[Semua foto saya sebelum berjilbab dihapus jadi mohon maaf jika berpengaruh pada isi Blog. Doakan istiqomah ya teman-teman, terimakasih!]
Selamat hari Senin! Untuk mengawali hari pertama dalam seminggu ini saya akan menulis sebuah review, heheheu. Mumpung lagi giat nulis. Hari ini giliran minyak zaitun yap. Kebetulan saya punyanya cuma satu yaitu Herborist Minyak Zaitun, jadi yang di-review ya jelas itu. Sebelum pakai Herborist ini saya sudah pernah nyoba pakai minyak zaitun dari Wardah dan Mustika Ratu. Ntar kita liat perbandingannya menurut versi saya ya!
Baca juga: REVIEW : Mustika Ratu Zaitun Body Care
Herborist merupakan produsen yang lebih duluan terkenal dengan produk lulur balinya. Memang produk ini memegang spirit 'The Essence of Balinese' - ditulis di bawah merknya - walaupun pabriknya sendiri bukan berlokasi di Pulau Dewata tersebut. Lulur bali bikinan Herborist tuh dulunya hits banget, sampai produsen lain ikutan bikin juga. Saya juga pernah nyobain pakai lulurnya kok beberapa kali. Setelah merambah bikin body butter juga sekarang Herborist mengeluarkan produk minyak zaitun. Pertama saya liat, botolnya unik makanya saya tertarik beli. Jadi pas pertama dibeli dulu, botolnya punya aksen tali dari bahan mirip akar tumbuhan gitu yang dipilin trus diikat ke leher botol dengan gantungan kertas bertuliskan merk produk. Sekarang udah saya copot talinya karena sebenernya nggak punya fungsi selain sebagai hiasan - kecuali kalo nyimpen minyak zaitun ini dengan cara menggantung botolnya, nah talinya bisa kepake tuh.
Botolnya sendiri berbahan plastik bening dengan tutup silver. Botol bening dengan warna pada sticker didominasi warna hijau kayak lumut, sekilas mirip desain pada botol minyak zaitunnya Mustika Ratu, beda di bentuk botol doang. Dari sisi depan, nampak ilustrasi khas Bali ala Herborist. Terus di bagian bawah tertulis keterangan jika produk ini dapat digunakan agar kulit menjadi lebih lembap, halus, dan untuk pijat. Herborist juga saudah punya label halal lho, disertakan sticker-nya di sini juga.
Kalo kita balik botolnya, di belakang botol ada keterangan yang lebih banyak lagi tulisannya. Sayang di foto ini agak kehalang sama biji buah yang ada di dalem botolnya jadi agak susah dibaca dengan jelas. Saya tulisin ulang aja ya. Di belakang sini tertulis cara pakainya, yaitu dengan oleskan merata pada kulit terutama pada bagian yang kering seperti tumit, lutut, dan siku. Baik digunakan untuk pijat dan sebelum memakai lulur. Ingredients-nya: Mineral Oil, Terminalia bellerica fruit, Perfume, Olive (Olea europaea) Oil, BHT.
Dengan membaca kata pertama dari bahan penyusun produk ini, langsung paham kan kalau Herborist Minyak Zaitun ini bukan pure olive oil apalagi EVOO? Ada beberapa bahan tambahan yang sebenernya saya kurang sreg. Waktu beli nggak baca ingredients dulu sih saya -_-. Pertama, artinya bahan penyusun terbanyaknya, adalah Mineral Oil. Menurut beberapa sumber yang saya baca, mineral oil adalah hasil dari pengolahan minyak bumi yang berpotensi menyumbat pori. Kedengaran berbahayakah? Mungkin enggak karena bahan ini juga saya temuin di baby oil. Jadi kesimpulannya menurut saya nggak bahaya tapi mengganggu kalau menyumbat pori. Karena itu banyak orang yang sekarang menghindari pemakaian produk dengan mineral oil. Saya hampir termasuk, tapi baru tahap mencoba, hahaha. Soalnya kulit wajah saya termasuk yang mudah tersumbat porinya lalu komedoan, kalau kulit tubuh sih enggak.
Terus ada buah yang ditaruh di dalam minyak zaitunnya, ini cuma ditulis nama ilmiahnya tanpa penjelasan buah apakah itu sebenernya. Saya pikir sih ini buah Mojokeling sama kayak yang ditaruh di minyak zaitun Mustika Ratu. Enggak tau apa fungsi sebenernya dalam minyak zaitun, tapi saya sih nggak masalah dengan keberadaannya. Lalu ada Perfume, uft kenapa minyak ini harus dikasih wewangian sih? Meskipun kulit saya nggak sensitif terhadap wewangian tapi saya kurang suka karena penambahan perfume terasa mengganggu kealamian minyak zaitun. Di urutan keempat, baru nama Olive Oil muncul. Nah ini gimana sih, yang jadi judul utama malah nongolnya belakangan. Jadi konsentrasinya kalah banyak saya mineral oil. Agak mengecewakan. Terakhir ada BHT, ini bahan pengawetnya si minyak zaitun. Saya masih oke aja, karena toh produk kemasan kayak gini akan lebih tahan lama dengan tambahan pengawet.
Selanjutnya di bawah ingredients, ditulis pabrik pembuat produk beserta alamatnya. Nah pabrik Herborist ternyata berlokasi di Semarang, Jawa Tengah. Nggak jauh ternyata dari tempat tinggal saya :). Terus ada barcode dan angka-angka POM NA maupun nomor batch produk ini. Paling bawah ada tanggal kadaluwarsa si produk, masih Februari tahun 2020 nanti. Lama juga ya. Btw, netto produk ini saya cari-cari sukar ketemu sampai akhirnya nampak juga tersembunyi di bawah barcode, Isinya 75 ml dalam sebotol kecil. Ada ukuran lebih gedenya juga kok. Di bawah botol, ada logo daur ulang dicantumkan. Nice, saya suka ;).
Tutupnya ulir dan mudah diputer untuk membuka. Di balik tutup, ada mulut botol yang kecil jadi meminimalisir produk langsung tumpah tak terukur. Pas saya cium, aromanya nggak tajem walaupun ada kandungan perfume di dalamnya. Aromanya tuh susah digambarkan, antara wangi floral tapi agak-agak ada unsur mirip wangi lulur bali gitu deh. Ya pokoknya membingungkan saya :S. Isinya bening tanpa warna. Teksturnya nggak terlalu kental, bisa saya bilang cair walau nggak seringan air, ini tetep keliatan kalo minyak kok. Tekstur kayak gini mirip banget sama minyak zaitun dari Mustika Ratu - sama-sama bukan pure olive oil juga. Kalau dibandingin sama Wardah Pure Olive Oil, Wardah lebih kentel dan nggak bening, tapi kalau untuk performa, ntar saya tulis di belakang.
Karena cair, dia mudah diratakan. Tapi bukan berarti mudah menyerap. Saya coba di lengan butuh nyaris setengah menit sebelum dia meresap ke kulit. Pas dioles rasanya biasa aja, nggak lengket dan nggak sumuk. Tapi setelah diratakan dan nunggu dia meresap, terasa kurang nyaman, kayak ada yang nempel di permukaan kulit gitu - ya memang iya sih. Setelah meresap, rasanya biasa aja. Kulit kering saya nggak terasa bertambah lembap. Malah terasa kayak terlapisi walau produknya udah nggak nampak di permukaan. Mungkin karena sifat oil yang moisture kali ya, bukan hydrate.
Saya beli minyak zaitun ini udah dua bulan lalu, dan sampe sekarang baru berkurang setengah isinya. Soalnya memang nggak dipakai setiap hari secara rutin sih. Awalnya saya pakai ini sehabis mandi sebelum body lotion, tapi terus bosen karena malah bikin body lotion-nya susah menyerap sebab minyaknya bikin barrier. Apalagi kalau saya pas pakai body serum tuh, berdasarkan teori serum kan lebih kecil partikelnya dibanding oil, jadi bakal susah nyerapnya kalau saya pakaiin minyak zaitun terlebih dulu. Karena prinsipnya kalau pakai skincare tuh mulai dari yang paling mudah diserap baru ke yang semakin sulit, maka saya hentikan pemakaian minyak zaitun dengan cara ini. Kalo dulu saya pernah pakai minyak zaitun Mustika Ratu sebelum body butter dan baik-baik aja. Entah karena memang produknya semerk atau karena butter lebih pekat dibanding oil saya nggak paham. Tapi pernah saya pakai sebelum body lotion juga dan tetep baik-baik aja sih. Mungkin karena minyak zaitunnya Mustika Ratu lebih cepat nyerap dan nggak ninggal di permukaan (?).
Lalu saya coba-coba pakai produk ini sebelum lulur. Hasilnya, so far so good. Bikin kulit terasa lebih lembut pas digosok lulur jadi mengantisipasi kulit lecet umpama butiran lulurnya agak kasar. Terus saya iseng pakai produk ini di alis dan bulu mata, tapi sayang malah bikin rontok. Dulu pas saya pakai Wardah baik-baik aja padahal. Kalau Mustika Ratu saya lupa pernah pakai di alis dan bulu mata enggak. Terus pas kehabisan makeup remover, saya coba pakai ini juga untuk bersihin makeup. Agak was-was juga sih awalnya takut bikin clog pore tapi kan saya pikir pakainya sebentar doang habis itu langsung cuci muka jadi sepertinya aman. Pertama pakainya dengan dituang ke kapas dulu baru diusap ke wajah, bisa kok mengangkat makeup yang standar. Kalau untuk yang waterproof apalagi maskara, agak sulit - plus dia perih kalau nggak sengaja masuk ke mata jadi mesti hati-hati pakainya. Terus pas kapas saya habis, saya pakai dia ala cleansing oil, langsung dipijit ke kulit dan dibilas air. Sayang Herborist Minyak Zaitun ini nggak larut di air jadi menyisakan rasa lengket kalau nggak buru-buru cuci muka dengan sabun. Jadi saya balik ke kebiasaan sebelumnya, pakai kapas. Kalau kepepet nggak ada kapas pakai tisu walau kurang efektif karena sifat tisu yang nyerap cairan dan mudah sobek. Udah beberapa kali pakai minyak zaitun sebagai makeup remover, akhirnya bosan juga.
Sekarang saya udah nggak fungsiin dia sebagai makeup remover, kecuali kepepet saat makeup mata agak heboh dan milk cleanser terasa kurang. Yang penting segera dibilas. Setelah itu, sekarang saya pakai produk ini untuk pengganti lip balm di bibir. Yah, secara minyak zaitun kan harusnya serbaguna jadi saya pakai di mana-mana. Kalau dipake di bibir dia oke, nyaman dan malah mudah meresap lho. Bikin tekstur bibir jadi lebih halus dan lembut jadi lebih bagus buat dipakaiin lipstik sesudahnya. Dipakai habis lipstik untuk bikin kesan glossy juga bisa loh. Untuk ngebersihin lipstik sebelum touch up juga bisa. Sebagai tambahan pelembap di tengah pakai lipstik matte dan terasa kering pun bisa. Wuih akhirnya saya nemuin kegunaan paling tepat bagi Herborist Minyak Zaitun ini!
Kalau dibikin perbandingan sama Mustika Ratu Minyak Zaitun dan Wardah Pure Olive Oil, bagi saya gini. Secara tekstur mirip Mustika Ratu, tapi yang saya rasain Mustika Ratu lebih cepat meresap. Kalau untuk performa pas dipakai, yang saya inget mereka berdua sama-sama saya pakai sebelum lulur dan okay aja. Mustika Ratu pernah saya pakai sebelum lotion/butter dan kayaknya nggak mengganggu penyerapan produk sesudahnya sementara Herborist agak ganggu. Mustika Ratu seingat saya belum pernah saya pakai untuk ngebersihin makeup, jadi nggak bisa bandingin sama Herborist. Oh iya plus satu lagi, saya pernah pakai minyak zaitun Mustika Ratu buat rambut tapi malah bikin lepek. Kalau Herborist belum pernah. Kalau Wardah, walau teksturnya lebih kental tapi daya resapnya malah lebih cepat - mungkin karena dia nggak pakai mineral oil. Wardah juga bisa saya pakai di wajah - sebagai pelembap maupun makeup remover - tanpa terlalu takut clog pore, walau sebenernya dia bisa menyumbat pori juga secara kulit wajah saya clog prone, tapi rasanya tetep lebih dikit resikonya ketimbang mineral oil. Seingat saya dulu selama pakai produk tersebut di wajah kulit terasa baik-baik aja, dan waktu itu saya belum concern terhadap jenis bahan dan efeknya ke kulit saya jadi nggak kepikiran macem-macem seperti saat ini. Kalau di kulit wajah yang nggak clog prone sepertinya bakal aman produk ini dipakai. Wardah juga saya saya pakai di alis dan bulu mata dan baik-baik saja. Kalau buat bibir kayaknya dulu enggak jadi nggak bisa bandingin.
Secara keseluruhan sih saya paling suka pakai Herborist Minyak Zaitun di bibir. Kalau untuk wajah, masih khawatir bakal clog pore dan perih kalau masuk mata. Kalau untuk kulit tubuh agak susah meresap, tapi nyaman kok dipakai sebelum luluran - cuma ribet. Jadi sepertinya saya bakal ngabisin produk ini untuk bibir saja, walau pasti lama ya.
Nah, sekian dulu review dari saya hari ini. Semoga bermanfaat :).
Price: Rp. 16.075
Rate: 3/5
Rate: 3/5
Repurchase? No
Notes:
+ nyaman saya pakai di bibir
- enggak pure
- susah nyerap di kulit tubuh
- susah nyerap di kulit tubuh
- berpotensi menyumbat pori
Kak,
BalasHapusKalo minyak zaitun mustika ratu wangi apa enggak?
Kalo wangi,wanginya spt apa?
Lumayan wangi. Tapi aku gabisa mendeskripsikan aroma maaf ya.
Hapus