Selasa, 30 Agustus 2016

REVIEW : Viva Eye Shadow Cream Coklat & Silver

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]


Beberapa waktu yang lalu saya sempat beli dua eye shadow baru dari Viva. Jenisnya eye shadow cream. Kalau saya baca beberapa review-nya sih, katanya eye shadow cream Viva ini produk murah tapi bagus :). Apakah benar begitu? Mari kita simak bongkar eye shadow ala Incess :))!

Yang pertama dan paling penting...ehm, harganya. Saya beli di Mutiara harganya masing-masing Rp. 6.800 rupiah saja. Murih kan? Tapi isinya ya cuma seuprit sih. Viva eyeshadow cream ini memiliki sejumlah shade warna, cuman saya lupak tepatnya ada berapa. Harga untuk beberapa warna ada yang berbeda dengan harga untuk warna yang saya beli ini (coklat dan silver). Saya nggak tahu kenapa dibedain, apa karena kualitasnya atau harga bahan dan proses produksinya yang berbeda?

Kemasannya :


Dikemas dalam wadah plastik bertutup bening, di atas tutupnya terdapat logo dan tulisan khas Viva. Dari luar kita bisa menengok jika isi eye shadow di dalam kemasan ini terdapat di tengahnya, dikelilingi oleh wadah plastik putih, Ukuran kemasannya kecil, kira-kira se-uang logam seratus perak yang jaman dulu itu yang biasa dipake buat kerokan (:D) lebih dikit. Karena kecil ini jadinya praktis dan simpel buat dibawa-bawa traveling - yakali traveling sangu aisido. Selain kecil kemasannya juga ringann - isinya berarti ringan pula - tapi nggak rapuh kok. *kayaknya*

Kita balik kemasannya :


Seluruh keterangan yang berkaitan dengan eye shadow ini ditulis di situ oleh produsennya. Tapi ngomong-ngomong, saya bingung baca expired date-nya. Itu maksudnya gimana ya? Jadi kadaluwarsanya tahun berapa?

Dibuka tutup beningnya :


Membuka tutupnya cukup ditarik aja dari atas. Mudah dibuka namun nggak gampang terlepas sendiri kok tutupnya bahkan seandainya kamu teledor meletakannya terbalik sekalipun.

Saya coba colek eye shadow-nya :


Nama eye shadow cream yang disematkan pada produk ini kayaknya agak salah alamat deh. Soalnya tekstur si eye shadow masih terlalu padat untuk dikatakan berjenis cream. Kalau saya mengasumsikannya malah ini compact eye shadow biasa cuma dalam versi lebih empuknya. Mudah dicolek, nggak krimi, sedikit buttery tapi nggak sampai mbubuk banget gitu. Ketika dicolek dengan jari langsung nempel dengan kuatnya ke jari-jari saya (demikian juga kalau pakai kuas). Karena saking nempelnya ke jari - atau aplikator - eye shadow ini malah justru jadi susah dioles ke kelopak mata. Masih kekeuh aja dia nggak mau lepas dari jari.

Ini saya usapkan cukup kuat biar warnanya nempel ke tangan. Yang coklat matte sementara yang silver shimmer - kilau shimmer-nya bahkan masih nempel di jari setelah saya bersihkan pakai make up remover. Sekilas terkesan pigmented ya. Tapi kalau dioles ke kelopak mata sayang kurang pigmented. Padahal warna yang saya pilih soklat gelap lhoo...

Kelopak mata saya penuhi pakai warna coklat terus warna silvernya saya ulaskan mulai dari inner corner sampai ke tulang alis. Nggak terlalu kelihatan ya? Malah kesannya saya nggak pakai eye shadow kalau nggak diperhatikan bener-bener. Salah satu indikator penanda saya pakai eye shadow adalah adanya kilauan shimmer dari si warna silver. Salah duanya? Ya peratiin aja keleuss ada warna soklat walaupun samar di atas garis eyeliner. Eh iya, karena warna eye shadow ini kurang nampol, dia mudah ditimpa dengan warna eyeliner tanpa merubah warna eyeliner-nya. Yang saya pakai ini eyeliner pensil warna hitam dari Oriflame - punya udah lama dari kapan ya lupa :S *tapi InsyaAllah belum kadaluwarsa* - untuk liner atas dan liner bawah mata itu pakai pensil alis Viva, hahaha. Bisa kan dimultifungsikan :P.

Sebetulnya pas barengan beli eye shadow ini saya juga beli base-nya. Tapi kenapa malah saya lupa pakai? :S. *ini lupanya bukan karena faktor umur lho #akuhbelumtuwak tapi mungkin karena saya lelah (?)*

Warna samar-samar semacam eye shadow cream dari Viva ini masih okelah kalau untuk dandanan sehari-hari yang natural. *adek mau sekolah atau ngampus? pilihlah eye shadow ini* Kalau untuk dandanan glamour, deuh sebaiknya jangan pakai eye shadow ini. Tapi mungkin bisa aja kalau dialasi base dulu dan warnanya dioles berulang kali sampai tebelll.

Bagaimana dengan daya tahan? Tadi saya bilang kan kalau shimmer yang nempel di jari masih melekat bahkan setelah saya bersihkan pakai make up remover? Berarti nempelnya kuat walau warnanya kurang pigmented. Untuk eye shadow cream ini, saya pakai dari siang sampai menjelang mandi sore masih awet. Sebelum mandi saya bersihkan pakai kapas dan make up remover di kapas masih terlihat warnanya terangkat. Shimmer-nya kurang saya perhatiin masih nempel di kelopak mata enggak tapi kayaknya habis mandi dan cuci muka udah ilang kok.

Kesimpulan saya :
Untuk kelas produk lokal dengan harga sangat terjangkau, kualitasnya sebanding dengan harganya. Ya, pigmentasi eye shadow lokal memang cenderung kurang sih... Kecuali eye shadow inez, itu eye shadow produksi lokal paling pigmented menurut saya! Jadi eye shadow ini tidak sebagus yang dikatakan dalam review-review-nya yang pernah saya baca :(.

Notes :
+ Harga terjangkau
+ Kemasan praktis kalau mau traveling tinggal comot aja satu nggak menuhin tempat
+ Daya tahan cukup lama *ini agak bertolak belakang dengan ke-kurangpigmented-annya*
- Warna kurang pigmented saat dioles di kelopak mata - saya belum nyobain kalau pake base, maaf yaa

Senin, 29 Agustus 2016

Wajah Kusam? Hayukk Facial... [Review Facial Di Bellissima]

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Dua hari kemarin kan saya bolak-balik Bantul - Solo - Bantul. Selama itu juga saya absen pakai krim-krim perawatan saya. Duh jan. Begitu pulang lagi ke Bantul, saya merasa ini muka jadi kusam dan berdebu. *karena ini saya belum jadi review krim LBC sekalian membahas kondisi kulit saya pasca pemakaian combine skin care, nanti aja nunggu kulit stabil* Saya jadi pingin facial, tapi saya segera ingat sedang program berhemat. Facial di tempat kesayangan saya Larissa itu mehong girls, saya biasa bio acne facial itu 95 rebu. Lumayan dapat berapa liter pertamax tuh buat bolak-balik Bantul - Solo lagi?

Karena mahal, Larissa saya coret dari daftar tempet tujuan saya untuk facial. Tapi mendadak saya ingat, di jalan Bantul ada baliho besar berisi iklan klinik perawatan kecantikan baru yang di iklannya tertulis gede-gede kira-kira begini : "wajah kinclong pori-pori kecil dalam 2 minggu, facial 30 ribu, paket krim 50 ribu". Gilee murah bener. Saya jelas nggak percaya sama paket krimnya, tapi kalau facial...bolehlah dicoba. Btw, Bellissima ini menulis di papan iklannya : No. 1 Aesthetica Herbal, tapi kok saya nggak percaya yaa... Mana ada herbal 2 minggu kinclong?

Jadilah siang bolong - eh agak sore sih - tadi saya kelayapan ke klinik perawatan kecantikan tersebut. Namanya Bellissima. Sebelum berangkat saya nyoba nyari review di internet tapi belum ada. Ada yang nanya sih di forum female daily tapi kurang jelas udah ada yang jawab apa belum. Klinik ini memang masih baru sih, jadi mungkin belum banyak yang nyoba dan tertarik nulis review-nya. Bellissima yang saya datangi yang beralamatkan di Jl. Raya Bantul KM 6,5. Kliniknya di pinggir jalan, nggak terlalu besar. Bagian depannya kaca semua jadi kita bisa kelihatan dari dalam oleh pegawainya (?). Di sisi atas dinding kaca tersebut terdapat spanduk nama kliniknya. Kira-kira kayak gini nih...

Kefoto segini doang, ini ambil fotonya dari parkiran. Parkirannya pas di depan kaca ini.

Begitu selesai parkir saya langsung masuk ke dalam. Begitu masuk saya bingung, kok banyak orang? Tapi bukan pasien. Ternyata itu dokter dan pegawainya lagi nonton tipi bareng. Nontonnya drama India Ranveer & Ishani. *duh dok* Saya cuekin aja mereka dan berjalan ke meja CS, daftar, ngisi form, konsul dokter. Pas saya datang nggak antri, saya doang jadi cepet. Konsul dokter nggak sampai 2 menit. Dokternya cewek, umur sekitar 30-an, cuma nanya mau facial apa sambil nyodorin daftarnya, trus nawarin mau beli krim sekalian enggak sambil ngecek kulit muka saya pakai kamera yang tersambung ke screen. Lalu dokternya bilang kulitnya nggak terlalu ada masalah kok. Dalam hati saya ya iyalah saya bukan pasien awam yang belum pernah tersentuh perawatan. *songong dikit* Dokternya kurang berpengalaman kayaknya karena nggak bisa jelasin ke saya jenis-jenis facial yang ada pas saya tanya. Karena penjelasannya kurang memuaskan jadi saya pilih yang termurah aja, yang 30 ribuan. Pas milih ini saya ditawarin ke yang 40 ribuan, yang plus totok. Okelah saya setuju. Langsung saya balik ke meja CS yang ternyata merangkap kasir, bayar, dapat member card, trus ke ruang facial-nya. Ruangnya di lantai 2 ternyata.

Notanya

Member Card-nya sayang cuma dari kertas...

Sebelum facial, saya dipersilahkan ganti kemben di ruang ganti. Kembennya berwarna ungu tipis, kayak bahan mukena yang tipis ringan melayang yang biasanya warna-warni itu lhoo. Habis ganti saya dipersilahkan berbaring di tempat tidur. Terus mulailah si mbak therapist memulai tugasnya. Therapist yang mem-facial saya ini masih muda, baru lulus SMK tahun kemarin waktu saya tanya. Aduhh saya jadi berasa tuwa -_-, secara saya lulus SMA sudah 5 tahun yang lalu.

Tahapan facial-nya standar. Bersihin muka pake milk cleanser, dibersihin pake spons basah, habis itu dioles krim dan dipijet - ini sesi totoknya, saya kurang paham kenapa ditaroh di awal. Pijetannya enak, nggak cuma di wajah aja tapi sampai punggung. Pas banget nih buat saya yang pegel-pegel abis dari Solo kemarin. Habis pijet-pijet, wajah dilap lagi pakai spons basah. Habis itu di-scrub, sayang scrub-nya kurang terasa. Habis itu dibersihin lagi dan diuap. Pas diuap ini mata ditutup pake kapas basah. Diuapnya enak, hangatnya pas. Lalu mulailah sesi pembersihan komedo, pas ini mata masih ditutup. Sayang ngebersihin komedonya kurang teliti si mbak therapist. Pas ngebersihin nggak terasa sakit sama sekali - mungkin karena pelan-pelan dan kurang tuntas - dan hasilnya para komedo belum bersih sempurna. Mana cepet banget bersihin komedonya, nggak sampai 5 menit, lamaan juga pijetnya tadi. Yaah meskipun demikian saya nggak protes sih, wong murah ini. Kalau di Larissa yang harga facial-nya dua kali lipat lebih memang bersih tuntas - haduu jadi pengin ke Larissa - kalau ini yang ekonomis yaa seginilah.

Pas saya lagi sesi pembersihan komedo, di sebelah ada yang facial juga. Karena per tempat tidur cuma disekat tirai maka saya bisa mendengar percakapan antara mbak pasien sama mbak therapist-nya. Mbak pasiennya belum pernah facial jadi banyak nanya dan mbak therapist-nya langsung menggebu-gebu nawarin facial kepompong. Nawarinnya niat banget gitu, sampe diulang berkali-kali.padahal mbak pasiennya ogah. Saya jadi penasaran facial kepompong itu facial macam apa :S. Apakah nanti habis di-facial lalu kita jadi punya sayap kupu-kupu lalu pulangnya bisa terbang-terbang sambil kalau mau mampir ke kembang-kembang?

Habis sesi pencet komedo yang cepat tadi, lanjut ke tahap berikutnya yaitu dipakaiin alat yang saya baru tahu fungsinya buat anti iritasi. Alatnya kurang lebih sama kayak yang dipakai di Larissa habis sesi pencet komedo juga, yang kayak dari logam, waktu dipakaiin di wajah ada sensasi cekit-cekitnya. Pas di Larisa cekit-cekitnya hampir nggak berasa, nah di sini ini sakit bener, kayak kesetrum di wajah. Nyerinya sampai ke jempol kaki rasanya. *saya hiperbola* Habis dipakaiin alat ini lalu dimasker. Maskernya biasa, warnanya putih, pakaiinnya tipis, di wajah aja nggak sampai leher atau dada. Waktu masker dioles ada sensasi perih, tapi saya rasa ini karena bekas tindakan sebelumnya yang pakai alat tadi. Nunggu masker kering, di mata saya ditumpangin timun. Timunnya melorot-melorot dan tengahnya agak jarang jadi saya kalau melek bisa melihat luar dari balik irisan timun tersebut.

Habis masker mengering (cepet karena tipis, sekitar 7 menit aja), lalu dibersihkan pakai spons basah lagi. Setelahnya wajah dikasih semacam penyegar lalu dikasih pelembap tipis dan selesai deh. Berakhirlah facial singkat ini - kalau dihitung-hitung hanya sekitar 35an menit. Saya mulai di-facial pukul 15.09 dan berakhir sekitar jam empat kurang seperempat. Kalo dikalkulasi, facial-nya doang sekitar 25 menit, yang 10 menit pijetnya. Habis facial, kayak gini nih muka saya :

Tidak terlalu ada perubahan berarti, nggak berasa seger kaya habis facial. Duhh, tahu gini tadi ke Larissa aja biarpun mahal tapi puas -_-. *hati kecil saya berkata "ingat duit ingat duit, ini aja gak pa pa yang penting udah facial"*

Secara keseluruhan yah, kurang puas sih sama facial di Bellissima. Tapi ya saya bisa maklum kok, harga memang membawa kualitas. Tapi kalau untuk pijetnya sih oke, mungkin sini mending buka klinik totok wajah sekalian pijet aja nggak usah facial kali yaa...

Untuk yang ingin facial dengan hasil bersih memukau, klinik ini kurang saya rekomendasikan. Tapi kalau ingin merasakan totok wajah dan pijet-pijet yang (menurut saya) enak, di sini oke kok :). Cuma di sini nggak melayani totok atau pijet doang ya, mesti facial juga untuk dapat paket itu.

Eh pas selesai facial sebelum pulang saya lewat meja CS-nya lagi dan lihat ada produk body lotion di deretan produk krim wajah yang dipajang. Saya nanya dong - iseng-iseng siapa tahu kalau murah dan menjanjikan saya tertarik beli - dan diberi informasi : itu body lotion whitening, harganya 85 ribu isi 100 ml. Langsung saya nggak tertarik beli. Heii 100 mili itu dikit coy, kalau dipakai di seluruh badan paling 4 hari habis secara saya boros. Menghamburkan 85 ribu untuk 4 hari? Aku sih NO. Mending pakai body lotion merk drug store aja, lebih murah dan aman.

Okelah sudah dulu ya cas cis cus saya kali ini. Semoga bermanfaat :).

Pindahan Kos Baru Dan Belanja Hemat

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

https://caboge.files.wordpress.com/2013/08/peta-kukup.jpg

Minggu depan saya udah mulai kuliah. Sabtu lalu saya udah ke kos buat bersih-bersih dan mindahin beberapa barang. Kayak gimana kos saya? Puanas pol dan berdebu sumpeh. Saya dari siang sampai magrib ngelap-ngelap seluruh perabot sampai nyapu dan ngepel, itu pun belum berasa bersih bener. Mana dindingnya penuh tempelan embuh kertas-kertas tak berguna sisa peninggalan nenek moyang penghuni kos sebelumnya -_-. Saya benci tempelan di dinding yang tidak artistik, jadi saya kletekin aja semuanya. Cumaaa...setelah dilepas tempelannya, dinding jadi tidak bersih bekas sisa selotip. Rencananya besok akan saya beliin sticker dinding buat nutup bekas selotip itu. Yahh kalo sticker kan rapi plus luchu anett jadi saya nggak benci :).

Karena mulai bulan September sudah kuliah yang mana hidup di kos dan butuh biaya makan mandiri maka saya sedang berusaha hemat supaya uang jatah saya cukup, kesian yah gue? Ini masih Agustus tapi jatah saya buat bulan September udah dikasih ke ibuk sebelum saya nengok kos kemarin, dan karena saya orangnya gampang tergoda ketika pegang uang maka sedikit di antaranya sudah saya belanjakan benda-benda tidak perlu :(. Kalau ibuk saya tahu pasti akan sangat disesalinya menyerahkan itu uang ke saya -_-. Sekarang sisa uangnya saya umpetin jauh di dasar dompet biar saya nggak tergoda. Rencana mau ditabung aja ke bank tapi belum sempet juga. Di samping yang saya umpetin, saya pegang dikit aja buat pegangan - kali-kali aja saya goyah.

Kemarin saya udah beli lagi beberapa lipstik Purbasari untuk melengkapi set satu serinya. Sekarang totalnya saya punya sembilan, tadinya punya empat, trus beli lima lagi. Kurang satu...nomor 85 susah banjet dicari. Lima lipstik baru saya kemarin saya beli di tiga tempat berbeda. Amazing-kah kedengarannya? Nggak juga ya. Tadinya saya ke swalayan tempat saya beli empat lipstik sebelumnya, soalnya kemarin di sana shade-nya lengkap. Ternyata pas saya datang kembali cuma dapat dua shade saja...yang lain sold out. Huaduh sebegitu larisnya kah lipen ini? Saya sama sekali tidak memprediksikan stok si lipstik bakal hampir semua terjual secepat itu secara swalayan deket rumah saya itu letaknya ndeso - rumah eyke ndeso jugak.

Dua shade yang saya dapat dari swalayan dekat rumah tadi nomor 86 dan 90. Saya belinya Sabtu pagi sebelum berangkat ke Solo. Habis itu lanjut ke swalayan lain dan dapat dua shade lagi, 87 dan 88. Saya masih belum putus asa mencari shade-shade berikutnya, jadilah hari Minggu sepulang dari Solo saya mampir ke sebuah toserba berbeda, dan dapat shade 89. Masih kurang 85, tadi siang saya nyari ke toserba lain lagi belum dapat juga. Langka amat yakk gaes. Tapi saya udah ninggalin nomor handphone dan pesen sama mbak BA-nya supaya kalau stoknya datang kabarin dan keep satu buat saya. Ternyata saya pantang menyerah ya berburu lipen, hahaha. Purbasari punya lima shade baru lagi, tapi belum banyak beredar di toko-toko, mesti beli onlen dan saya males. Jadi yaa cukup sepuluh shade pertama saja dulu yang saya koleksi :).

Jelang saya ke Solo kemarin, body essence saya habis. Deuh mana saya lupa belum photo buat review, jadi apa boleh buat deh saya nggak review. Entah mungkin bisa kalau beli lagi, cuma sekarang saya belum ada niatan beli lagi gegara pingin hemat. Nah untuk mewujudkan cita-cita hemat saya tersebut saya beli body lotion Marina kemasan gede dengan uang pegangan. Biar gede tapi murce :D. Itu bakal saya pakai nanti di kos. Di rumah, saya masih ngabisin body butter kopi yang sebelumnya bikin saya mabok itu. Dikit lagi abis, body scrub-nya juga. Saya nggak akan nulis daftar empty produk habis saya bulan ini, soalnya cuma tiga benda tadi dan sudah saya sebutkan di sini.

Saya bingung nih, sedang ingin berhemat tapi kok beberapa kebutuhan habis juga. Huah...belanja gak ya belanja gak ya bulan depan :S. Semoga saya yang solehah ini dapat tambahan uang jajan Ya Allah.

Eh saya mau sharing hal mengharukan. Kemarin pas di Solo saya makan nasi liwet khas daerah sana. Trus pas pulang ke rumah, saya dimasakin sayur brokoli yang pahit bener di lidah oleh ibuk. Herannya, terasa lebih enak si brokoli pahit ketimbang nasi liwet. Makanan terenak di dunia memang masakan rumah... Jadi itulah sebabnya teman-teman saya yang perantau jauh suka rindu makanan rumah. Sebab seenak-enaknya makan di luar, pasti lebih nikmat makan di rumah sendiri. Kenapa? Tanyakan pada hatimu. *gimana terharu nggak?*

Tahu nggak? Solo - Bantul (rumah saya) kira-kira dua jam perjalanan. Saya dalam dua hari bolak balik sudah menghabiskan sekitar lima jam hidup saya di atas motor di jalanan. Hari ini pegel semuaaa... Sudah dulu yaa.

Jumat, 26 Agustus 2016

Keranjang Belanja Agustus [Sekalian Review Singkat Purbasari Lipstick Color Matte]

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Sebenarnya bentar lagi udah mau September, tapi emang akhir bulan Agustus ini saya mendadak khilaf belanja -_-. Ceritanya gini, saya galau akibat kedatangan mantan gebetan yang bertahun-tahun lamanya saya singkiri. Karena galau saya putuskan jalan-jalan ke konter kosmetik, dan malah pulang bawa segepok lipstik. Tapi tahukah kawan? Hebatnya galau saya langsung hilang bersamaan dengan datangnya lipstik-lipstik baru ituh. Warbyazah.

Lipstik baru saya bukan new comer di dunia perlipenan. Ini udah booming dari dulu, saya aja yang telat kekinian. Yep, inilah Purbasari Lipstick Color Matte!


Saya beli empat shade awal. Tadinya mau borong seluruh shade-nya tapi apa daya karena tanggal tua jadilah uang saya ngepas. Besok deh saya lengkapin kalau udah punya duit. Empat lipstik baru saya ini saya bawa pulang dengan harga 107 ribu rupiah saja, berarti 26.750 rupiah saja per satuan. Murce merica kan? Purbasari ini memang brand dengan harga lipstik matte termurah seantero negri. Viva punya lipen murah sih, tapi itu bukan matte. Harga di bawah 27 ribu itu termasuk sangat murah karena di beberapa olshop aja harganya bisa melambung sampai 48 ribuan per satuan. Gile, apa saya mesti buka olshop biar untung banjir?

Purbasari Lipstick Color Matte booming sejak demam lipstik matte melanda para wanita di seluruh penjuru dunia. Kayaknya barengan meledaknya sama Wardah Longlasting Lipstick deh, sekitar tahun lalu. Beberapa bulan yang lalu saya udah baca banyak review soal lipstik ini, tapi belum tertarik beli karena barangnya langka - saya males nyari. Beberapa kali mampir ke toko kosmetik besar semacam Mutiara selalu di konternya ada tulisan 'lipstik matte Purbasari kosong'. Mungkin mbak BA-nya sudah terlalu bosan ditanyain calon pembeli yang nyari lipstik ini sehingga akhirnya bikin tulisan itu *pake kardus dan dispidol tulisan gede-gede*.

Pas belanja kemarin, saya dapat Purbasari Lipstick Color Matte ini justru di swalayan dekat rumah yang kebetulan punya konter kosmetik di dalamnya. Tadinya saya pikir swalayan ndeso sekecil itu nggak akan punya koleksi barang langka kayak gini, eh ternyata malah lengkap. Hmm, kayaknya saya nggak boleh ber-suudzon lagi nih. Kenapa di pusat kosmetik Jogja benda ini langka sementara di konter kecil dalam swalayan ada? Bisa jadi gini nih ; karena di Jogja sudah terlalu banyak manusia pemburu lipen yang beringas membeli seluruh stok sampai habis sementara di swalayan deket rumah saya itu sepi pengunjung yang melek dandan sehingga jarang ada yang beli dan stoknya utuh, atau karena bulan ini si lipstik udah nggak terlampau booming sehingga stoknya lebih mudah ditemui.

Ngomong-ngomong biarpun telat kekinian beli lipstik hits ini tapi ternyata beberapa temen saya juga belum punya loh. Jadi belum telat-telat amat saya :D. Eh, ngomong-ngomong lagi kayaknya Purbasari itu dulunya yang paling hits lulurnya ya yang bergambar putri raja. Sekarang tambah lagi produknya yang hits yaitu lipstik matte. Saya bahkan baru tahu kalau Purbasari ada lini make up-nya semenjak berita kehebohan lipstik matte-nya beredar.

Purbasari Lipstick Color Matte punya 15 shade, terdiri dari 10 shade lama dan 5 shade baru. Semua shade diberi nomor dari 81-95 *saya bingung kenapa nggak dimulai dari angka 01 saja?* dan nama yang diambil dari nama-nama batu permata. Saya nggak tahu apakah warna lipstiknya sama dengan warna batu permata dengan nama sama yang disematkan padanya. Entahlah. Tapi nama-nama batu tersebut memberi kesan mewah pada si lipstik biarpun harganya murah.

Tadinya saya mau nulis review Purbasari Lipstick Color Matte - yang sebetulnya sudah banyak review-nya di jagad maya - kalau sudah punya lengkap semua shade-nya. Tapi saya terlalu nggak sabaran untuk menunggu saat itu tiba. Jadilah saya tulis review singkat yang nanti kemungkinan akan saya tambah kalau sudah punya shade lengkap.

Purbasari Lipstick Color Matte yang saya punya ada 4 biji, nomor 81,82,83,84. Sengaja belinya berurutan biar nanti gampang nglengkapinnya. Eh, saya tuh suka beli lipstik tapi belum pernah punya set lipstik lengkap yang satu seri gitu. Makanya Purbasari Lipstick Color Matte ini bakal jadi project pertama saya nglengkapin satu set seri lipstik.

Kita mulai saja dari kemasannya :


Dibungkus kotak hitam menceling dengan tulisan keemasan. Kotak ini tadinya masih dikemas dengan plastik bening yang sudah saya lepas - kayak semacam kotak rokok yaa. Di pojok kanan atas ada angka penunjuk nomor shade-nya di dalam gambar love yang sewarna dengan isi lipstik di dalamnya. Warna pada love di kotak ini sebetulnya nggak terlalu akurat tapi lumayan lah bisa menunjukkan secara garis besar warna lipstiknya kurang lebih seperti apa. Kalau dibuka kotaknya, di dalam masih ada kertas tebal pelindung lipstik, jadi aman dari resiko terguncang.

Deskripsi :
Purbasari Lipstick Color Matte - ringan dan tahan lama
"Inovasi terbaru dengan pelembab"
- Tahan lama dan tidak mengkilap
- Terasa ringan pada bibir anda
- Melembabkan bibir
- Warna tidak pudar sehingga penampilan anda akan tetap segar

Ingredients :
Octyldodecyl Strearoyl Stearate, Cyclomethicone, Methyl Methacrylate Crosspolymer, Octyldodecanol, Dimethicone, Beeswax, Candelilla cera extract, Copernicia Cerifera Cera, Mica, Ozokenite, Propylparaben, Tocopheryl Acetate, Squalane, BHT, Parfume, May contain: CI 77891, CI 77491, CI 77492, CI 77499, CI 15850, CI 15850:1, CI 15850:2, CI 45410:2, CI 19140:1, CI 15985:1, CI 42090.

Pff, saya benci nulis tulisan yang sukar dibaca seperti di atas. Siapa sih yang nyiptain nama-nama rumit kayak gitu? Jarang juga kayaknya pembaca yang akan baca paragraf di atas. Saya kurang paham soal ingredients, bagi yang berkepentingan mohon mencari informasi sendiri ya. Sedikit yang saya pahami, dimethicone itu bahan yang bikin tampilan lipstik jadi matte, beeswax yang melembapkan - squalane juga. dan BHT itu pengawet beserta paraben-family. Ini kalau nggak salah lho yaa...

Purbasari Lipstick Color Matte diproduksi oleh PT. Cosmar, Tangerang, Indonesia *hmm Tangerang memang kota pabrik* untuk PT. Gloria Origita Cosmetics, Jl. Ciputat Raya No. 2C Keb. Lama, Jakarta -Indonesia *nama pabriknya kayak nama anggota paskib yang lagi naik daun*. Ini saya heran kenapa pabriknya ada dua??

Ada batas kadaluwarsanya, yaitu Juli 2019. Masih lama, dan dengan isi lipstik yang cuma 4 gram kayaknya bakal habis sebelum expired. Produk ini juga sudah mengantongi izin BPOM, aman lah yaa.

Kita lanjut ke lipstiknya. Berbentuk persegi sehingga tidak akan menggelinding, memiliki kemasan berwarna hitam berkilau juga seperti kotaknya, bertuliskan Purbasari dengan warna keemasan pada salah satu sisi persegi. Sekilas dilihat, mewah juga kemasannya. Sayang kesan mewah ini pudar saat menyentuk kemasannya. Terkesan rapuh soalnya enteng banget bahan plastiknya. Tapi ya bisa dimaklumi wong murah ini. Tulisan Purbasari berwarna keemasannya saya perkirakan akan cepat pudar bila lipstiknya sering disentuh-sentuh. Untuk membuka kemasan lipstik ini cukup tarik bagian tutupnya dari batas garis keemasan di tengah kemasannya itu  - jangan diputer wong ini persegi - dan untuk menutupnya tinggal dipasang lagi sambil ditekan sampai terdengar bunyi 'klik'. Tutupnya rapet kok, nggak akan lepas sendiri asal nutupnya bener. Pada bagian bawah kemasan lipstik terdapat nomor dan nama shade-nya. Yang punya saya 81 Diamond, 82 Mirah, 83 Pyrus, dan 84 Ruby. Di depan nomor ada kode EC yang sama untuk semua shade, saya nggak tahu itu kode apa. Btw, namanya susah dihafal yaa...

Kalau nutup sampai bunyi 'klik' biar lipstiknya safety


Warna lipstik di dalamnya :



Sekilas terlihat gelap semua ya warnanya? Aslinya seri Purbasari Lipstick Color Matte ini memang warnanya cenderung gelap dan pekat semua. Ada sih merah terang, cuma satu itu kayaknya. Dan ada dua warna nude - salah satunya 81 yang saya punya - walau kalau dilihat dari bullet-nya sih gelap juga.

Untuk pembahasan warna, hasil pemakaian, dan tekstur serta segala macam apalah-apalah saya tulis di pos lain aja ya besok kalo shade-nya sudah lengkap :). Yang ini sekian dulu, terimakasih :).

*Btw, saya punya video dikit yang saya share di Instagram. Nonton dong buat seru-seruan :D...di https://www.instagram.com/p/BJhsTgahx1e/?taken-by=ddessy24.

Fashion Dari Masa Ke Masa

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Kapan terakhir kali kamu pakai celana potongan cutbray? Itu tren fashion era tahun 2000-an. Saya waktu kelas 1 SMP. Itu tahun 2005. Habis itu tren celana berganti dari yang lebar di bawah jadi menyempit alias berpotongan pensil. Habis itu semakin ketat dan jadilah skinny. Sekarang bahkan celana skinny jatuh pinggangnya nggak cuma pas di atas pinggul, tapi yang high waist sampai bener-bener di bawah dada juga ada.

Saya termasuk yang susah nyari celana berukuran pas sama badan. Sebabnya, pinggul saya itu gede walaupun pinggang kecil. Hal tersebut berlaku saat saya kurus seperti saat ini maupun saat gemuk. Tetep aja pinggang keciiil. Sebenarnya ini patut disyukuri karena sebagian besar wanita rela menyiksa diri pakai korset ketat demi pinggang kecil sementara saya tanpa korset pun udah kecil. Cuma, ya itu tadi susah nyari celana yang pas. Terutama celana jeans. Apalagi, kaki saya paha sama betis gede, hahaha. Kaya pemain bola. Makin susah ngepasin ukuran celana sama pinggang dan kaki.

Kalau saya nyobain celana pas mau beli, biasanya yang di kaki pas di pinggangnya kelonggaran. Yang ukurannya pas di pinggang, di kaki kesempitan banget atau malah nggak muat. Ini kan bikin kesel gitu. Masa iya kalau celana jeans saya harus njahitin sendiri? Malas kan. Akhirnya saya kalau beli celana jeans ngikutin aturan yang pertama aja, yang penting kaki muat dulu urusan pinggang kelonggaran biarin deh. Toh nggak bakalan melorot juga ketahan di pinggul. Cuma aturan ini sulit diterapkan untuk high waist jeans. Soalnya model celana kaya gini kalau dipakaiin atasan pasti atasannya harus dimasukin. Kalau dikeluarin percuma dong model celananya nggak kelihatan. Nah dengan atasan yang dimasukin, kan nggak lucu kalau celananya justru longgar di pinggang. Makanya harus pintar menyiasati. Saya punya dua celana high waist nih, kalau pas pakai, atasan yang jadi pasangannya mesti tebel nih bahannya. Jadi lumayan buat ganjel pinggang.

Balik ke soal tren fashion, tren fashion itu selalu berputar dari masa ke masa. Celana pensil atau skinny pun sudah pernah ngetren pada zaman baheula, dan sekarang ngetren lagi. Potongan high waist juga, itu bukan penemuan baru dalam dunia fashion. Bahkan celana cutbray juga sudah ada sejak lamaaa, sejak jamannya cowok-cowok abege kalo malam minggu ngajak ceweknya disko dan ngajaknya via pager. (?)

Saya sekarang sedang suka sama fashion jadul. Vintage gitu. Atau gaya retro. Ala jaman nenek saya muda dulu *nggak setua itu juga kali*, eh ibuk saya muda dulu. Saya paling suka vintage dress. Yang potongan roknya lebar dan kalau dikibas ikut muter, motif kembang-kembang, pokoknya yang semacam itu. Ngomong-ngomong, dengan pinggang kecil saya agak ribet juga milih dress. Saya suka - dan paling aman - pakai dress yang roknya A-line, yang melebar di bawah, tapi yang jatuh pinggangnya bisa ditutupin. Kalau mau mengekspose bagian pinggang, saya mesti pilih dress yang roknya slim fit - aduh gimana jelasinnya ya, yang ngepas mengikuti bentuk badan deh. Itu jatuhnya bagus di saya, bikin badan ala barbie. Barbie punya pinggang super kecil, right?

Beberapa waktu yang lalu, ibuk saya nunjukin foto jaman mudanya dulu. Dan saya langsung sukak melihat fashion jadul yang dipakai. Sayang baju jaman ibuk saya muda itu nggak disimpen sampai sekarang jadi nggak bisa diwariskan ke saya.

Saya sebetulnya pingin lho bikin foto reka ulang gaya berpakaian ibuk saya di atas :D. Kemeja kotak-kotak merah hitam punya, tapi rok span hitam kayak gitu saya nggak punya :S. Jadi nggak tahu deh bisa rekonstruksi ulang fashion-nya nggak. Tapi menarik yaa fashion jadul itu... Sudah dulu ah, salam retro!

Senin, 22 Agustus 2016

Belajar Dandan ; Karena Cantik Itu Ada Waktunya...

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Kemarin saya iseng blogwalking ke blog-blog tetangga trus ada yang posting soal pengalaman dia belajar dandan dan merawat diri dari jaman dulu hingga sekarang. Dari dia - katanya - jelek sampai cantik. Suer saya lupa itu blog siapa, tapi isinya sumpah bikin saya tertarik membuat tulisan yang temanya sama. Tapi kontennya beda ya, saya mau nulis soal pengalaman saya sendiri. Tulisan ini berdasarkan pengalaman yang saya ingat aja ya, bisa jadi ada yang terlewat atau lupa-lupa ingat.

Saya mulai kenal yang namanya make up tuh dari masih belum sekolah. Waak, lenjeh ya saya dari balita. Soalnya ibuk saya tuh tipe wanita karir yang kalau berangkat kerja berpakaian rapi, pake high heels matching sama tas, dan pastinya ber-make up. Jadi ibuk tuh semacam figur pengenal ubarampe perdandanan bagi saya. Kalau ibuk lagi make up, pasti saya ikut nimbrung dan ikut pakai bedak sama lipstick. Karena masih kecil waktu itu dandanan saya bukannya cantik tapi malah serem. Celemotan soalnya. Dari kecil saya juga suka dress up dan pakai high heels sama tasnya ibuk. Sampai akhirnya pas saya TK tuh ibuk beliin saya high heels sendiri yang ukuran anak-anak. Gile yee, saya udah mendahului Suri Cruise pake heels sejak kecil.

Pas SD, saya makin gemar dandan. Boneka-boneka mainan aja saya dandanin pake eye shadow dan lipstick. Eh, saya kutex-in juga tangannya, hahaha. Waktu SD ini, ibuk sempat beliin saya lipstick sendiri jadi saya suka pakai lipstick ke sekolah. Busyet, hahaha. Anak SD ganjen saya dulu -_-.

Meskipun suka dandan, tapi saya belum kenal skin care pada masa kecil itu. Dulu, akibat tinggal di daerah dataran tinggi yang udaranya dingin maka saya jadi malas mandi. Kalaupun terpaksa mandi karena mau berangkat sekolah, mandinya pun ngebut. Pokoknya jangan sampai kelamaan kena air. Karena saking cepetnya, maka sabunan pun sekenanya aja. Asal berbusa dikit, oles, bilas. Nggak bersih kayaknya mandi saya jaman dulu. Waktu balita sih masih dimandiin ya jadi bisa bersih, tapi begitu udah sekolah saya mandi sendiri dengan ala kadarnya itu. Pantesan aja kulit saya dekil, jarang kegosok sel-sel kulit matinya. Aduh, pokoknya saya kusam dan kluwus khas bocah kampung deh. Sebenarnya saya nggak item, tapi karena suka main di lapangan dan di kebon, akhirnya kulit saya menggelap juga.

Waktu SMP, saya malah jarang dandan akibat malu kalo diejek teman-teman di sekolah. Maklum anak sekolah kampung, muridnya pada norak kalo lihat temennya cantik dikit. Tapi pas SMP ini, saya mulai mengenal betapa pentingnya skin care selain make up. Sebenarnya waktu SD, saya pernah dibeliin facial foam - merknya saya lupa tapi kemasannya tube biru penuh tulisan-tulisan apa gitu - sama ibuk akibat beliau melihat muka kusam saya kayaknya perlu disabunin. Sebelum itu saya sabun mukanya ngikut pake sabun badan sih karena belum ngerti kudunya pakai sabun apa. Nah facial foam itu tuh nggak cuma saya pakai buat muka saya sendiri tapi saya pakai buat mandiin boneka juga sehingga cepet habis. Astaga saya ini :S. Nah, pas SMP saya tertarik beli facial foam lagi beserta beberapa skin care lain. Merk pertama yang saya jajal adalah Pond's karena waktu itu iklannya gila-gilaan membuat semua orang mendadak ingin berkulit putih. Pond's saya beli dari facial foam, cleanser yang bening itu, moisturizer, sampai body lotion-nya.

Waktu SMP ini juga saya mengenal yang namanya luluran. Lulur pertama yang saya coba saya lupa merknya apa, tapi jar-nya berwarna hijau. Harganya waktu itu 10.500 rupiah. Lumayan loh untuk ukuran anak SMP, itu bisa buat naik angkot 5 hari pulang pergi ke sekolah. Body lotion juga saya kenal pas SMP ini. Tadinya saya minta body lotion punya ibuk, merknya Citra. Trus saya beralih ke Pond's yang saya sebutin di atas karena pingin putih. Walah kenapa saya terobsesi jadi putih padahal saya nggak legam-legam amat. Mungkin saya merasa hitam karena dulu kusam. Biarpun rajin luluran dan pakai lotion, tapi saya masih tetep kusam waktu itu. Mungkin karena gemar main panas-panasan.

Pas SMA, mulailah saya gemar dandan lagi. SMA tuh, saya udah gemar pakai eyeliner dan maskara ke sekolah lho. Gilee, guru-guru aja jarang yang dandan. Kalau hang out ala-ala remaja keren, saya lebih heboh lagi dandannya. Alas bedak, TWC, eyeliner dan maskara, lipgloss - waktu itu nggak gemar lipstick, semua saya pakai. Mana nggak rapi pakainya. Tapi pada masa itu saya merasa cantik paripurna. Kepedean sekali yaa...

Waktu SMA juga, saya semakin fokus pada skin care selain make up. Beragam merk pernah saya coba. Terutama yang efeknya whitening. Mulai dari Pond's yang sejak SMP itu, Garnier, La Tulipe, Sariayu, Mustika Ratu, kayaknya itu aja yang pernah saya coba buat wajah. Kalau buat badan lebih beragam lagi merk-nya, tapi sebagian saya lupa jadi nggak usah saya sebutin aja. Pokoknya seputar Lux buat sabun mandi, Vaseline buat body lotion - kalau pas punya duit, pas enggak pakainya body lotion-body lotion murah semacam Citra, Marina, Placenta, yang ekonomis harganya buat anak sekolahan. Pas kere banget, nggak pakai body lotion. Waktu SMA, saya pernah ikut paskib. Sialnya pada masa baris-berbaris sambil pepanas itu dulu saya malah nggak rajin pakai body lotion ber-SPF apalagi sunblock. Jadilah saya item belang, masih kusam juga.

Eh, waktu SMA saya pernah terjebak memakai krim gaje yang dijual mbak-mbak sales sok tahu. Jadi saya beli krim apa gitu lupa merk-nya, pokoknya di klaim dapat membuat kulit putih dan cantik dalam sekejap dengan alami dan aman. Sudah pasti itu ngibul, mana ada produk yang aman bisa kayak gitu? Bodohnya saya percaya. Krim itu saya beli sepaket, ada sabunnya juga dan dua krim - satu pagi satu malam. Begitu dipakai, baru sehari aja kulit saya langsung bruntusan. Lanjut ke jerawatan, lumayan juga jerawatannya dulu. Padahal waktu SMP, biarpun kusam tapi saya nggak berjerawat lho. SMA inilah mulainya jerawatan. Bodohnya lagi biarpun jerawatan saya tetep gemar make up-an tebal. Nggak pergi-pergi jadinya itu jerawat. Untuk menghilangkannya saya sempat pakai beberapa jenis produk penangkal jerawat. Dari produk Pond's lagi yang seri anti acne, La Tulipe seri anti acne, kapsul Yung San, sampai sabun Holly pun pernah saya coba. Tetep nggak hilang juga. Ilangnya baru pas saya udah kuliah. Waktu itu pakai rangkaian produk Acnes.

Kuliah nih, saya sudah pada tahap mulai bisa dandan dan merawat diri. Jerawat juga udah pada hilang tadi, kadang masih muncul juga sih satu-dua. Karena hampir setiap ngampus pasti make up-an, maka saya mulai banyak belajar mengenai cara make up yang benar dari segala sumber. Paling banyak dari majalah, dari internet juga sih. Pas kuliah, saya rajin pakai skin care. Terutama body care-nya. Masa itu bahkan saya punya waktu untuk mijitin badan pakai olive oil sebelum pakai body lotion. Pakai produk pem-block efek sinar matahari juga rajin. Hasilnya, kulit saya berangsur cerah dan bagus teksturnya.

Waktu kuliah ini segala produk kecantikan makin banyak saya coba. Itu meliputi skin care dan make up ya. Waktu itu jerawat saya sudah sembuh tapi meninggalkan sejumlah bekas yang tidak menyenangkan dipandang. Noda-noda hitam yang sulit hilang, ditambah scar yang banyak dan dalam. Scar sudah pasti tidak bisa hilang hanya dengan pakai produk skin care, tapi noda hitam harusnya bisa dong. Mulailah saya berburu produk pencerah atau pemutih wajah yang bisa ngilangin noda. Waktu itu setelah Acnes saya pakai Garnier, trus Pond's lagi, trus balik Garnier lagi. Trus saya lupa pernah pakai apa lagi.

Ngomong-ngomong, pencerah sama pemutih beda ya. Pencerah nggak akan menaikkan skin tone kulit, pemutih menaikkan. Rata-rata semua produk drugstore yang berembel-embel whitening nyatanya tidak akan memutihkan kalau warna asli kulit pemakainya memang tidak putih. Tapi waktu itu saya masih ingin putih sihh...

Untuk dandan, produk make up saya makin banyak waktu kuliah ini. Waktu itu awal mula ngetrennya BB Cream. BBC pertama yang saya beli adalah Maybelline BBC. Waktu itu saya gemar nyobain bermacam merk BBC karena merk-merk lain juga mengeluarkan produk tersebut. Trus beragam produk dan merk make up lain pun makin banyak saya miliki - sampai sekarang. Dari Maybelline itu, PIXY, produk-produk Oriflame dan Sophie Martin, dan akhirnya saya menjadi penggemar Wardah. Kalau merk semacam MAKEOVER dan NYX itu baru-baru ini aja saya beli, bukan dari kuliah.

Beberapa, yang produk baru DDC-nya

Produk make up yang paling banyak bertambah dalam koleksi saya adalah lipstick. Duluuu ya, dari SD punya satu lipstick dan udah hilang juga entah sejak kapan. SMA nggak suka lipstick, sukanya lipsgloss yang berkilau sekali, kuliah punya tiga lipstick, lulus kuliah makin banyak beli lipstick - sampai sekarang.

Sekarang udah nambah lagi jumlahnya...:p

Sekarang? Yaa, bisa dilihat sendiri saya kayak apa. Semenjak era instagram nge-hits dan saya juga bergabung di blogger, makin banyak informasi soal skin care dan make up yang saya ketahui. Saya udah nggak kusam lagi sekarang. Masih ingin putih? Sebenarnya iya, tapi putih yang standar aslinya kulit asli saya pas lahir aja - padahal saya lupa pas lahir kulitnya warna apa. Maksudnya merata warnanya sewarna antara kulit yang kena sinar matahari sama yang di dalam pakaian. Nggak bisa lebih dari itu. Soalnya warna kulit itu genetis gais, nggak bisa diowah-owahi kecuali dengan tindakan medis seperti yang dilakukan Michael Jackson. Apa sih ya? Mengganti pigmen?

Sekarang tuh kulit saya udah nggak gelap. Saya nggak seputih cewe ras kaukasian yang negaranya bercuaca empat musim, tapi cukup lah. Apa saya nyebutnya kuning? Kayak minion :S, enggak juga tuh. Mungkin beige atau krem aja saya nyebut warna kulit sendiri? Pokoknya saya putih kekuningan dah. Nggak gelap kayak waktu masih suka pepanas tanpa perlindungan. Kulit saya juga sudah cerahhh, meskipun tetep belum rata antara betis atau tangan dengan kulit di bagian dalam yang enggak terkena sinar matahari langsung. Itu kulit tubuh, kalau kulit wajah, saya udah cukup terang dan cerah juga warnanya. Dan yang paling penting nggak belang sama badan. Sekarang masih dalam proses perawatan untuk memaksimalkan warna maupun teksturnya, nanti akan saya update kalau ng-review salah satu skin care wajah saya.

Beberapa waktu yang lalu rame banget meme 'maafkan dan mantan'. Ada dua hal yang saya tangkap dari meme itu. Satu, memang efek kamera jaman dahulu dan sekarang kualitasnya beda ya. Jaman sekarang filter biar cantik kaya apa juga ada, jelas lah bisa lebih cantik dari yang dulu. Yang kedua, memang cantik itu ada masanya. Saya juga ngerasain kok kalau dibandingin masa awal remaja dulu, saya yang sekarang jauh lebih cantik. Bukan hanya karena make up, tapi juga karena kondisi kulit yang semakin bagus :).

Sekarang, saya sudah paham seberapa skin care dan make up yang diperlukan untuk diri saya. Err, meskipun masih suka beli yang tidak perlu juga sih :p. Nah, demikianlah perjalanan panjang saya mencari kitab suci melewati berbagai proses berkenalan dengan skin care dan make up. Sekian dulu yaa :)!

Minggu, 21 Agustus 2016

Hoaahmm, Weekend Sama Dengan Weekdays! [REVIEW : Combine Sama LBC]

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

http://www.myjewishclipart.com/43-gambar-dp-bbm-long-weekend-keren-terbaru/#

Hari minggu dan hari senin sampai sabtu bagi saya itu sama saja. Soalnya masih belum masuk kuliah. Bengong di rumah aja jadinya.

Saya tuh pengin hari minggu gini keluar dari sarang, trus pergi belanja lipstick. Tapi dipikir-pikir, saya kan udah punya banyak warna lipstick. Ada kali tiga puluhan. Mana warna-warnanya kebanyakan sama pula. Jadi buat apa beli lagi? Itu pertanyaan bodoh - kenapa saya tanyakan sendiri? -_-. Bagi seorang penggila make up pasti belanja perangkat dandan itu nggak cuma buat rutin dipakai. Kadang buat koleksi juga, dan kepuasan diri sendiri. Saya tuh yang pemikirannya begitu. Rasanya lega aja kalau udah beli suatu barang baru. Misalnya lipstick, beli - pakai sekali dua kali - simpan. Mubadzir? Aslinya iya, tapi selama budget beli make up nggak mengganggu kebutuhan hidup saya masih amanlah.

Saya kalau minggu gini pingin juga diajakin hang out - mungkin sama gebetan. Atau sama mantan...asudahlah. Biar saya tuh ada cerita hang out yang bisa ditulis di blog ini. Kan isi aslinya masih random blog meskipun akhir-akhir ini tulisan saya sering bertemakan yang nyerempet beauty-beauty.

Eh eh, ngomong-ngomong saya sudah pakai krim LBC loh. Akhirnya saya combine sama produk dari Larissa. Awalnya saya khawatir karena dari sejumlah review yang saya baca - dan dari perkataan dokter yang praktek di LBC - isinya menyebutkan bahwa krim LBC tuh anti digabung sama skin care lain, hasilnya pasti break out. Bahkan sabun pun nggak boleh sembarangan, waktu saya konsul dan beli produk di LBC dokternya wanti-wanti ke saya kalau nggak mau beli sabun dari LBC harus pakai sabun bayi selama pakai krimnya. Nggak boleh pakai sabun selain dua itu. Tapi saya ngeyel. Saya tetep pakai pembersih termasuk sabunnya Larissa, dan krimnya dipakai bergantian. Break out? Nggak sama sekali. Ini apa kulit saya yang terlalu badak sampai kebal apa gimana? Tapi disyukuri aja sih :). Alhamdulilah, berarti saya nggak perlu khawatir pakai skin care apapun.

Meskipun pakai sabun Larissa, saya juga udah beli sabun bayi juga tuh. Buat jaga-jaga tadinya. Tapi nggak setiap cuci muka saya pakai. Jadi saya combine-nya tuh gini. Pagi tetep pakai milk cleanser - facial wash - toner - day cream Larissa. Siang/sore sabun bayi - day cream LBC. Petang facial wash - evening cream Larissa. Malam mau tidur facial wash Larissa - night cream LBC. Acne lotion udah nggak saya pakai saat ini, tapi kalau ndilalah ada jerawat ya pakai pagi sama malam.

Kelihatannya boros dan ribet? Sesungguhnya memang iya. Bisa aja sih saya habisin dulu seluruh produk Larissa baru ganti LBC. Atau saya stop aja Larissa dan ganti LBC. Tapi kedua pilihan tadi tuh tidak efektif. Kalau saya ngabisin produk Larissa dulu, berapa lama? Prosuk itu diperkirakan cukup untuk tiga bulan. Keburu krim LBC saya kadaluwarsa wong terlanjur sudah dibeli. Di-freezer dulu? Saya nggak yakin kualitas krimnya masih sama seperti kalau tidak dibekukan. Stop Larissa dan ganti LBC? Eman-eman dong produk Larissa-nya. Mana mahal lagi. Jadilah dengan nekat dan baca-baca doa saya ambil keputusan di-combine aja.

Selama sekitar satu minggu saya pakai kedua skin care dari dua brand berbeda tadi, nggak ada masalah berarti di kulit. Malah efeknya cenderung bagus. Meskipun saya khawatir juga kalau saya overdosis krim. Tapi kayaknya nggak akan lah. Jadwal pemakaiannya kan hampir sama dengan kalau saya cuma pakai satu produk. Ketambah night cream doang. Lagian ingredients dari kedua brand tadi pasti berbedalah - jadi nggak double dosis.

Produk dari Larissa cenderung ke arah menghilangkan dan mencegah jerawat datang. Produk dari LBC efeknya menaikkan skin tone. Jadi harusnya bisa saling bersinergi. *sok tau gue* Dalam satu minggu combine ini, hasilnya bagus lho di kulit saya. Tadinya waktu pakai Larissa doang, ya udah cukup bagus sih cuma warna kulit tetap karena si Larissa ini nggak punya fungsi bleaching sehingga skin tone kulit nggak akan naik. Saya bukan pingin kulit putih seperti tembok yang baru dicat atau seperti Valak gitu bukan. Saya maunya kulit putih berseri *amboi* dan juga sehat bebas jerawat. Nah, LBC tuh punya keunggulan di efek menaikkan skin tone. Nggak dramatis putih belang juga sih, tapi ke maksimal putihnya kulit aja kalau target saya. Jadi maksimal warna kulit terputih dan tercerah saudara-saudara adalah sewarna lengan dalam atau paha. Lebih dari itu? Kaya belangnya zebra antara muka sama badan.

Menurut sang dokter di LBC dan teman saya yang sudah pakai produk LBC duluan, di awal pemakaian akan ada pengelupasan kulit. Sesungguhnya saya benci pengelupasan karena bikin kulit menipis. Susah pula di-make up-in. Gimana enggak susah, kalau dibedakin malah akan mecetak 'peta' di wajah dan bikin bedak nggak rata. Untuk saya nggak mengalami hal tersebut. Memang ada pengelupasan sih, tapi dikit doang di area cuping hidung dan itu tidak mengganggu.

Saat ini, skin tone saya udah lumayan naik nih. Nggak drastis kok naiknya, nggak terlalu mencengangkan. Lagian kemarin kan sudah tambah cerah semenjak rajin pakai produk Larissa. Tapi memang krim LBC ini agak mengkhawatirkan sih kok cepet juga efeknya. Meskipun agak khawatir tapi saya lanjutin pemakaian krimnya -_-. Untuk pot-pot empat krim ini akan saya habiskan dulu selama enggak ada break out, baru setelah habis akan saya pikirkan lagi lanjutin yang mana. Yaah, prinsip orang pelit. Kalau ada yang nanya : nggak sayang muka sendiri dibuat percobaan? Saya tuh bukan lagi bereksperimen di lab nih, jadi bukan buat percobaan. Toh, saya bukan pakai produk yang tidak jelas asal-usulnya.

Nanti - atau besok - saya akan bikin review tersendiri soal day dan night cream-nya LBC. Di sini tadi cuma penggambaran singkat aja yaa soal efek combine-nya. Saya pingin menyertakan foto wajah saya before-after penggunaan skin care ini. Yang Larissa kemarin juga. Tapi nggak punya foto before-nya. Besok coba saya fotoin after-nya aja deh yaa. Nunggu saya dapat momen dan pencahayaan yang pas buat kamera ala kadarnya - yang sekarang susah untuk dipakai mengambil hasil foto bagus -_-.

Eh, saya mau share satu hal lagi mengenai pemakaian krim. Selama ini tuh saya masih galau kalau pakai krim boleh nggak sampai seputar mata? Dulunya saya hindari area seputar mata karena takut iritasi. Tapi kalau krim bleaching dipakai dengan menghindari area seputar mata nanti ketika daerah pipi atau dahi skin tone-nya naik, daerah seputar mata tetep gelap dong. Hasilnya kayak vampir malahan. Akhirnya saya coba pakai krim sampai seputar mata, tipiiis doang tapi. Krim dari Larissa biasa aja dipakai sampai seputar mata, tapi yang LBC night cream-nya bikin agak perih jadi saya hindari seputar mata - semoga nggak belang amat daerah mata sama pipi. Idealnya sih segala krim memang jangan dipakai sampai area seputar mata sih ya, krim mata ada sendiri kok. Kalau leher gimana? Krim Larissa yang day nggak saya pakai sampai leher. Kalau pagi leher saya pakaiin sunscreen kalau evening sampai leher. Yang LBC day sama night nggak saya pakai sampai leher takut bikin leher kering. Kalau wajah dipakaiin krim LBC, leher saya pakaiin olive oil aja untuk menjaga kelembapannya.

Ini hari minggu. Hari santai harusnya bisa saya pakai buat perawatan ya. Misalnya luluran. Tapi belakangan ini tuh saya udah nggak punya jadwal teratur buat luluran. Kayaknya semenjak lulur dan masker dari Roro Mendut abis deh. Saya pingin rutin luluran lagi tapi masih aras-arasen. Besok deh, bulan baru bikin jadwal luluran lagi.

Ehm, sudah dulu ya. Saya sudah banyak ngomong ngalor ngidul ini. Sekian dan terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca :).

Kamis, 18 Agustus 2016

REVIEW : Wardah C-defense DD Cream 01 Light

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Alphabet cream kayaknya belum kehilangan pamornya. Setelah cukup lama beredar BB Cream yang sangat hits sampai hampir semua merk mengeluarkan produk ini, lalu muncullah nama-nama krim alfabet lain. Konon AA, BB, CC, DD, dan bahkan EE Cream pun sudah ada sekarang. Saya punyanya baru DD setelah BB, jadi yang saya review kali ini jelas DDC. Ini bukan barang baru, sudah lumayan lama ada di laci penyimpanan make up saya. Kenapa baru di-review sekarang? Karena baru sekarang pengen review-nya, belum so last year kan? Anggap saja belum.

Sebelum saya membahas soal kehebatan DDC ini, saya mau cerita sedikit. Saya sedang berfikir tadi, soal orang yang gemar berdandan pasti makin lama dandanannya makin bagus. Atau katakankan gini, orang yang hampir tiap hari dandan pasti lama-lama kelihatan makin cantik. Soalnya dandanannya makin rapi, makin pas, makin mendekati sempurna lah. Contohnya saya. *HUAHAHAHA, pede sekali ngasih contoh diri sendiri* Dulu tuh saya menganggap bahwa dandanin muka tuh ya harus setebal dan seputih mungkin. Jadi dulu saya pernah lho pakai alas bedak tebel masih ditumpuk TWC. Pokoke kuandel rek! Dan itu cuma di muka, jadi belang sama leher. Haduh kenapa dulu saya pede keluar rumah dan pacaran dengan make up semacam geisha amatir begitu -_-. Selain muka over tebel alas bedak dan bedak, dulu saya juga belum ahli pakai eyeliner. Jadi garisnya suka bergelombang, dan kiri kanan bedanya drastis. Mana lipstick-an tuh asal berwarna aja, tanpa memperhitungkan warnanya rapi nggak atau ngelebihin tepi bibir nggak. Ngasal banget deh dandanan saya zaman dahulu kala. Tapi kini, karena sudah merdeka dan saya bebas bereksplorasi make up-in muka sendiri maka saya sudah lumayan jago bikin muka cantik tanpa berlebihan. *memuji diri sendiri boleh kan yak*

Kembali ke DDC. Produk lokal yang pertama ngeluarin DDC kayaknya Wardah, baru setelah itu disusul LT Pro. Yang saya review ini yang dari Wardah karena saya punyanya itu. Inilah Wardah C-defense DD Cream! Ada dua shade, kalo nggak salah light dan natural. Saya pilih 01 Light karena pas nyoba tester kayaknya lebih cocok yang light jatohnya di muka saya.


Kemasannya tube berwarna kuning dengan tutup flip top bening. Nggak ada yang istimewa sih dari kemasannya kecuali warnanya. Kuning jreng bikin seger kaya ngelihat jeruk gituh. Mungkin ini diwarnain kuning karena si Wardah mengklaim produknya mengandung Vitamin C yang identik dengan buah jeruk. Harganya saya lupa, sekitar 20 apa 30 ribuan gitu kayaknya. Isinya 20 ml, cukup banyak kok dan hemat karena pakainya cuma butuh sedikit-sedikit.


Seperti biasa kemasan depan belakangnya perhatikan sendiri yaa... Intinya Wardah C-defense DD Cream ini seperti namanya mengandung Hi Grade Vitamin C. Plus ada SPF-nya juga, 30. DDC ini merupakan krim lembut dan nyaman yang merupakan kombinasi lightening, tabir surya, dan antioksidan untuk kulit tampak lebih bercahaya. Mengandung Vitamin B3 dan E juga. Dengan memakai DDC ini hasilnya kulit tampak lebih cerah dan halus dengan rona merata.



Dulu, waktu belum ada DDC saya pernah nyobain BBC dari Wardah juga. Lantas, apa bedanya BB dengan DD? Dari salah satu sumber yang pernah saya kepoin saya dapat informasi bahwa BB, CC, dan DDC sesungguhnya adalah kombinasi dari foundation, moisturizer, sunscreen, serta krim perawatan kulit yang dikemas menjadi satu formula untuk memperbaiki penampilan kulit. Kalau dari pengalaman saya BB (blemish balm) cenderung berfungsi melapisi, melembapkan, serta melembutkan kulit dengan hasil dewy sementara DD biasanya cenderung ke krim perawatan selain untuk melapisi warna kulit. Coverage DD lebih ringan daripada BB.

DD singkatannya bisa Daily Defense atau Dynamic Do All. CC adalah Complexion Correcting jadi buat meratakan discoloration warna kulit, AA kalau nggak salah Anti Aging, kalau EE eikke belum ngerti bokk.

Kita fokus ke Wardah C-defense DD Cream. Produk ini memiliki tekstur krim yang nggak terlalu cair, senderung kental malah, berwarna krem terang (yang shade light).


DDC ini mudah sekali diratakan dan sedikit aja cukup untuk seluruh wajah. Seukuran yang di foto atas itu bisa buat semuka saya - tapi untuk coverage tipis aja.



Setelah diratakan, DDC ini membuat warna kulit lebih cerah dan bercahaya. Halus juga. Meskipun saya bilang kulit lebih cerah bercahaya tapi nggak se-perfect editan filter kamera ya. Pori-pori masih nampak, dan noda yang gelap juga nggak ter-cover sempurna. Mungkin karena saya pakainya tipis aja. Kemampuannya meratakan warna kulit? Kayaknya lumayan, soalnya kulit saya nggak hiperpigmentasi parah jadi kayaknya warnanya merata aja pakai DDC ini - meskipun masih ada sedikit noda yang membandel. DDC ini kelihatan natural banget loh di kulit, kalau di saya lebih natural dari BBC dengan merk yang sama. Finish-nya dewy look, tapi nggak berkilau banget. Agak berminyak dikit di kulit saya yang sudah berminyak ini. Kalau mau kelihatan matte set pake powder sesudahnya.

Saya nggak setiap hari pakai DDC, jadi efek dari rangkaian vitamin pencerah kulitnya saya nggak bisa komentarin. DDC sebetulnya skin care sekaligus make up, tapi kalau saya lebih memfungsikannya sebagai make up pengganti foundation daripada skin care. Eh iya, DDC ini sayangnya kalau difoto pake flash menimbulkan white cast. Sama kayak foundi dari Wardah juga, tapi DDC ini white cast-nya sedikit lebih tidak parah. Dari hipotesa saya sendiri, rata-rata produk yang mengandung SPF pasti bikin white cast. Bener nggak?


Abaikan mata sayunya. Padahal udah diusahain ngelihat kamera lho itu -_-. Kulit saya sudah lumayan bagus saat ini :). Memang pori-pori masih gede, masih ada beberapa scar , dan satu noda bekas jeriwi di pipi - yang di deket alis itu bukan noda bekas jerawat, itu noda apa entah - tapi nggak parah, jadi boleh ya saya katakan bagus :p. Nggak ada discoloration - kalau habis facial sih ada - dan nggak ada jerawat meradang, horee!!

Apa? Kelihatan lebih cerah dan fresh bare face-nya? Yah yang after ini tuh kulit lebih terlapisi bahkan sampai ke alis dan bibir juga jadi terlihat agak pucat - efek kamera juga sih. Tapi kalau area mata dan bibir udah diwarnain bakal kelihatan cerah kok. Kalau yang diperhatiin bagian kulitnya doang itu lebih cerah dan halus - yang bercahaya di kamera kelihatannya hidung doang. Skin tone naik dikit ya? Naik setengah tingkat cuma nggak jelas di kamera. Masih nyambung lah sama warna leher dan tangan - saya nggak pakai DDC sampai leher kalau cuma buat foto-foto doang karena males ngebersihinnya, kalau pas mau jalan sih pakainya sampai leher.

Tuh kan kulit terlihat lebih halus, cerah, dan bercahaya. Tanpa coveran apa-apa lagi lho itu. Untuk make up kali ini perabotan yang saya pakai cuma sedikit. Habis DDC saya cuma pakai pensil alis, eye shadow, eyeliner (kali ini pakai yang pensil), blush on (pake lipstick) dan lipstick. Nggak perlulah shading apa contouring segala. Lagi males soalnya make up banyak-banyak, males bersihinnya.

Soal daya tahan, DDC ini cukup awet dari pagi sampai sore. Coverage-nya nggak banyak berubah. Nggak oxydize juga di kulit saya. Walau dipakai seharian, DDC ini nggak menimbulkan break out asal sesudahnya dibersihkan dengan tuntas. Kalau buat bersihin DDC ini saya biasanya pake make up remover dulu atau milk cleanser sebelum cuci muka dengan face wash.

Kesimpulannya : DDC ini cukup bagus hasilnya di kulit saya, terlihat natural untuk sehari-hari karena coverage-nya lebih ringan dari foundation, dan yang paling penting nggak bikin break out :).

Nah, sudah dulu ya review Wardah C-defense DD Cream ini. Semoga membantu :).

Notes :
+ hasilnya bagus
+ awet hasilnya, awet juga produknya
nggak bikin break out
+ praktis, 1 krim skin care sekaligus make up
- agak berminyak

Selasa, 16 Agustus 2016

Aku Demam Alis Warna-Warni :D

[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]

Saya tuh suka unicorn dan kuda poni. Dua-duanya kuda tapi yang saya sebut pertama itu fiksi. Adanya di felem-felem - pertama saya nonton si salah satu film barbie :). Childish banget ya saya nontonnya barbie. Kemudian kuda poni, saya juga nonton dari film barbie, hwkwkwk. Terus akhir-akhir ini anak-anak perempuan kecil lagi pada nge-fans sama My Little Pony, jadilah saya sebagai gadis kecil ketularan.

Saya tuh suka sama unicorn dan kuda poni yang punya rambut warna-warni. Saking sukanya saya jadi bercita-cita untuk menjadi unicorn memiliki rambur warna-warni juga kaya pelangi. Cuma karena momi saya rada galak untuk urusan penampilan - katanya memalukan kalau saya punya rambut kemoceng - jadilah saya urung ngecat rambut jadi warna-warni. Duhh, padahal kan keren.

Ombre adalah nama yang diberikan untuk gradasi warna - termasuk pada rambut. Tadinya saya pikir ombre tuh cuma buat warna-warna yang menjurus ke oranye-kuning saja, ternyata engga juga. Pfff, kenapa saya ngomongin kebodohan sendiri. Karena enggak bisa ng-ombre-in rambut akhirnya saya terobsesi untuk punya alis warna-warni, hahaha. Enggak se-ekstrim ngewarnain seluruh rambut kepala, alis kan cuma butuh pewarna non permanen buat ngewarnainnya. Saya pingin tuh beli eye pencil warna-warni buat pensil alis, tapi sayang lagi bokek. Akhirnya saya bereksperimen dengan eye shadow warna-warni aja. Masih pake inez palette eye shadow. Mau lihat hasil alis warna-warni saya? Pliiss jangan ketawa meskipun kelihatannya konyol - aslinya beneran konyol sih.


Empat warna di atas berasal dari palette ini...


Palette eye shadow inez ini emang lagi jadi kesukaan saya. Teksturnya empuk bangeett bikin gampang dipalikasikan di mana saja. Ngomong-ngomong, eye shadow dalam palette semacam ini termasuk kategori apaan sih? Powder? Kan bukan bubuk karena sudah di-press. Apa harus saya sembut compact eye shadow? Kalau ada blush on jenis kaya gini apa ya harus disebut compact blush on?

Kalau nggak salah inget tuh saya pernah nyebutin jenis-jenis blush on ada yang cream, powder, dan baked. Nah si baked ini apa masuk jenis ya? Kayaknya enggak deh, hahaha. Dududu dulu saya masih polos kak soal make up jadi sorry kalau dulu rada ngaco - sekarang masih rada ngaco juga sih. Ngaconya semacam masih suka plin plan nyebut misalnya soal matte lipstick. Saya baru ngeh kalo matte itu bisa saja soft matte, satin matte, atau dead matte - dan embuh masih ada apa lagi. SMLC aja kayaknya saya sebut dead matte padahal namanya soft matte -_-. Sudahlah, anggap saja penyebutan itu pendapat saya semata. Opini nggak ada yang bisa disalahkan kan gaes :p - selama nggak merugikan siapapun.

Balik ke topik semula, saya masih pingin berusaha bikin alis warna-warni yang lebih bagus lagi. Yang di atas tuh kurang rapi, dan lihat deh masih nampak warna hitam rambut alis aslinya. Padahal sebelum bubuhin warna saya udah cover rambut alis pakai concealer lho - meskipun kurang nutup sempurna. Yah besok lah coba bikin lagi kalau nggak males.

Saya nulis pos ini banyak mencet tombol 'delete', banyak salah cuy. Kenapa ini...apa disleksia saya kumat lagi? Jangan dipikir disleksia itu penyakit. Disleksia ini keistimewaan, dan nggak bisa hilang tapi bisa dikontrol. Saya sudah kontrol sih selama sadar ini, meskipun kadang kumat-kumatan juga dikit - ini juga baru sadar.

Sudah dulu yaa... Bingung mau nulis apa lagi :D. Bye bye :*... See you :).