. Pendek kata, menu makanan yang dibawa kami sekelas nyaris sama semua, nasi dengan lauk, dan itu berulang setiap jumat dalam seminggunya. Agenda pelajaran pada hari jumat dikurangi, dan kami para murid beserta dua guru sibuk dengan acara makan-makan di akhir pelajaran. Ibuku tak pernah sempat memasak pagi-pagi, jadi selalu masakan Mbok Tuo yang kubawa. Pagi itu bekalku adalah nasi liwet yang dimasak pakai ketel, sedikit pera, dengan lauknya kering tempe pedas bercabai-cabai. Tak tahu mengapa masakan Mbok Tuo selalu memakai cabai dalam jumlah berlebihan, tapi memang itu ciri khas masakan orang di daerah sana. Pedas, tapi enak. Meskipun aku tak suka cabai, tapi kalau makan masakan pedas Mbok Tuo, rasanya bisa juga kutelan. Jamanku kecil dulu – antara tahun 1997 - belum menjamur orang membawa makanan dalam wadah box plastik, jadi makanan sedapku hari itu dibungkus dalam daun pisang dari kebun Mbok Tuo sendiri, dan diikat tali karet supaya tak tumpah berceceran. Bau daun yang harum menambah enak rasa makanan, itu yang kupelajari setelah aku dewasa nanti. Waktu makanan tersebut kukumpulkan pada bu guru untuk kemudian dibagikan secara acak, bertukaran dengan kawan lainnya, aku mendapat sebuah bungkusan daun juga, kali ini agak beda, daunnya jati tua. Aku tak makan pagi itu di sekolah, mungkin karena tak terlalu lapar, jadi kubawa pulanglah saja si bungkusan daun jati yang belum berkurang sesuap pun isi dalamnya. Biasanya kumakan di sekolah. Aku terbiasa makan sendiri sejak kecil, jarang sekali disuapi. Teman-temanku sekelas sebagian ada yang seperti aku, bisa makan menggunakan tangan sendiri, atau masih disuapi mamaknya yang sedari mengantar pagi tadi setia menunggui anaknya di luar gedung TK.

Aku tak pernah ditunggui semasa sekolah. Pagi kalau sudah diantar, pasti selanjutnya aku ditinggal. Jika yang mengantar bapakku, sekalian mengantar ibuku mengajar, maka seterusnya beliau akan memacu sepeda motor Astrea lawasnya ke sebuah SMP nun jauh puluhan kilometer dari kampungku, untuk menepati kewajibannya mengabdi sebagai pegawai tata usaha. Ibuku sendiri, kalau mengantarku sambal berjalan kaki, pasti tak kan menunggui karena beliau harus segera menuju SD-nya untuk mengajar para kakak kelasku di sana. Kalaupun yang mengantar adalah Mbok Tuo atau dititipkan pada Mak Lastri, berikutnya pasti ditinggal juga Karena beliau berdua harus segera ke ladang umtuk mengurus tanaman palawija, atau ke sawah untuk merawat padi. Maka aku tinggal sendiri selama pelajaran berlangsung, Priska juga, beberapa temanku yang lain juga. Sementara sebagian lain yang cengengnya keterlaluan, anak bungsu mamaknya, masih menyusu, atau terlampau manja, beramai-ramai ditunggui di luar gedung sekolah, sampai jam kelas berakhir nanti. Di luar gedung itu, mereka saling bercakap-cakap. Kadang dengan sesama mereka, ibu-ibu rumah tangga sejati para pengurus anak, atau juga melibatkan Lik Sumini, penjual makanan kecil di depan sekolah yang langganannya tak lain dan tak bukan para penghuni TK, plus warga SD yang letak sekolahnya berhadapan dengan TK-ku. Begitu terus setiap hari, tak bosan-bosan seperti juga kami yang belajar di dalam kelas sini.

Jam sepuluh pagi, acara makan bersama berakhir, Kalau ada yang tak habis atau tak mau makan boleh dibawa pulang, biasanya dibungkuskan oleh ibu guru agar rapi. Aku dan Priska bergegas ke ladang menyusul mamaknya dan Mbok Tuo-ku. Matahari jam 10 masih hangat, tak panas menyengat, kami bisa berjalan dengan tenang. Ladang itu tak jauh letaknya dari TK, hanya perlu menuruni jalanan ke selatan, lalu belok timur sedikit berjalan kaki, dan sampailah kami. Di sana, kuserahkan bungkus makanku pada Mbok Tuo. Lauknya hampir sama dengan yang kubawa, kering tempe juga. Tempe yang dipotong kecil-kecil, ditumis dengan bumbu-bumbu dasar, dan diberi kecap. Mbok Tuo-ku menyambutnya dan langsung memakannya sambil tertawa kepadaku.

“Ngerti wae koe Nduk, Mbok Tuo lagi ngelih”, ujarnya terkekeh padaku.

Aku tertawa saja, mungkin tak mengerti maksudnya waktu itu, tapi senang melihat Mbok Tuo-ku makan.

Aku dan Priska lalu mengintip jambu biji dalam tenggok yang ditutup sehelai kain jarik penggendongnya.

“Makanlah, itu baru kupetik tadi dari pohon. Sudah masak, dagingnya merah dan empuk. Manis sekali. Tadi ada banyak, sebagian kubuang karena sudah dimakan codot”, ujar Mak Lastri yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

Aku tentu senang mendengarnya, Psidium Guajava yang kuning berbinar-binar itu menerangkan hatiku. Aku dan Priska mengambil sebiji masing-masing, langsung memakannya dengan gigi – semacam kelinci. Kulitnya yang kuning mulus agak sepat, tapi isi dalamnya yang merah muda menggoda sungguh manis sekali. Khas pesona buah yang masak di pohon, bukan hasil imbuan atau karbitan para pedagang nakal. Kuhabiskan satu, dan selesai itu Mbok Tuo sudah merampungkan makan. Kami pulang ke rumahnya – atau boleh dikatakan rumahku juga karena aku mondok di sana – dengan berjalan kaki. Mbok Tuo menggendong tenggok berisi jambu, perlengkapan berladangnya, dan entah apalagi, sementara aku dan Priska berjalan menggendong tas sekolah masing-masing. Mamaknya masih tinggal di ladang. Kami bertiga berjalan dalam diam, Karena matahari sudah mulai menyiratkan hawa panasnya ke ubun-ubun kepala.


# # #

GLOSARIUM

codot: jenis kelelawar pemakan buah

krama: salah satu tingkatan bahasa dalam Bahasa Jawa, pemakaiannya sangat baik untuk berbicara dengan orang yang dihormati atau orang yang lebih tua. Memiliki dua jenis bahasa, yaitu krama inggil yang biasa digunakan untuk menghormati orang yang lebih tua atau lebih berilmu, dan krama madya yang biasa digunakan untuk orang yang setingkat namun untuk menunjukkan sikap yang lebih sopan.

kwashiorkor: salah satu bentuk malnutrisi atau gizi buruk

Ngerti wae koe Nduk, Mbok Tuo lagi ngelih (bahasa Jawa): Tahu saja kamu nak, Mbok Tuo sedang lapar

ngoko: salah satu tingkatan dalam bahasa Jawa. Umumnya dipakai di kalangan orang yang berumur sebaya dan dihindari untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau yang dihormati.

Psidium Guajava: nama ilmiah jambu batu

Minggu, 09 Juli 2017

[Beauty Talk] Perbedaan BB, CC, dan DD Cream

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Di sini ada yang pemakai setia alphabet cream? Saya salah satunya. Malah saya koleksi alphabet cream, bhihihi. Pas awal alphabet cream muncul, yang pertama nampak di pasaran adalah BB Cream. Saya beli juga, dulu belinya Maybelline karena adanya baru itu. Masa itu produk lokal belum merambah alphabet cream untuk bisnisnya. Puas pakai Maybelline, saya sempat repurchase beberapa kali karena harganya juga masih terjangkau. Pas mau repurchase untuk kesekian kali, kebetulan stok produknya habis. Waktu itu saya malah latah beli foundation sebagai gantinya karena belum ngerti bedanya BB Cream dengan foundation. Makin lama waktu berjalan, produsen kosmetik lokal mulai berinovasi menerbitkan BB Cream. Waktu itu saya sempet beralih ke Pond's dan Garnier. Yang terakhir saya sebut sempet di-repurchase juga dan sempet jadi holy grail makeup saya. Terus karena selanjutnya saya keranjingan produk Wardah, saya beli BB Cream-nya juga. Sayang ini nggak terlalu saya suka sampai akhirnya kadaluwarsa padahal belum habis. Saya malas beli BB Cream lagi, sampai Wardah ngeluarin DD Cream, baru saya tertarik beli - padahal bukan BB, tapi kan sesama alphabet cream. Syukurlah, DD Cream-nya saya suka. Udah lama memang, memimpikan punya alphabet cream selain BB. Waktu itu nyari CC yang jadi produk setelah BB, tapi nggak nemu yang produk lokal, Wardah juga nggak ngeluarin, malah langsung loncat ke DD. Lalu ndilalah saya nemu CC Cream produk lokal dari La Tulipe, jadi beli juga deh. Nah, waktu udah punya CC dan DD, saya malah udah nggak nyimpen BB Cream. Kumatlah rasa ingin beli saya, dan akhirnya beli BB Cream dari Pixy. Sampai sekarang, produk alphabet cream saya ada tiga, BB, CC, dan DD. Oh iya, produk alphabet cream kayaknya rilis nggak urut abjad ya? Soalnya saya yang penasaran sama AA dan EE Cream - konon kabarnya baru dari a sampai e - belum liat ada produk tersebut sampai saat ini.


Dari ketiga alphabet cream saya ini, sebenernya tadinya masih punya simpanan lagi sih dari merk lain, cuma karena udah expired dan tinggal tiga ini yang masih berlaku jadi cuma tiga yang saya bahas. Selama punya tiga alphabet cream, saya jadi belajar juga apa bedanya ketiga benda tersebut. Oh iya, meskipun alphabet cream dikatakan adalah sebagai skincare sekaligus makeup, tapi saya lebih suka menyebutnya makeup saja karena kalau buat skincare, saya nggak pakai produk ini rutin sehari-hari. Hari ini akan saya bagi sekelumit pengetahuan saya untukmu tentang perbedaan BB, CC, dan DD Cream. Kalo kurang tepat mohon dikoreksi ya, atau ditambahin untuk melengkapi. Kita bahas satu-sati menurut abjad yaa, dan pembahasan ini secara umum, nggak khusus untuk brand terterntu walau di sini saya contohkan dari tiga brand berbeda.

BB CREAM


Singkatan umum dari BB adalah blemish balms, tapi bisa juga jadi beauty balms, atau blemish base. Tapi secara keseluruhan ketiganya bermakna hampir sama. Kalo dimaknai secara harfiah tentu maksudnya untuk meng-cover blemish atau kecacatan/kekurangan pada kulit wajah, dan bisa jadi alas untuk makeup selanjutnya. Sesuai dengan makna namanya pula, tentu BB Cream dimaksudkan untuk membuat tampilan kulit yang mulus. Lantas apa bedanya dengan foundation? Meski punya efek yang hampir sama untuk memberikan lapisan di kulit wajah, tapi BB Cream punya kandungan yang lebih ringan dibanding foundation, plus ada tambahan moisturizer-nya juga. Coverage BB Cream lebih tipis daripada foundation, juga terlihat lebih flawless dan alami. Selain itu, BB Cream juga dilengkapi dengan SPF dan antioksidan, jadi fungsi skincare-nya bertambah. Selama saya nyobain beberapa merk BB Cream, hasil yang saya peroleh nyaris sama, untuk melapisi kulit dengan hasil ringan dan manfaat perlindungan dari sinar UV.

CC CREAM


Setelah era BB Cream sukses merajai perhatian banyak wanita, selanjutnya dimunculkanlah CC Cream. Ini entah perbaikan dari BB atau produk tersendiri? Tapi menurut saya sih beda fungsi. CC adalah singkatan dari color control, color correcting, atau complexion care. Soal singkatan, terserah produsennya aja, tapi pada dasarnya maksudnya hampir sama. Krim ini memiliki efek untuk meratakan warna kulit dan mencerahkannya hingga naik satu tingkatan warna, namun dengan hasil yang tetap terlihat alami dan seolah tanpa makeup. Perbedaannya dengan BB Cream adalah CC lebih ringan, kandungan SPF-nya lebih tinggi, dan tambahan manfaat untuk mengatasi masalah discoloration pada kulit, kekusaman, dan mengoreksi tekstur kulit agar menjadi lebih halus. Tambahan manfaat dalam CC Cream satu dengan yang lain bisa beda-beda ya, jadi pintar-pintarlah memilih sebelum membeli, sesuaikan dengan kebutuhan kulit.

DD CREAM


DD Cream adalah krim yang dirancang untuk melembapkan, merawat, dan melindungi dalam penggunaan sehari-hari. Dari ketiga alphabet cream yang saya punya, DD Cream ini yang paling banyak tambahan manfaatnya. Namanya bisa dipanjangkan menjadi daily defense atau dynamic do all. DD Cream bisa digunakan di bagian tubuh selain wajah, dan (biasanya) memiliki kadar SPF yang lebih tinggi dari BB ataupun CC Cream - meskipun ini sangat tergantung kebijakan brand pembuatnya sih. DD Cream juga punya tambahan manfaat anti aging yang mampu mencegah penuaan dini pada kulit, meskipun kadarnya tidaklah tinggi.

Sebenernya ketiga krin ini pada dasarnya sama, memberi lapisan makeup pada kulit. Yang membedakan adalah tambahan manfaatnya, right? Sekarang, sudah banyak banget brand internasional maupun lokal yang punya produk alphabet cream, shade-nya pun bermacam-macam. Sekarang saya akan bandingkan tekstur dan shade dari tiga alphabet cream yang saya miliki. Perbandingan ini bisa berbeda kalau kamu pakainya merk yang beda juga lho ya. DD memiliki tekstur yang paling padat, BB sedikit kental, dan CC paling encer. Shade yang saya punya light semua, biasanya ada produsen yang ngasih beberapa pilihan shade, tapi ada juga yang satu untuk semua warna kulit.

Kalau saat diratakan, CC yang paling mudah nge-blend karena paling cair. Coverage-nya juga paling minim tapi justru ini yang bikin hasilnya terlihat alami. BB setingkat di atasnya, kalau DD lebih kuat lagi, hampir mirip foundation. Saya lebih suka pakai CC untuk sehari-hari. DD dipakai kalau ada event khusus yang mengharuskan dandan lebih tebal, kadang diselingi BB pemakaiannya. Dua-duanya dipakai kalo pas saya malas menggunakan foundation. Kalo daya tahan ketiganya, aduuh saya lupa membandingkan ;P. Tapi kayaknya ada di review yang udah pernah saya tulis.
Nah, kayaknya itu dulu yang bisa saya tulis hari ini. Semoga tulisan ini bermanfaat yaa! Terimakasih sudah baca :).

[Review] PIXY Aqua Beauty Protecting Mist

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Belakangan saya lagi mager nulis dan lebih memilih banyak melamun. Aih sungguh suatu perilaku yang sia-sia. Untunglah saya segera bangkit dari sifat suka melamun itu dan mau nulis lagi. Ternyata nulis adalah hiburan, bro. Hari ini, giliran face mist yang akan saya kupas dan tulis. Nah, simak ya sampai habis!


Selain beragam makeup-nya yang berkemasan pink unyu-unyu, Pixy juga mengeluarkan seri produk yang kemasannya biru. Ah, sebiru hatiku. Nah salah satunya adalah seri skin care aqua. Kalo kemarin saya udah nulis review tentang night cream yang baru, kini giliran face mist yang akan diulas :). Yep, Pixy Aqua Beauty Protecting Mist. Awalnya beli ini karena pingin setting spray, cuma yang ada kebanyakan harus beli online dan itupun mahal-mahal. Berhubung saya anaknya pelit, jadi cari alternatif lain. Nyari-nyari face mist di pasaran, dan waktu itu sempat nemu tapi bukan setting spray. Belum sempet kebeli, eh liat face mist dari Pixy ini yang ternyata bisa buat setting spray juga. Beli deh!

Kemasannya tidak terlalu istimewa, botol plastik berbentuk tabung dengan tutup spray. Warna kemasan didominasi oleh biru samudra, termasuk tutup pelindung sprayer-nya. Yang menarik justru, ada sebuah gantungan kertas yang dikaitkan dengan tali silver ke leher botolnya. Jadi mirip kalung, hihihi. Pixy protecting mist ini merupakan produk face mist yang memberi tiga perlindungan bagi kulit; antioksidan, kelembapan, dan makeup hingga 8 jam. Wiih keren kan. Trus di gantungan kertas tadi ditulis tagline "lindungi kulitmu lindungi makeup-mu" plus gambar Mbak CiKi sebagai brand ambassador produk ini yang lagi akting nyemprotin Pixy protecting mist ke mukanya.


Kenapa sih kita perlu Pixy protecting mist? Soalnya saat beraktivitas di luar ruangan, kulit terpapar oleh panas dan sinar matahari. Makeup menjadi cepat luntur karena keringat dan minyak berlebih. Pixy Aqua Beauty Protecting Mist mengandung:
  1. Vitamin E dan Ekstrak Green Tea dari Jepang yang dikenal luas sebagai antioksidan.
  2. Aloe Vera yang dapat melembapkan dan menyejukkan kulit, serta memberikan rasa nyaman di kulit.
  3. Makeup Lock yang menjaga tampilan makeup agar tidak luntur hingga 8 jam.
  4. Water Based Formula, ringan dan tidak lengket di kulit.
Produk ini bisa dipakai setelah selesai ber-makeup, caranya tinggal disemprot ke wajah dari jarak 10-15 cm dan jangan lupa merem. Soal bahan-bahan utama yang dimuat dalam produk ini, sebetulnya saya kurang paham. Termasuk formula makeup lock itu, entah bahan mana dalam ingredients yang fungsinya mempertahankan keawetan makeup. Kalo vitamin E dan ekstrak teh hijau sih oke ya, saya ngerti. Cuma kenapa harus dari Jepang sih -_-, kan di sini juga ada bray. Yaa mungkin karena brand Pixy asalnya dari Jepang makanya bahan bakunya diambil dari sono kali ya. Ehm dulu saya kira Pixy dari negara tetangga loh, baru-baru ini aja saya sadar kalo ternyata asalnya dari Tokyo, hahaha. #BanggaMenjadiKudet


Selanjutnya kita buka tutupnya, nah di sini ada sprayer yang lubangnya kecil. Sayang waktu dipakai nyemprot, jangkauannya nggak luas. Jadi saya harus repot nyemprot-nyemprot banyak kali untuk meratakan protecting mist-nya ke seluruh wajah - dan leher. Butiran protecting mist yang disemprotkan menurut saya agak terlalu besar walau lubangnya kecil, jadi basahnya di muka agak ndlemok-ndlemok kaya habis kesiram air gitu. Sukanya sih, produk ini cepat kering di wajah. Entah meresap entah menguap sih, mungkin diserap oleh makeup.

Waktu disemprot, rasanya kaya air biasa dan cairannya juga bening tanpa warna. Ya soalnya ini kan water based formula. Ada sedikit aroma, tapi saya nggak dong njelasinnya dan lama-lama aromanya hilang kok. Saya nggak nyimpen produk ini di kulkas, tapi mungkin kalo ditaruh kulkas bakal nyess begitu disemprot. Seusai dipakai, wajah jadi agak basah tapi nggak lengket kok. Dan setelah kering rasanya nyaman, kayak nggak lagi pakai apa-apa.

Apakah dia melindungi kulit, melembapkan, dan mengawetkan makeup? Kalau soal itu saya kurang memperhatikan. Sebabnya kalau untuk manfaat antioksidan, saya banyak pakai skincare lain jadi produk ini nggak terlalu keliatan berefek. Kalau soal kelembapan, lah saya kan udah pakai pelembap sebelum makeup. Kalau untuk menjaga ketahanan makeup, nah ini lumayan saya rasain. Jadi kalau di-setting pakai Pixy protecting mist, makeup saya hasilnya lebih matte, dan usai itu awet lebih lama. Biasanya kalau saya pakai jalan jauh, kena debu jalanan atau tergesek masker, makeup saya sering luntur di beberapa area. Nah kalau dengan produk ini enggak, jadi lebih tahan lama - meskipun saya enggak ngitungin apakah sampai 8 jam sih. Kesimpulannya, saya pakai produk ini buat setting makeup, bukan buat skincare. Sejauh ini masih suka sama hasilnya, dan selalu dipakai usai makeup. Pernah nyobain dipakai sebagai toner, lumayan sih bikin kulit seger dan lebih cerah, tapi karena saya masih punya toner di rumah jadi produk ini dibalikin ke fungsi semula aja untuk setting spray.

Price: Rp. 22.000
Rate: 3,5/5
Repurchase? Maybe
Notes:
+ bikin makeup lebih awet
- daya spray-nya kurang luas dan kurang kecil

Selasa, 04 Juli 2017

[Review] PIXY White Aqua Gel Cream Hydra Active - Night Cream Baruu...:)!

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]


Sekarang, saya makin aware sama skin care. Setelah makin mengenali jenis kulit sendiri, saya makin jago milih skin care mana yang pas buat kulit, terutama kulit wajah. Jadi dulu saya pikir jenis kulit saya oily. Iya emang minyakan sih, tapi itu karena dehidrasi. Nah, sekarang saya tahu kulit wajah saya jenisnya kering - kombinasi. Minyakan di T-zone dan dagu, kering di pipi tapi area hidung kadang ngelupas-ngelupas. Serba salah kan? Mau pake skin care yang buat kulit kering atau yang buat oily skin? Dulu saya sering galau gitu, tapi sekarang enggak lagi. Beberapa skin care yang saya pakai sekarang buat kulit kering, tapi ada juga yang buat normal to oily skin. Dikombinasi aja seperlunya, tapi fokusnya pada melembapkan kulit. Jadi menurut hipotesa saya - dan udah saya amati sendiri - jenis kulit apapun tetap perlu dilembapkan. Soalnya gini, dulu ketika saya menganggap jenis kulit saya berminyak saya selalu pakai skin care yang berfungsi ngilangin/menahan minyak dan malas pakai pelembap karena takut makin oily. Berhasil sih dalam beberapa menit pertama. Misalnya saya cuci muka pake sabun yang fungsinya ngilangin minyak, memang minyak di kulit saya minggat semua dan kulit terasa bersih kesat bagai habis pakai sabun cuci piring. Tapi selang beberapa menit kemudian malah minyaknya makin banyak. Hal itu terjadi karena ketika kulit terasa kering, kulit ngirim sinyal ke otak yang bilang bahwa kulit butuh pelembap. Nah, otak jadi merintahin kelenjar minyak bekerja untuk melembapkan kulit yang kering tadi. Jadi deh minyak makin deras dikeluarkan. Kalau kulit sudah diberi pelembap usai cuci muka pakai sabun - sekalipun yang efeknya keset, minyaknya justru akan lebih terkontrol karena kulit sudah punya kelembapan.


Kulit berminyak juga butuh pelembap loh. Apalagi yang minyakannya karena dehidrasi macam kulit saya. Belakangan saya baru tahu bedanya ngelembapin kulit dengan produk hydrating dan moisturizing. Jadi kalau hydrating, fungsinya adalah menambah air ke dalam kulit. Kalau moisturizing, fungsinya menahan kelembapan dari air di dalam kulit. Saya pribadi sih sebenernya lebih suka produk hydrating karena menambah air dalam kulit jadi lembapnya segar dan tidak lengket. Kalau moisturizing, kebanyakan produknya yang pernah saya coba efek melembapkannya pakai oil, jadi lebih berat dan agak lengket di kulit. Tapi dua-duanya tetep penting dan saling melengkapi sih. Saya juga punya dua-duanya kok. Jadi sekarang saya suka pakai skin care yang fungsinya hydrating lalu di-layer pakai yang moisturizing jika perlu. Salah satu hydrating skin care saya yang terbaru adalah PIXY White Aqua Gel Cream, ini night cream yang awalnya cuma iseng saya beli tapi terus jadi suka banget.


Ada dua ukuran kemasan, saya beli yang kecil isi 18 gram. Wadahnya jar plastik yang dusnya keren. Warna perpaduan putih dengan biru metalik yang kinclong bikin produk ini keliatan mewah. Isi dalemnya jar plastik bertutup biru metalik juga. Seperti jar pada umumnya, tutupnya ulir dan ini ada filter-nya di dalem jadi produk nggak langsung ngenain tutup.


Sebagian besar keterangan soal produk ini, baca di foto yaa...


PIXY White Aqua Gel Cream punya dua produk cream, satu day satu night. Saya nggak beli yang day, nyobain yang night ini dulu. Menurut PIXY, rendahnya kadar air pada kulit membuat kulit kering, kusam, tidak sehat dan tampak lelah. Makanya dibuatlah PIXY White Aqua Gel Cream yang mengandung:
  • Hydra Active, melembapkan dan menyegarkan kulit sehingga kulit tampak sehat dan segar kembali.
  • Natural Whitening Complex, perpaduan dari Natural Whitening Extract dan Vitamin C untuk membantu mencerahkan kulit dan menyamarkan noda, serta Botanpi yang membantu menghambat pembentukan melanin penyebab timbulnya noda hitam sehingga kulit tampak cerah merata.
  • Vitamin E dan Ginkgo Biloba, yang dikenal sebagai antioksidan.
Formula yang berbahan dasar air memberikan sensasi dingin dan segar pada kulit, ringan, tidak lengket, dan tidak berminyak.

Karena ini night cream, jelas dipakainya malam hari. FYI, produk ini mengandung Menthol jadi hati-hati buat yang kulitnya sensitif. Kalau iritasi segera hentikan pemakaian produk. Agak heran juga sih sebenernya saya, kenapa produk hydrating dikasih Menthol. Oh iya, produk ini biarpun namanya 'whitening' tapi dia cuma membantu mencerahkan lho ya. Jadi jangan terlalu berharap putih seketika setelah pakai produk ini. Kalau saya berharapnya lebih ke manfaat hidrasinya sih.

Yuk, sekarang kita buka jar-nya aja! Isinya cream yang nggak bisa disebut cream juga karena lebih bening dan encer. Ya soalnya kan ini gel cream. Warnanya putih bening, dan agak basah. Aromanya menthol, nggak terlalu semriwing sih tapi lumayan seger. Isinya penuh sampe nempel-nempel ke filter tutup.

Pas dicolek rasanya adem. Gampang diratain karena teksturnya yang gel, dan setelah merata nggak meninggalkan bekas noda kecuali efeagak basah beberapa saat - dan saya justru suka ini.

Saya pakai ini di wajah dan leher. Pas dioles cepat meresap dan tidak lengket tapi sayangnya produk ini terasa panas dan perih di beberapa area kulit wajah saya :(. Tapi ngga lama ilang kok panas dan perihnya lalu kulit jadi terasa lembap terhidrasi. Untung rasa panas dan perih itu cuma terjadi di hari-hari pertama, selanjutnya udah nggak lagi. Sebelumnya saya pernah pakai hydrating gel juga dan reaksinya sama; panas dan perih dulu. PIXY White Aqua Gel Cream lembapnya ringan dan kulit terlihat segar usai pakai ini. Segarnya karena efek agak basah di kulit sehabis pakai night cream ini. Btw, indikasi lembap buat kulit saya; kalau dipakai senyum lebar nggak terasa ketarik dan kalau dipegang kenyal. Nah PIXY White Aqua Gel Cream ini bisa bikin kulit saya begitu. Kalau soal mencerahkan, saya enggak - atau belum - ngerasain. Mungkin karena skin care yang saya pakai bukan cuma satu produk ini aja.

Night routine saya agak banyak dan nggak cuma satu jenis produk doang. Jadi setelah milk cleanser dan face wash, saya ada toner - serum - baru night cream dari brand lain yang udah rutin saya pakai sebelum beli PIXY White Aqua Gel Cream ini. Awalnya saya pakai dengan menumpuk dua night cream sekaligus. Jadi pakai PIXY dulu untuk menghidrasi, baru pakai night cream lain yang - semoga - ada moisturizing-nya. Cuma setelah beberapa hari kulit saya terasa perih saat pakai night cream dengan cara ini. Jadi sekarang saya pakainya selang seling setiap hari. Misalnya malam ini pakai night cream lain, besok malamnya baru pakai PIXY White Aqua Gel Cream. Gitu terus diulang-ulang sampai cream-nya habis. Saya enggak layer lagi dengan pelembap lain setelah PIXY White Aqua Gel Cream ini karena kalau malam rasanya ini saja sudah cukup.

Sampai hari ini kulit wajah saya nggak break out setelah ditambah pakai PIXY White Aqua Gel Cream. Udah sekitar semingguan pakai. Jadi kesimpulannya, produk ini cocok di kulit saya. Melembapkan dan tetap terasa ringan dan segar sampai pagi. Saya masih akan pakai sampai habis, dan maybe repurchase kalau belum ketemu produk lain yang lebih baik ;).

Price: Rp. 24.000 @18 ml
Rate:4/5
Repurchase? Maybe yes
Notes:
+ formulanya cepat meresap dan tidak lengket
+ melembapkan, terasa ringan, dan segar
+ nggak memicu break out di kulit saya
- kemasan jar mungkin terasa kurang higienis bagi sebagian orang
- panas dan agak perih di kulit saya

Minggu, 02 Juli 2017

[Review] PIXY BB Cream Bright Fix - Ochre

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Hai! Tau nggak sih saya sekarang udah ngebenahin penulisan judul - plus isi - tiap nulis dalam blog ini *ra penting*. Kalo pos yang lalu-lalu, yasudahlah biarin aja begitu. Soalnya kalo mesti ngeditin ratusan pos satu per satu bisa sakit maag saya nanti. Nah, hari ini saya mau nulis review tentang make up baru. Yaaay! PIXY BB Cream! Padahal sebenernya di rumah masih punya dua tube alphabet cream lain yang isinya lumayan, tapi tetep aja beli BB Cream. Dulu banget, BB Cream adalah alphabet cream pertama yang saya beli. Dulu belinya Maybelline karena kayaknya baru itu yang ngeluarin BB Cream, lalu disusul merk lain yang sebagian juga udah saya cicipin. BB Cream menurut saya paling terkenal di antara temen-temennya sesama alphabet cream; AA, CC, DD, dan EE. Yang AA dan EE malah saya belum pernah liat, apalagi nyobain. Yup, daripada saya malah ngobrol yuk kita liat aja topik review hari ini, PIXY BB Cream :).


Kotaknya cantik dengan warna pink lembut. Di kotak ini ada hiasan renda yang timbul, jadi terasa kalo disentuh. Di depan kotak terdapat klaim keunggulan produk ini, yaitu SPF 30 dan PA +++. Trus ada juga teknologi smart lock powder dan non comedogenic-nya yang sudah teruji klinis. Kalo tube-nya sendiri berwarna putih dengan tutup pink. Tube ini keseluruhan desainnya sama dengan kotaknya tapi warnanya dibalik. Jadi renda yang di tube gantian pink kalo di kotak tadi putih. Kalo tulisannya sama semua.


PIXY Bright Fix BB Cream diformulasikan dengan Smart Lock Powder yang mempertahankan make up tetap cerah dan tidak kusam hingga 12 jam. Teksturnya yang ringan menutup noda di wajah tanpa terkesan tebal. Dapat digunakan dengan atau tanpa bedak. Dilengkapi dengan:
  • SPF 30 PA +++, perlindungan optimal terhadap sinar UVB dan UVA
  • Natural Whitening Extract dan Derivat Vitamin C, sebagai whitening agent
Teruji secara klinis tidak memicu timbulnya komedo.


BB Cream diklaim merupakan skin care sekaligus make up. Tapi kalo saya sih fungsiin produk ini sebagai make up aja. Bahan dasarnya air. Kalo ingredients lengkapnya, baca di foto yaa...


Ada tiga shade, Beige, Cream, dan Ochre. Saya beli yang shade Ochre, karena menurut saran BA-nya ini yang paling masuk ke kulit saya. Ntar kita buktikan apa iya. Sekarang kita swatch dulu BB Cream-nya. Tutup produk ini ulir, jadi lebih aman ketimbang flip. Ujung tube-nya dibuat meruncing dan mulut tube-nya kueciil abis, seukuran diameter jarum deh jadi isinya bisa dikeluarkan dikit-dikit tanpa beleberan.

Teksturnya pas, engga kekentalan juga nggak terlalu liquid. Shade Ochre ini kayaknya yang paling terang deh dibanding dua lainnya. Pas di tangan - tentu saja karena warna kulit tangan saya lebih gelap dibanding wajah - jadinya terlalu putih. Agak sulit dibaur dan patchy, tapi mungkin karena kulit tangan saya banyak bulunya. Pas di-blend lagi warnanya jadi lebih merata, naikin tone warna kulit saya tapi coverage-nya tipis aja - warna pembuluh darah masih keliatan. Engga apa-apa, malah jadi nggak keliatan 'dempul' kok. Sekarang, kita coba di wajah.

Sayang, warna Ochre ini tetap terlalu terang di kulit wajah saya. Hasilnya saya malah jadi putih seperti hantu, huks T_T. Mungkin harusnya saya pilih shade yang Cream aja - pas di tester ngga nyoba semua di wajah karena baru abis facial dan males pake make up. Di wajah, dia lebih mudah dibaurkan tapi tetep patchy. Naikin tone warna kulit saya memang walau terlalu putih, tapi warnanya bagus kok enggak ashy jadi ngga keliatan kusam. PIXY ini tone-nya kekuningan malah, beda sama BB Cream model Korea yang biasanya keabu-abuan. Kulit saya yang cool nyatanya bagus-bagus aja dengan hint kekuningan. Saya udah nyoba pakai BB Cream ini dengan jari dan spons. Lebih mudah pakai spons sih, jadi lebih merata. Kalau pakai jari agak susah, malah jadi pada nempel di jari. Pakai BB Cream dengan spons juga bikin hasilnya lebih halus dan ringan karena nempelnya lebih tipis. Cuma kalau pakai spons kadang butuh BB Cream-nya lebih banyak.

Coverage produk ini - kayak yang saya bilang tadi - tipis. Bisa ngasih lapisan di atas kulit, tapi ngga akan nyamarin noda atau warna yang terlalu gelap. Ngga bisa nutup lingkar hitam seputar mata, juga nggak nutup pori - tapi it's okay karena ini yang bikin engga komedogenic. Area yang patchy di kulit wajah saya yaitu pada hidung - mungkin karena kondisi kulit hidung saya lagi kurang bagus. Kalo dari jauh sih nggak keliatan, tapi begitu dideketin baru deh nampak ngelupas-ngelupas dan jadi kayak peta waktu dipakein BB Cream. Untuk area wajah lain yang baik-baik aja, hasilnya bagus. Tampilan kulit jadi lebih halus dan cerah. Saya cobain make up lengkap dulu ya!

Setelah di-make up-in lengkap, jadinya nggak terlihat terlalu putih lagi di kulit saya. Mungkin tadi karena bibirnya pucat jadi keliatannya warna kulitnya terlalu terang. Sekarang jadi lebih seimbang - tapi saya penasaran sama shade lain, ada yang bisa langsung masuk ke warna kulit saya nggak ya? Ini make up-nya enggak saya set pakai bedak. Hasilnya dewy, berkilau-kilau gitu tapi engga minyakan. Di beberapa orang, BB Cream ini ngasih finishing semi matte. tapi di saya enggak. Saya tuh kayaknya pakai make up apapun kalo nggak di-set pake bedak pasti hasilnya dewy. Saya pakai kurang lebih 8 jam dan masih stay. Warnanya juga tetap cerah, enggak oxydize. Dalam 8 jam dipakai itu, nyaman-nyaman aja kok rasanya di kulit, tetap terasa ringan. Kalo sampe 12 jam saya belum nyoba. Oh iya, menurut review lain yang saya baca, shade Ochre ini emang susah masuk di warna kulit kebanyakan wanita Indonesia. Untuk ngakalinnya bisa dicampur aja antara tiga shade BB Cream kepunyaan PIXY sampai dapat warna yang pas. Tapi boros kali dong kalo kudu beli tiga, kapan abisnya pula? Hmm, mungkin bisa dicampur dengan foundation, concealer, atau alphabet cream lain yang udah dipunya yang warnanya lebih gelap, atau pakai setting powder berwarna lebih gelap.

Non comedogenic-nya bener enggak? Asal kalo bersihin make up sampai tuntas sih menurut saya pasti nggak akan memicu komedo. Produk ini mudah dibersihkan pake susu pembersih kok. Untuk efek skin care di dalamnya saya enggak ngerasain, soalnya pakai ini sebagai make up dan itupun nggak setiap hari.

Price: Rp. 30.000
Rate: 4/5
Repurchase? No
Notes:
+ udah ada SPF 30 PAA +++
+ non comedogenic
+ plus tambahan skin care
+ hasilnya halus di kulit yang kondisinya bagus
+ ringan dan tahan lama
- patchy

Sabtu, 01 Juli 2017

[Fully Loaded] Belanja Boros Bulan Juli

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Pos berlabel ini mulai sekarang hanya akan memuat skin care, make up - termasuk tools, dan buku-buku baru saya. Jadi kalo misalnya saya belanja barang lain engga perlu ditulis di sini ya? Jadi, sekarang saya bahas aja belanjaan saya yang boros di bulan ini T_T. Lumayan banyak, dan saya harap sampe bulan depan masih nyukup dipakai. Bukannya pamer nulis pos ini, tapi ini tuh jadi semacam data dan reminder buat saya. Biar tau bulan apa beli apa, abis berapa, mana yang beneran perlu dibeli, mana yang cuma pengen. Jadi saya bisa belajar menahan diri dan mengatur keuangan ;). Selain itu pos ini juga bisa jadi referensi belanjaan juga buat yang baca. Sebagian besar belanjaan ini udah dibeli dari akhir bulan lalu sebenernya, jadi beberapa isinya udah saya pakai. Nah apa aja fully loaded bulan ini? Baca terus ke bawah yaa...

Dove Nutritive Solutions Sampo Rp. 9.900 @ 12+1 sachet 10 ml
Dove Nutritive Solutions Total Damaged Treatment Kondisioner Rp. 9.900 @ 12 sachet 10 ml
Emeron Hair Vitamin Rp. 6.100 @ 6 capsule 1 ml


Sekarang ganti ke sampo dan kondisioner sachet karena kalo beli botol justru di saya jatuhnya lebih boros. Jadi saya tuh susah ngira-ngira seberapa banyak produk yang kudu dipake per keramas, kalo dalam sachet gini kan udah ada takarannya. Beli Dove karena dulu udah pernah pakai dan cocok. Rambut saya yang kering - dan kemarin malah semakin kering dipakaiin Natur - jadi lebih lembut usai pakai Dove. Saya ambil yang diperuntukkan bagi rambut rusak karena rasanya lebih cocok.

Tadinya udah suka sama hair vitamin dari Ellips, tapi ternyata ada Emeron yang lebih murah, hihihi. Makanya beli ini. Baru nyoba sekali dan baik-baik aja, cuma kapsulnya lebih keras. Wanginya mirip buah markisa, manis asem-asem tapi seger. Kalo efeknya belum terasa, tapi pas dipakai nyaman aja. Nggak lengket dan cepat diratakan. So far saya suka.

Gillete Razor Daisy Plus For Women Rp. 16.500 @ 2 pieces
Johnsons Baby Bath Milk & Rice Rp. 18.850 @ 200 ml
Nivea White Make Up Clear 2 In 1 Foam Rp. - @ 100 ml
Dove White Beauty Bar Rp. 6.125 @ 90 gr
Marina UV White Bright & Fresh Body Scrub Rp. 11.725 @ 200 ml


Razor ini tadinya ngga mau dimasukin tapi terlanjur difoto jadi yaudahlah. Saya termasuk orang yang banyak bulunya -_-, termasuk di tangan dan kaki. Engga rutin diilangin sih, cuma pas kalo pengen tampil mulus aja. Saya ngga cocok pakai produk hair removal, jadinya malah merah-merah dan lecet kulit saya. Kalo waxing, engga cocok di dompet. Jadi mending dicukur aja, hemat, hihihi. Selain buat tangan dan kaki, buat keti juga biasanya saya pake razor kalo udah malas berurusan dengan pinset. Ini beli satu set isinya dua, yang kefoto cuma satu karena satunya udah saya pakai. Oh iya razor ini buat sekali pakai buang lho, jadi nggak untuk pemakaian berulang.

Kulit tubuh saya kering, rasanya pas kalo dipakaiin produk bayi. Sabun cair ini saya tertarik karena kandungan milk and rice-nya. Dulu udah pernah nyoba dan suka jadi sekarang beli lagi. Enak sih dipakai, busanya dikit tapi lembut dan abis dibilas nggak ngeringin kulit walau agak licinnya bikin kurang nyaman.

Kalo Nivea make up clear ini dapet gratis, udah dibendel sama body serum. Cuma tinggal satu itu trus saya ambil. Tadinya khawatir udah kadaluwarsa makanya digratisin, tapi pas ngecek belum kok jadi saya ngerasa aman untuk keep this. Belum nyoba kalo ini produknya.

Sebotol baby bath jelas nggak akan cukup buat sebulan jadi saya beli Dove beauty bar untuk dipakai selang seling. Lembut juga kok walau sabunnya keras kaya batu dan agak pegel membusakannya. Ini juga akan saya pakai kalo lagi pergi-pergi karena praktis, bisa buat wajah, tubuh, sampe rambut. Eh iya, sekarang bentuk sabunnya diperbaharui ya? Logo burung merpatinya dicetak di depan maupun belakang sabun.

Selanjutnya beli body scrub. Ambil merk di atas karena saya penasaran sama lulurnya Marina. Berhubung baca-baca review katanya bagus dan liat feed di Instagramnya juga menarik, saya beli deh! Baru nyolek sekilas, dan saya langsung suka. Wanginya enaak, mengingatkan saya akan suatu memori tapi entah apa. Scrub-nya juga nyaman dipakai karena nggak terlalu kasar.

Marina UV White Bright & Fresh Hand & Body Lotion Rp. 15.850 @ 500 ml
Nivea Extra White Firming Body Serum Rp. 34.375 @ 180 ml
Nivea Night White Firming Body Serum Rp. 36.300 @ 180 ml
Purbasari Hand & Body Lotion Zaitun Rp. 10.850 @ 220 ml


Body lotion ini pasangannya body scrub yang tadi. Harganya murah dan isinya super banyak! Saya udah beberapa kali beli ini - dan varian lain, udah pernah nulis review-nya juga dulu. Lotion yang ringan dan segar. Meskipun daya lembapnya menurut saya kurang, tapi nyaman dipakai kok karena nggak lengket. Toh bisa re-apply kalau dirasa udah nggak lembap.

Duo body serum yang jadi belanjaan selanjutnya sempet saya favoritin banget beberapa bulan yang lalu. Abis itu night serum-nya ngilang dari pasaran, saya kira ditarik peredarannya karena ngga laku atau apa. Tapi ternyata mereka berdua muncul dengan formula baru, plus manfaat firming! Saya beli karena kangen dan memang lagi butuh body serum buat ngeratain warna kulit belang saya. Produk lain belum ada yang seampuh ini soalnya.

Purbasari di-repurchase karena belum nemu body lotion lain yang teksturnya sebagus dia dengan harga semurah dia. Udah saya pakai sih dan masih suka juga walau sekarang mulai bosen. Produk buat kulit tubuh saya rada banyak bulan ini, plus sisa body butter dan cream dari bulan lalu yang belum habis. Sekarang saya pakainya satu-satu, biar lebih terorganisir habisnya.

Wardah Hydrating Cleanser Rp. 20.300 @ 150 ml
Wardah Hydrating Toner Rp. 20.250 @ 150 ml
Wardah White Secret Exfoliating Lotion Rp. 63.400 @ 150 ml
Pixy Eye & Lip Make Up Remover Rp. 22.000 @ 60 ml


Saya sedang seneng banget sama segala sesuatu yang berbau hydrating, makanya beli milk cleanser dan toner varian ini. Udah pernah pakai pas awal-awal saya kenalan sama produk Wardah. Lupa sih kesannya dulu gimana, yang baru ini belum dicobain karena nunggu yang di rumah habis dulu.

Saya pingin nyobain produk exfoliating baru bulan ini. Punya Vitacid sih di rumah, tapi agak takut pakainya - khawatir terlalu keras. Pingin produk yang dijual bebas di swalayan aja. Yang paling gampang dibeli ya dari Wardah ini. Eh Wardah ternyata produsen lokal yang produknya udah macem-macem lho, yang lain kayaknya belum bikin. Ini baru saya pakai sekali dan sukses bikin kulit saya ngelupas-ngelupas keesokan harinya. Belum berani pakai lagi, mungkin besok dipakai seminggu sekali aja. Oh iya, kalau pakai exfoliating lotion macam ini, pastikan sesudahnya pakai hydrating toner. Untung saya udah beli juga :).

Yang berikutnya, Pixy make up removerRepurchase karena yang kemarin udah mau abis. Sukaa, dan sekarang ini jadi make up remover favorit saya :)!

Newcell Eye Serum Roll On Rp. 25.100 @ 15 ml
Mentholatum Beauty Mask Lifting Moisture Rp. 15.200 @ 24 ml
Nuface Prominent Essence Facial Mask Rp. 18.400 @ 23 ml
Herborist Minyak Zaitun Rp. 16.075 @ 75 ml
Pixy White Aqua Gel Cream Rp. 24. @ 18 ml
Wardah Hydrating Aloe Vera Gel Rp. 31.700 @ 100 ml
Natur-E Daily Nourishing Natural Vitamin E 100 IU Rp. 16.700 @ 16 capsule


Saya udah punya eye cream cuma rasanya tak berefek apapun di mata, jadi nyobain beli eye roll on ini. Adem banget dipakai karena roll on-nya berbahan stainless. Sayang serum-nya kadang masuk ke mata kalo terlalu deket muterinnya dan keluarnya nggak merata. Belum ada efek apa-apa juga selama pakai ini, tapi so far suka efek mijit-mijit dari roll on-nya.

Katanya kulit kering bagus kalau pakai sheet mask semacam ini. Saya beli dari dua merk, tapi keduanya sama-sama berfungsi melembapkan kulit. Yang Mentholatum saya tertarik karena produk-produk dari mereka biasanya bagus dan terpercaya, yang Nuface karena ada embel-embel bee venom-nya, saya lumayan tertarik karena belum pernah nemu ekstrak ini di skin care lain. Dua masker ini belum dipake, agak sayang karena harganya lumayan buat dipakai sekali aja :(.

Pas udah beli minyak zaitun, saya baru baca kalo ternyata olive oil juga berpotensi bikin clog pore lho! Meskipun enggak pakai minyak ini di wajah sekarang, tapi saya jadi mikir jangan-jangan selama ini komedo saya selalu subur karena pakai skin care yang ada kandungan olive oil-nya. Belum ngecek semua bahan skin care saya sih, tapi mulai sekarang jadi waspada. Pas beli Herborist, enggak ngecek kalo ini ada mineral oil dan BHT-nya juga, agak nyesel beli karena banyak tambahannya. Ada perfume-nya juga, tapi untung wanginya saya suka. Saya pakai ini kalo mau luluran, pernah buat rambut alis, bulu mata, dan bibir juga. Tapi apes, di alis dan bulu mata malah bikin gatal dan rontok, jadi saya hentikan. Kalo di bibir sih oke, cepat meresap. Dulu pake pure olive oil yang dari Wardah bisa buat kulit wajah - walau ada perfume-nya juga, tapi kalau yang ini no no no.

Night cream saya masih ada, tapi kurang lembap jadi saya beli lagi. Iseng aja sih belinya tapi ternyata cocok dan suka! Udah pakai beberapa hari, diselang seling dengan night cream lama karena kalo ditumpuk terlalu kuat kayaknya.

Yang berikutnya hydrating gel serbaguna dan bisa saya pakai di mana-mana. Sampai hari ini rutin dipake buat wajah, leher, dan area lipatan tubuh yang perlu hidrasi. Suka karena adem, nyaman, lembap, dan nggak lengket. Favorit ini! Sempat ingin beli produk aloe vera dari Korea yang dalam jar itu, tapi takut dapat yang palsu jadi tetep beli Wardah aja deh. Tuh kan Wardah produknya lengkap bingits.

Pas ke apotik, nanyain suplemen kulit Skinfit yang diiklanin Agnez Mo itu. Murah sih kesannya emang karena kemasannya per 4 kapsul dibandrol cuma dengan Rp. 12.500 saja. Tapi coba pikir, kali beli segitu doang paling buat empat hari pol. Kalo sebulan? Sama aja kayak beli Nourish Skin yang udah lebih terpercaya. Batal beli deh dan milih Natur E aja. Walau ini cuma vitamin E tanpa tambahan bahan suplemen kecantikan lain, tapi ngga pa pa lah cukup. Lagian kebanyakan mengonsumsi suplemen - apapun itu - kan sebenernya ngga baik juga malah efeknya di kemudian hari. Saya beli yang isi 16 kapsul, minumnya tiap dua hari biar ngga kebanyakan vitamin E yang harus diabsorpsi tubuh. Di iklannya, seumuran saya harusnya pilih yang 300 IU, tapi saya tetep dengan 100 aja. Itupun udah banyak saya rasa.

Pixy UV Whitening Two Way Cake Cover Smooth Refill Rp. - @ 12,2 gr
Pixy BB Cream Bright Fix - Ochre Rp. @ 30 gr
Pixy Perfect Eyeliner - Black Rp. 35.200 @ 5 ml
Pixy Lip Conditioner Rp. 22.000 @ 3,7 gr
LT Pro Long Lasting Matte Lip Cream - 03 Rp. 88.900 @ 8 ml
Pixy Lip Cream 02 Party Red
Pixy Lip Cream 03 Classy Red
Pixy Lip Cream 05 Edgy Plum
Pixy Lip Cream 06 Bold Maroon Rp. 39.600 @ 4 gr


Ini dapet gratisan lagi refill TWC bonus beli lip cream Pixy. Belum saya pakai karena pas diliat shade-nye terlalu gelap untuk skin tone saya. Karena dapatnya free jadi ngga bisa milih shade waktu itu. Besok deh saya cobain dulu hasilnya gimana kalau dipakai.

BB Cream-nya udah saya cobain, ntar saya bahas di review khususnya aja. Beli karena di rumah punya CC dan DD Cream. Rasanya kurang lengkap kalau nggak beli BB juga.

Eyeliner pensil saya payah, yang gel udah mengering, dan liquid hampir habis. Beli lagi deh yang liquid buat ganti. Pixy eyeliner ini udah pernah saya beli dulu waktu masih awal suka dandan. Kuasnya enak dipakai karena agak keras, jadi bikin garisnya mudah - bahkan bagi pemula. Ngga tau ada berapa warna, tapi saya beli yang hitam - paling pas rasanya buat eyeliner.

Saya mulai lelah colak colek lip balm, jadi nyoba beli lip conditioner yang lebih praktis. Nyaman sih dipakai, tinggal ulas dan bibir lembap tanpa rasa nggedibel minyakan. Saya pakai ini sebelum pakai lipstick, kalau malam tetep pake lip balm karena lip conditioner ini daya lembapnya masih di bawah lip balm.

Dari buanyak merk lip cream yang bermunculan, saya malah belum nyobain LT Pro. Katanya ini produk lokal yang paling sukses nge-dupe NYX. Benarkah? Enggak juga sih menurut saya. Shade 03 ini pas di-swatch di tangan mirip 02 Stockholm, tapi pas di bibir lebih gelap. Creamy-nya mirip, tapi finishing-nya LT Pro lebih dead matte plus cracking :(.

Yeay! Finally I got all shade of Pixy Lip Cream :*! Ini lip cream termurah yang pernah saya beli - lebih murah dari produk lokal malah - jadi saya koleksi semua shade-nya. Kemasannya juga lucu, sukaa. Sayang pilihan warnanya yang paling aman saya pakai cuma dua, sisanya lebih bold semua dan saya cuma pede pakainya di special occasion tertentu yang isinya orang dandan semua.

Selain belanjaan di atas, saya juga nyetok beli tisu dan kapas. Engga saya fotoin di sini sih, soalnya walaupun kedua hal itu bisa masuk di tools skin care, tapi ngga urgent banget harus saya bahas kaan. Lagian urusan tisu dan kapas saya udah langganan, selalu beli Mitu buat wet tissue, Nice buat tisu kering, dan Selection yang lapis tipis untuk kapasnya :).

Ananta Toer, Pramoedya. 2013. Anak Semua Bangsa. Jakarta: Lentera Dipantara.
Ananta Toer, Pramoedya. 2012. Jejak Langkah. Jakarta: Lentera Dipantara.
Ananta Toer, Pramoedya. 2011. Rumah Kaca. Jakarta: Lentera Dipantara.
Hirata, Andrea. 2010. Maryamah Karpov. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Hirata, Andrea. 2010. Padang Bulan. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Hirata, Andrea. 2010. Cinta Di Dalam Gelas. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Tohari, Ahmad. 2011. Ronggeng Dukuh Paruk. Jakarta: Gramedia.


Bulan ini beli 6 buku baru. Nggak lebih banyak dari jumlah buku yang saya habiskan bulan lalu sih, tapi ini lumayan karena beberapa tebel-tebel. Akhirnya saya punya seri lengkap dari tetralogi Laskar Pelangi dan tetralogi Bumi Manusia. Juga punya buku trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Masih pingin ngoleksi seri cerita kenangannya Nh. Dini. Yang terakhir itu susaah banget nyarinya karena udah nggak ada cetakan baru. Ada yang jual buku Sebuah Lorong Di Kotaku, Padang Ilalang Di Belakang Rumah, dan Sekayu? Kalo ada tolong kasih tau ya, saya mau beli :).

Bulan depan entah mau beli berapa buku lagi. Saya memang suka baca, tapi ngga mau terbebani harus selalu beli buku, jadi nanti sedapatnya aja :). Nah sudah dulu ya fully loaded saya bulan ini. Terimakasih sudah baca :)!